14) Kenangan Kebenaran dan Kamu

50.7K 1.3K 71
                                    

Adam

Gue menyesal karena malam itu telah memberi tahu yang sebenarnya pada Alya.

Gue sangat menyesal.

Ternyata apa yang gue harapkan tidak terjadi. Bukannya menjadi baik-baik saja yang gue dapatkan sekarang malah kekacauan. Alya menghilang semenjak 3 hari yang laluーtanpa kabar.

Gue yang pagi itu sedang bersiap-siap untuk pergi ke kantor bingung karena tiba-tiba mendapat telpon dari Kak Ayu. Dan mendengar penjelasan Kak Ayu yang terisakーbahwa Alya menghilang dari kamarnya membuat gue seketika panik. Dan sayangnya gue belum menemukan Alya sampai sekarang. Gue merasa sekeras apapun gue mengejar dan mencari Alya selalu jalan buntu yang gue temui. Dan menyadari kenyataan itu membuat hati gue terasa sakit.

Alya pergi kemana? Dimana istri mungil gue sekarang berada? Sama siapa dia di luar sana? Apa dia baik-baik aja?

Gue ngga pernah dapet satu pun jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi.

"Apa yang sebenarnya lo lakuin malam itu huh?" Sosok Fabian dengan tiba-tibanyaーdan tidak sopannya sudah muncul di hadapan gue, di dalam ruangan gue. Gue menatap Fabian malas lalu kembali mengalihkan perhatian gue pada dokumen-dokumen yang ada di atas meja.

"Apa yang lo lakuin malam itu brengsek!" Teriak Fabian masih belum beranjak dari tempatnya berdiri. Fabian memang laki-laki yang ngga tahu sopan santun gue rasa, teriak-teriak di kantor orang seperti orang kesetanan.

"Gue kira lo pria dewasa yang tahu sopan santun," gue menatap Fabian sinis, "lo bisa kan mengetuk dulu sebelum masuk ruangan seseorang? Atau lebih sopannya lagi lo bisa kan bicara dulu sama sekretaris gue di depan sebelum masuk kesini, bertanya apa gue ada di dalam ruangan atau tidak."

"Gue ngga peduli Adam, gue ngga harus memikirkan tentang sopan santun saat berurusan sama lo! Dimana Alya!?"

Kalaupun gue tahu dimana Alya berada gue ngga akan pernah kasih tahu Fabian. Dia bodoh karena menanyakan hal ini pada gue.

Gue mengangkat telepon yang ada di sudut meja dan mendial nomor Fira. Tapi Fira tidak mengangkat teleponnya.

Dan bodohnya gue lupa bahwa baru saja tadi gue meminta Fira untuk mengantarkan berkas-berkas ke kantor cabang. Pantas aja si Fabian bisa masuk ke ruangan gue dengan seenaknya.

"Kemana Alya brengsek!? Gue udah cukup bersabar untuk ngga membunuh lo!" Geram Fabian, gue mendongak menatap sosok itu dengan sinis.

Membunuh gue? Gue bahkan udah punya keinginan itu dari saat dia menampar Alya di TK saat itu, gue ngga akan takut dengan gertakan busuk Fabian.
Dan keinginan itu selalu hilang dan berganti dengan kekehan gue saat mengingat kata-kata Alya, bahwa istri mungil gue itu ngga mau gue masuk penjara dan dia butuh gue disampingnya.

Gue akan selalu mengingat itu

itu jadi semacam reminder untuk gue agar bisa menahan diri untuk ngga berbuat hal yang aneh-aneh.

"Gue ngga tahu." Jawab gue seadanyaーdan memang jujur. Tapi sepertinya si Fabian ngga puas dengan jawaban gue dan dengan cepat sudah berdiri di samping gue, meninju pipi gue dengan keras. Gue bisa merasakan sesuatu yang asin memenuhi mulut gue, dan sudut bibir gue ikut berdarah.

"Jangan bohong lo Adam! Gue yakin lo tahu kan Alya ada di mana! Jangan pernah sembunyiin Alya!"

"Keluar dari ruangan gue sekarang juga Fabian. Atau gue harus panggil security untuk tarik lo keluar? Gue yakin lo mau keluar dari sini tanpa menanggung malu kan? Jadi keluar dari sini sekarang juga." Jawab gue tenang, percuma aja kalau gue sekarang balik membalas tinjuan Fabian. Gue berhasil mengkontrol emosi dan pikiran gue berkat Alya.

Alya's Marriage Life (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang