Masih dengan hidung beler dan suara seraknya, Sandra akhirnya kembali lagi ke sekolah walau masih berbekal beberapa obat-obatan. Sesekali dia meletakkan kepalanya di atas meja. Obat yang ia minum memiliki efek kantuk yang membuatnya menjadi mengantuk walau ini masih jam pelajaran keempat. Dengan tangan yang menyangga kepalanya, Sandra berjuang untuk tetap terjaga dan mencatat tugas Bahasa Inggris yang ada di layar projector. Susu jahe pemberian Regha kemarin cukup berguna rupanya, suaranya sudah mulai kembali walau belum sepenuhnya.
"San, kemaren Kak Regha sama Kak Rendra nyariin lo," ucap Naya sambil mencatat tugas yang diberikan.
Sandra menatap Naya. "Iya, udah. Mereka berdua kemaren ke rumah gua."
Naya menatap Sandra dan menghentikan aktivitas menulisnya. "Kak Regha ke rumah lo?"
Sandra mengangguk lemah. "Iya, kemaren. Dia nganter teks padus sama ngasih gua susu jahe."
Naya menghela napasnya lalu mulai menulis lagi. "Lo deket banget sama Kak Regha ya?"
Sandra berhenti menulis dan mencoba menatap mata Naya. "Nay, lo tahu kan gua suka sama siapa?"
Naya menatap Sandra sedikit terkejut. "Jadi.. lo beneran suka sama Kak Ren-"
"Hssst!" potong Sandra karena Naya hendak menyebut merk itu. "Nggak usah sebut merk okay?"
Naya terkekeh dengan matanya yang berbinar. "Jadi beneran? Lo nggak suka sama Kak Regha kan?"
"Sekarang sih enggak, nanti nggak tahu," sahut Sandra yang membuat Naya segera mendengus.
"Awas aja kalo lo suka," ancam Naya.
"Lagian udah banyak yang suka sama dia, nambah satu nggak apa-apa kali, Nay?" goda Sandra.
"Tapi lo deket sama dia, San," sahut Naya dengan nada suaranya yang sedikit melemah.
"Santai, Nay," Sandra mengusap bahu Naya perlahan. "Dia Cuma care sama gua gara-gara gua sakit dan sering dimarahin Mas Argo waktu padus."
Naya tersenyum tipis seraya menatap Sandra. "Lo nggak mau ke UKS?"
Sandra menggeleng. "Nanti aja waktu matematika."
~o~
Suasana di ruang audio visual ini menjadi sedikit mencekam setelah film bergenre horror berjudul Lights Out diputar sejak lima belas menit yang lalu. Suasana gelap bak bioskop dan suara yang begitu keras dari speaker membuat beberapa siswi memilih memejamkan matanya dan menutup telinga. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terlihat di barisan belakang. Barisan yang selalu diisi oleh Rendra dan kawan-kawannya, terkadang ditambah Shena dan Rina.
Kaki Bagus yang berada dipangkuan Roland sudah naik sambil menutup matanya dengan dasi, sementara Roland memeluk Bagus sambil sesekali meringis. Arya dan Yusuf tampak tenang-tenang saja karena mereka tertidur, sementara Septa sesekali menggigit dasinya. Rendra sebenarnya juga ingin melakukan hal yang sama. Tangannya sudah meremas dasi sedari tadi, tetapi dia tetap mencoba stay cool karena ada Shena di sampingnya. Shena duduk miring menghadap Rendra sambil bergelayut pada tangan laki-laki itu, sementara Rina yang duduk di sampingnya duduk menghadap ke punggung Shena sama takutnya.
"Huaa! Anjir mukanya!" teriak Shena tepat di samping telinga Rendra. Membuat laki-laki itu terkejut. Sejujurnya suara Shena yang berteriak di sampingnya lebih mengagetkan daripada efek suara yang ada.
"Santai, Shen, santai," sahut Rendra seraya mengusap tangan Shena.
"Ih, itu lampunya jangan dimatiin, bego!" teriak Septa yang duduk di sisi kanan Rendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy and His Lover
Teen Fiction[COMPLETED] [REVISI TYPO] Rendra pikir, sepertinya akan menyenangkan jika ia membuat Sandra terbang lalu menjatuhkannya ke dasar jurang. Apa Rendra berhasil 'bersenang-senang'? Copyright © 2017 by sarvio #58 TF [270817]