Bab 5

33K 3.6K 64
                                    

Kali kedua aku duduk di jok mobil mewahnya. Azka hanya memberiku waktu 24 jam sedangkan aku menyetujui usulannya dalam kurun waktu tidak lebih dari 12 jam. Memalukan. Aku mengambil tindakan spontan itu karena terlalu lelah dengan Kakakku yang seperti tak berhenti menghubungiku.

Ia pasti akan datang lagi demi cincin itu. Memberinya uang pun tak akan menjadi solusi, ditambah lagi aku sudah tidak bekerja lagi di tempat Madam Maria. Kegilaannya pasti semakin menjadi. Hati kecilku menjadi sedikit menciut dan aku rasa aku butuh perlindungan. Itu sebabnya aku berada disini sekarang.

"Aku akan meninggalkanmu dengan Bunda. Tolong jangan katakan hal-hal yang bisa membuatnya berpikir macam-macam. Dan juga, tolong bersikap baik dengannya," ucap Azka sebelum memutar setirnya memasuki gerbang besar. Ke sebuah....

Benarkah penglihatanku ini. Ini bukan rumah tapi... istana.

Kedua tanganku meremat gaun yang kugunakan, yang sengaja dibawa oleh Azka saat datang ke kos ku tadi, Sedikit kebesaran tetapi tetap nyaman di pakai, bahkan dari bahannya saja aku sudah tahu kalau yang kukenakan ini bukan barang murah, untung saja peralatan make up ku masih lengkap untuk menyempurnakan penampilanku. Azka memang bertindak cepat dengan mengatakan akan membawaku ke hadapan kedua orang tuanya.

Azka membukakan pintu untukku, dan tanganku mulai berkeringat dingin. Nyatakah semua ini? Aku segera mengalihkan pandangan dari Azka dia pasti sadar jika saat ini genggaman tanganku sedingin es. Sebelah tanganku menyentuh rambut lurus sebahuku, menyelipkannya ke daun telinga dengan gugup.

"Tenang saja. Ibuku orang yang sangat baik." Bisiknya seraya terus menggandeng tanganku.

Ibunya terlihat sudah menyambut dengan pengawalan yang tak lepas seperti yang kulihat pertama kali.

"Bunda. Ini Nadia."

"Iya. Bunda tahu," sahut Ibu Azka yang tersenyum penuh arti ke arahku. Aku segera mengulurkan tanganku sopan dan mencium tangan Ibu Azka.

"Nadia, aku pergi kerja dulu. Bunda titip Nadia." Jantungku serasa berhenti berdetak saat Azka mengecup singkat pucuk kepalaku. Ia segera berlalu ke mobilnya sementara aku masih terpaku di tempatku.

"Ayo. Masuk Nadia." sahut ramah Ibu Azka yang langsung menggandeng tanganku.

Dan kembali mataku dimanjakan dengan pemandangan mewah nan klasik yang tidak pernah kulihat sepanjang hidupku. Ini benar-benar luar biasa, sulit bagiku menjabarkan semuanya. Segala perabot yang ada di ruangan ini pasti bernilai fantastis, batinku. Bahkan untuk menyentuhnya saja aku ragu.

"Senang bisa liat kamu ke rumah ini," ujar Ibu Azka kembali masih dengan senyum ramahnya.

"Nadia juga senang bisa bertemu lagi dengan Tante," ucapku lembut berbeda dengan saat pertama kali kami bertemu.

"Nyonya. Nona Lavender ada di depan." Perhatian kami langsung teralih pada pelayan yang menghampiri.

"Oh. Suruh saja dia masuk," kata Ibu Azka.

Tak lama aku melihat wanita berambut panjang yang di kuncir rapi mengenakan celana jin dan jaket datang menghampiri kami.

"Nadia. Kenalkan ini Lavender."

"Lavender. Panggil aja Lala," ucapnya menjulurkan tangan kanannya.

"Nadia," sahutku sembari menyambut tangannya.

"Nadia, ini calon menantu Tante," ujar Ibu Azka dengan wajah sumringah. Sedangkan Aku segera merunduk, malu akan status yang disebut oleh Ibu Azka.

Wanita yang bernama Lavender itu menyambut dengan senyum lebar. Menampilkan lesung di kedua sisi pipinya. "Akhirnya ya Tante."

"Iya."

Play Me Like A ToyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang