13) Pengakuan Adam

47.7K 1.1K 72
                                    

Adam

"Kamu hanya akan sakitin diri kamu sendiri dengan mikirin perempuan itu Adam. Lupain dia." Kata Vivian sambil menggenggam tangan gue.

Entah angin apa yang membawa Vivian kesini, tapi dengan tiba-tibanya dia bisa duduk di hadapan gue 10 menit yang lalu. Padahal gue baru selesai meeting di Cafe ini dan berniat singgah makan malam karena sekarang memang sudah masuk jam makan malam.

Gue ngga ada cerita ke Vivian akan meeting dimana hari ini, tapi dengan ajaibnya dia bisa menemukan gue. Atau mungkin dari awal Vivian ngikutin gue?
Untuk mikirinnya aja bikin gue ngerasa ngeri sendiri, kalau memang itu benar, selain sifatnya yang berubah jadi annoying Vivian juga ternyata punya hobi baru yang tidak menyenangkan. Menguntit orang.

"Apa salah kalau aku mikirin istri aku sendiri?" Tanya gue malas.

Oh, kalau kalian berpikir gue udah ngga kesal pada Vivian, itu sangat salah. Gue masih sangat kesal pada Vivian, dan gue jadi semacam capek sendiri sekarang. Gue selalu ketus dan kasar pada Vivian tapi nyatanya setiap hari dia ngga berhenti datengin gue dan selalu bicara hal yang sama, "ceraikan Alya dan menikah sama aku." Selalu itu yang dia ulang setiap hari, akhirnya gue memutuskan untuk ngga menghiraukan Vivian sekarang. Terdengar kasar bukan, tapi menurut gue lebih baik daripada gue terpaksa harus bertindak kasar pada Vivian.

Gue menghembuskan napas pelan, lalu menyangga pelipis gue dengan sebelah tangan gue yang mengepal. Menatap manik mata Vivian dalam.

Vivian yang gue kenal dulu menghilang.

"Kemana Vivian yang dulu aku kenal? Vivian yang selalu tersenyum manis ke semua orang, Vivian yang ramah, Vivian yang ngga pernah dendam pada siapapun, Vivian yang baik hati. Kamu berubah, kamu bukan Vivian yang aku kenal lagi sekarang." Gue menatap Vivian dalam, berharap dia akan sadar bahwa dia yang sekarang bukanlah Vivian yang sebenarnya. Mata Vivian mulai berkaca-kaca. Oh crap, gue ngga pernah suka lihat perempuan nangis terlebih lagi kalau guelah penyebab mereka menangis.

Gue memeluk Vivian, berusaha menenangkannya. Vivian mengeratkan pelukannya di punggung gue lalu berbisik, "kalau aku berubah jadi Vivian yang dulu apa kamu mau kembali sama aku Adam? Kamu mau membangun keluarga sama aku? Aku cinta banget sama kamu Adam, maafin aku karena dulu aku udah nolak kamu dulu. Aku cuma belum siap, aku kira dulu aku ngga akan pernah benar-benar kehilangan kamu, tapi ternyata aku salah."

Gue mendesah berat, mengelus rambut panjang Vivian, "kita akan tetap kembali, tapi sebagai sahabat. Ngga lebih Viv. Kamu ngga akan pernah kehilangan aku. Aku bakal jadi seorang sahabat yang ada saat kamu butuhin aku. Tapi aku ngga mencintai kamu, aku cinta istri aku. Aku sangat mencintai Alya. Aku ngga akan pernah meninggalkan Alya. Dan kita tetep bisa membangun keluarga Viv, aku udah menganggap kamu seperti adik aku. Dan kamu ngga harus minta maaf atas kejadian waktu itu Viv, that's your decision after all. Kamu ngga harus dan kamu ngga bersalah." Vivian menangis sedikit kencang setelah mendengar ucapan gue. Gue tahu gue jahat, tapi gue ngga akan menyakiti Vivian dan Alya lebih jauh lagi kalau terus begini.

Gue mencintai Alya, cuma Alya.

Dan kalau gue memberi harapan untuk Vivianーyang nyatanya itu karena terpaksa, gue hanya akan menyakiti hati Alya dan Vivian. Kenyataan memang tidak selalu indah, bukan? Dan sayangnya untuk saat ini Vivian-lah yang harus merasakan tidak indahnya kenyataan ini.

"Kalian.." Sebuah suara menyadarkan gue ke alam nyata, "Alya, Sayang, kebetulan banget kan kita bisa ketemu mereka." Mendengar kata Alya membuat gue refleks mendorong tubuh Vivian menjauh.

Gue mendongak menatap dua orang yang sekarang sedang berdiri di samping kiri gue. Si brengsek Fabian dan Alya, istri mungil gue yang terlihat sangat terluka. Wanita mungil yang sekarang terlihat makin cantik dengan dress berwarna merah muda selututnya dan cardigan putihnya.

Alya's Marriage Life (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang