Bab 16

24.8K 3.4K 71
                                    

"Ini terakhir kali ya kamu membawa pergi Rafa!"

Langkahku yang baru saja memasuki pagar rumah langsung terhenti. Mbak Nilam, kenapa dia marah-marah, batinku penuh tanda tanya. Aku meremas sok putih abu-abuku, sebenarnya batinku sudah diliputi tanda tanya sejak kemarin, sejak Kak Fandi datang hanya berdua dengan Rafa, lidahku gatal ingin bertanya namun urung karena saat itu aku juga melihat ekspresi Kak Fandi yang agak murung.

Belum sempat pertanyaanku terjawab Mbak Nilam sudah masuk ke dalam mobil membawa serta keponakanku, Rafa yang masih berusia dua tahun.

Mama dan Kak Fandi terlihat masih terpaku berdiri di teras rumah, perlahan aku mendekat. "Ma.." panggilku pelan yang sontak membuat Mama memalingkan wajah. "Itu. Kenapa Mbak Nilam marah-marah?"

"Nadia, jangan kebiasaan. Pulang sekolah langsung masuk ganti baju," ujar Mama seperti mengalihkan topik lalu berlalu masuk tanpa menghiraukan pertanyaanku.

"Kak," sebutku lagi.

Kak Fandi mendekat dan meraih bahuku. "Kamu lapar kan baru pulang sekolah. Ayo! Mama di dalam masak enak." Aku diam. Semua terkesan mengalihkan perhatianku.

Ini untuk pertama kalinya setelah sekian tahun Mbak Nilam kembali menghubungiku. Setelah aku dewasa dan hidup penuh luka bersama Kak Fandi akhirnya aku menyadari rentetan kejadian mengenaskan hingga Kakakku jatuh terpuruk menjadi orang lain. Dimulai dari bisnisnya yang bangkrut, diceraikan oleh Mbak Nilam, hingga terjerumus ke perjudian dan minum-minuman yang membuat otaknya tak lagi berfungsi dengan baik.

Yang sangat aku sesalkan adalah kenapa Kak Fandi harus menjadi orang lain. Jika saja ia masih berpikiran waras aku sangat yakin bisa membantunya melewati semua cobaan itu. Hanya saja hingga detik ini pun ia tidak mempunyai niatan untuk berubah, andai Azka tidak menemukanku di club itu mungkin saat ini aku masih bersamanya dan menerima perlakuan kasarnya.

"Nadia, kamu masih ingat dengan saya kan?" Tanya Mbak Nilam lagi.

Aku menggigit bibir bawahku sebelum menjawab. "Iya. Ada Mbak menghubungiku?" tanyaku dengan bahasa normal.

"Fandi. Kamu tahu tempat tinggal Fandi sekarang?" tanyanya dengan nada panik.

Napasku mulai tercekat. "Kenapa Mbak cari Kak Fandi?"

"Rafa menghilang sejak pulang sekolah kemarin, saya sudah mencari kemanapun tapi tidak ada yang tahu. Saya yakin Rafa pasti dibawa oleh Fandi!"

Mungkin pemikiran Mbak Nilam ada benarnya, hanya saja caranya menuding dengan suara meninggi tetap tak kusukai. "Maaf, Nadia nggak tahu dimana Kak Fandi tinggal sekarang," ucapku menyudahi panggilannya.

Panggilan telepon dari Mbak Nilam kembali datang dan urung kujawab. Hatiku tak tenang itu sudah pasti. Yang ingin kulakukan saat ini adalah segera menemui Kak Fandi.

Aku mengambil tas dan langsung keluar ruangan, sepanjang lorong otakku berputar berpikir harus menemukan alasan yang tepat untuk mengelabui para pelayan disini. Azka pasti sudah mewanti-wanti mereka untuk mengawasiku, apalagi saat ini mertuaku sedang tak ada dirumah.

"Nyonya, Anda mau kemana?" tanya salah seorang pelayan saat bersisian denganku.

"Um. Saya ingin membeli sesuatu."

"Tapi Nyonya. Tuan berpesan Anda tidak boleh keluar."

"Suamiku sudah tahu," ujarku berusaha meyakinkan. "Ini keinginan bayiku." Imbuhku lagi membuat pelayan tersebut tampak berpikir.

"Kalau begitu saya akan ikut dengan Nyonya."

"Tidak." Sahutku cepat. "Cukup dengan supir saja. Lagipula tidak akan lama."

Play Me Like A ToyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang