Alya's Marriage Life (TAMAT)

2) Nyaman

Adam

Pemandangan pagi gue sejak 1 minggu ini indah banget, saat pertama kali buka mata yang selalu gue lihat adalah wajah Alya yang tertidur dengan damai, atau juga dia yang bangun duluan dan kedip-kedip linglung karena baru bangun. Dan hal sederhana bersama Alya ini membuat gue merasa tenang. Aneh kan? Alya punya kekuatannya tersendiri buat gue. Dan gue merasa sangat nyaman saat bersama dengan Alya.

Dan pagi ini saat gue bangun istri mungil gue kepergok lagi elus-elus pipi gue. Tapi lagi-lagi gue liat tatapannya kosong dan terlihat sedih. Dan inilah yang selalu membuat gue bertanya-tanya, sebenarnya apa yang Alya sembunyiin? Apa yang membuat Alya selalu terlihat sedih kaya gitu? Bagi gue, Alya terlihat seperti menanggung suatu hal besar sendirian. Ada hal yang Alya belum siap bagi dan cerita untuk gue, dan gue berusaha menghormati keputusannya. Gue percaya saat Alya siap dan mau, istri gue itu pasti akan cerita.

"Something wrong baby?" Tanya gue sok cool, padahal gue kepo setengah mati di dalem hati. Alya mendongak lalu tersenyum sangat manis, sangat-manis! Dia lalu menggeleng pelan. Alya bangun dan menyenderkan punggungnya di kepala kasur, dia terlihat ragu sebelum mulai bicara.

"Lo cinta sama Vivian, tapi kenapa lo ngga berusaha kejar cinta lo?"
Again, Vivian. Kenapa istri gue ini seneng banget bawa topik tentang Vivian? Gue ikut menyenderkan punggung gue di kepala kasur.

"Karena seperti yang udah gue ceritain, gue dan Vivian ngga punya visi dan misi yang sama honey. Kalaupun gue memaksakan untuk nikah sama Vivian, gue rasa pernikahan kita ngga akan berlangsung lama." Dan Alya mengernyit bingung mendengar jawaban gue.

"Kenapa ngga akan berlangsung lama? Tunggu Adam, kalian kan saling cinta?" Gue terkekeh geli dan mengusap pipinya. Gadis ini..

"Like i said before sweetheart, gue dan Vivian ngga punya visi dan misi yang sama. Gue berniat membangung hubungan serius sama diaーuntuk membangun sebuah keluarga, punya banyak anak sama diaーtapi dia ngga pernah mau membangun sebuah hubungan serius, dia ngga mau terikat sweetheart. Dan gue rasa cinta ngga bisa menjamin kita bakal hidup bahagia selamanyaーkalau memang kita jadi nikah. You know, sometimes something beautiful can kill you honey. In this case, love."

"Lo masih cinta sama Vivian?" Telak-lagi. Gue harus jujur aja gitu ya sama Alya?

"Untuk sekarang, ya. Gue masih cinta sama Vivian. Sorry baby." Alya tersenyum dan menepuk-nepuk bahu gue, Alya kembali terlihat ragu.

"Dan kenapa lo ngga pertahanin cinta lo Adam? Lo ngga pernah pikirin perasaan Vivian? Mungkin rasa cinta Vivian buat lo lebih besar dari rasa cinta lo ke Vivian. Dan mungkin lo ngga akan pernah dapet cinta seperti itu lagi. Kenapa lo egois banget Adam?" Dan Alya nangis, nangis Man! Gara-gara gue! Gue langsung peluk istri mungil gue dan mengusap punggungnya.

"Ada yang mau lo ceritain baby? Mungkin dengan sedikit berbagi gue bisa bantu lo. Maaf sayang gue ngga bermaksud bikin lo nangis, maafin gue Alya." Alya menghapus air mata yang mengalir di pipinya, lalu melepaskan pelukan gue.

"Lo mau jadi temen curhat gue? Gue boleh cerita ke lo Adam?" Gue melepas pelukan kami dan terkekeh geli menatapnya.

"Boleh lah sayang, kalau misalnya lo lagi pengen curhat gue siap jadi temen curhat lo. Gue bersedia dengerin semua cerita lo honey." Alya menarik napasnya dan menghembuskannya dengan pelan, lalu dia ikat rambutnya jadi model ponytail dan duduk tegak.

"Ada seseorang, kita pacaran sejak kuliah. Dan 5 tahun gue rasa bukan waktu yang sebentar." Alya tertawa pelan, lebih terdengar seperti mencemooh dirinya sendiri, terdengar penuh rasa sakit.

"Gue kira dia 'orangnya', dia bilang dia cinta gue dan dia serius sama gue. Tapi tahun lalu semuanya berubah, dia tinggalin gue tanpa kasih penjelasan apa-apa, dia bilang gue dan dia udah berjalan di jalan yang berbeda, dan gue ngga ngerti maksud perkataan dia apa. Mungkin.." Alya menghembuskan napasnya berat, lalu tersenyum ketir