"ANDRIANA CAROLINE ENDERSON!!!" Teriakan Pak Hendra menggema disepanjang koridor. Namun, tak membuat langkah seorang Ana berhenti atau membalikkan badannya kearah lawan bicaranya.
Tidak, itu bukan gayanya.
Dengan langkah santai seraya mengencangkan volume ponselnya, sehingga earphones yang ia gunakan menutupi pendengarannya dari teriakan Pak Hendra.
Ana tahu apa penyebab Pak Hendra berteriak marah seperti itu.
Minuman yang Ana racik dan lem yang Ana letakkan dikursi kerjanya. Sudah seminggu ia menjalankan aksi balas dendamnya, menurutnya Pak Hendra sudah mempermalukannya di kelas dan itu tidak bisa ditorerir.
Jangan berani-beraninya membangunkan singa betina dari tidurnya, jika tidak ingin mendapatkan terkaman darinya.
"Ana!" Seru Key yang tentu saja tidak didengar oleh Ana. Keypun memanggil orang yang dekat dengan Ana untuk memanggilnya seraya melambaikan tangannya yang mengartikan Ana harus menghampiri dirinya di tengah lapangan.
Dengan tatapan -apa? Gue gak punya banyak waktu- yang dilayangkan Ana membuat Key terkikik geli. Ana mematikan musik yang ia putar sehingga suara Key kembali terdengar.
"Mau kemana lo? Langsung pulang?" Pertanyaan Key diabaikannya dan Ana melenggang meninggalkan Key yang terus menerus memanggil namanya.
Ana tadi tidak melihat Nara, tapi dia tidak peduli. Mungkin saja Nara sedang temu kangen dengan mantan tersayangnya. Siapa yang tahu?
Ketika berada di belakang kemudi, ia menjadi sedikit hidup. Entahlah, ia hanya nyaman ketika berada di belakang kemudi mobilnya.
Seperti sekarang, ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, melewati puluhan kendaraan yang menekan klakson ketika ia lewati, mendengarkan umpatan demi umpatan yang dilayangkannya ketika mengendarai mobil kesayangannya melewati satu per satu kendaraan.
Ana merasa lebih hidup dengan berada di sini, ia tersenyum. Senyuman yang jarang ditampilkan ketika ia bersama sahabat-sahabatnya sekalipun.
Bunyi klakson, umpatan-umpatan serta semilir angin membuatnya makin melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Apa yang ia khawatirkan? Tidak ada, toh jika ia mengalami sesuatu pun tak ada yang akan mengkhawatirkannya.
Hari menjelang malam, namun Ana masih saja mengelilingi ibu kota Jakarta dengan mobilnya. Siapa yang akan menanyakannya jika belum pulang hingga malam? Tidak ada, toh tidak ada yang mengkhawatirkannya, ingat?
Ana suka dengan semilir angin yang menerpa wajahnya ketika ia membuka atap mobilnya. Nyaman, sungguh nyaman berada disini.
Entah sudah berapa kali putaran, yang jelas di tol tidak ada yang namanya penilangan ketika mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi.
Suara panggilan pada ponselnya yang berada di dashboard membuatnya melirik ponselnya yang menampilkan nama orang yang ditunggunya. Dengan cepat ia menerima panggilan itu dan menggunakan earphones agar lebih leluasa.
"Halo,"
"...."
"Ya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dylana
Teen FictionAna yang seorang Bad Girl di sekolahnya harus mau merelakan waktunya yang berharga untuk Dylan, seorang Most Wanted di sekolah tetangga. Ana bingung kenapa Dylan selalu mendekatinya, ia selalu tak menanggapi ajakan Dylan setiap mengajaknya pulang be...