Bab 13

28K 3.7K 104
                                    

Selesai dari kantor notaris kami menuju ke rumah yang kutinggali dulu. Sedikit tak terurus melihat tanaman yang kering di atas pot juga rumput-rumput yang mulai meninggi.

Azka membukakan pagar besi. Aku melangkah perlahan sambil mengingat-ingat bayangan kenanganku dulu. Air mata meleleh dan kuseka, begitu seterusnya hingga kami berada di dalam rumah.

Kosong. Tidak ada lagi barang yang tersisa, aku masih ingat Kak Fandi menjualnya dulu. Ia membuang yang tak berharga dan menjual yang sekiranya bisa dijadikannya uang. Aku menyentuh cincin yang melingkar di jari manisku. Satu-satunya yang tersisa.

"Bagaimana kalau di renovasi?" Azka bertanya dengan nada pelan.

Aku menggelengkan kepalaku. "Nggak ada yang tinggal disini, Azka. Lagipula aku bisa mengenang jika bentuknya masih sama."

"Kalau begitu aku akan suruh orang bersihkan halaman."

Aku mengangguk. "Sekali lagi, makasih. Terima kasih sudah mengembalikan tempat ini."

Azka meraih pundakku. "Milik orang tuamu. Berarti milik orang tuaku juga. Aku hanya mengembalikan ke tangan yang seharusnya."

"Ka, antar aku ke makam ya."

Azka langsung mengangguk.

***

Aku masih berkutat mengeringkan air mata dengan sapu tangan. Saat dimakam niatku ingin mengatakan banyak hal malah tak bisa mengucapkan satu patah katapun karena terus saja menangis, hingga akhirnya Azka mengajakku beranjak dari sana.

Mobil Azka melaju ke kediaman yang ditempatinya dulu. Meski kami selalu sekelas dulu tapi aku tak pernah datang kerumahnya. Ini kali pertama aku memasuki pekarangan rumahnya.

Mataku memicing berulang kali. Takjub ada pemandangan rumah minimalis dengan pekarangan penuh bunga di daerah ini. Seperti rumah terisolir namun memiliki keindahan yang luar biasa.

"Ayo. Bibi Mia pasti sudah menunggu," kata Azka.

Aku melepas seatbelt dan turun dari mobil. Azka memutari sisi mobil dan mengambil lenganku. "Nadia, aku ada keperluan sebentar kalau kamu perlu apa-apa kamu bilang aja ke Bibi Mia."

Sontak aku mengangkat wajahku. Lagi? Ucapanku urung keluar karena melihat Bibi Mia yang keluar dari balik pintu.

"Aku pergi dulu," ucap Azka dan berlalu begitu saja kembali kedalam mobilnya.

Aku masih terdiam ditempatku sampai aku melihat mobil Azka menghilang dari ujung gerbang utama.

"Nadia, ayo masuk." Sapa hangat Bibi Mia yang menghampiriku.

Aku mengangguk dan melangkah pelan bersamanya. Hatiku gundah tapi perhatianku tak bisa teralih dari banyaknya tanaman berbagai macam bunga yang mengelilingi pekarangan.

"Bibi yang menanam ini semua?"

Bibi Mia tersenyum. "Tidak semua. Sebagian dikerjakan oleh tukang kebun."

"Sangat indah, Bi."

Bibi Mia mengangguk menyetujui ucapanku. Kami melangkah lagi namun suara panggilan seseorang kembali menghentikan langkah.

"Na—Nadia kan?"

Pandanganku melebar. "Tata," gumamku seraya memperhatikan penampilannya. Tubuhnya jauh lebih berisi dari yang kukenal dulu, riasan di wajahnya pun tak kalah tebal dari yang pernah ku pakai ketika menjadi pelayan di klub.

"Ngapain kamu disini?" tanyanya dengan nada tak bersahabat.

Alisku terangkat.

"Kamu yang kenapa disini Tata." Tidak bukan aku yang mengatakan itu melainkan Bibi Mia.

Play Me Like A ToyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang