Kehilangan Sebelah Sayap

1K 31 14
                                    

Aku seperti malaikat yang kehilangan sebelah sayapnya -Ana

•••

"Mau ngomong apa?" tanya Dylan datar. Salah satu ekspresi yang tak pernah Ana lihat sebelumnya.

Mereka sedang berada di teras depan rumah Dylan dengan Dylan yang duduk menghadap ke depan dan tak sedikitpun memandang Ana.

"Kamu kenapa?"

"Apanya yang kenapa?" tanya Dylan tak acuh.

"Kamu.ngilang." sahut Ana dengan penuh penekanan serta air yang menggenang di pelupuk matanya.

Ana terdiam, menunggu jawaban yang akan dilontarkan oleh Dylan, namun sudah lima belas menit terdiam dan Dylan tak mengucapkan sepatah katapun padanya. "Aku kira kamu berbeda dengan orang lainnya, ternyata kamu sama saja." Ana meninggalkan Dylan dengan air mata yang turun dengan derasnya di kedua kelopak matanya serta meninggalkan rumah hangat itu.

Di dalam diamnya, Dylan menitikan air mata memandang lirih kepergian sang pujaan hati.

Setelah kejadian hari itu, mereka sudah tidak sama lagi. Hati yang rapuh, hancur karena sekali kesalahan. Kepergian tak dapat dihindari. Hanya sebuah penyesalan yang menjalar menggerogoti hati.

Mereka terdiam. Berdiri di tengah lautan yang siap melahapnya habis-habisan. Mereka tak berjalan maju ataupun mundur. Lebih memilih dibawa ke mana mereka oleh lautan. Akankah ke tengah laut atau justru ke tepian?

Penyesalan terdalam yang sangat ingin diulang kembali. Tapi, waktu tak memihak. Hanya ada penyesalan yang semakin hari semakin terngiang di benaknya.

Apa yang salah dari diriku?

Satu pertanyaan yang tak dapat tersampaikan. Satu jawaban yang didapati.

"Na!" Ana mengerjapkan matanya menghamburkan lamunan dalam benaknya. Key dan Nara berdiri di hadapannya dengan pandangan cemas yang selama seminggu ini mereka tampakkan. Sedih, tentu saja. Melihat sahabat yang selama ini tak pernah menunjukkan ekspresi kesedihan, untuk pertama kalinya memasang raut wajah itu di hadapan mereka, bahkan seluruh orang yang dijumpainya.

Seberpengaruh itukah perannya dalam hidup sahabat mereka? Ya, sepenting itulah perannya dalam hidup Ana.

Ana merasa hampa, penopang yang selama ini menyangganya menghilang. Ia tak mampu menyesuaikan dirinya dengan semua kehilangan yang ia lalui.

"Ana! " Ana menolehkan kepalanya ke arah Key yang memanggilnya dengan senyuman lebar di bibirnya. "Do you wanna build a snowman?"

Ana tertawa untuk pertama kalinya setelah kejadian itu dan Key maupun Nara bersyukur akan candaan receh yang Key keluarkan ternyata mampu membuat Ana tertawa dengan terbahak-bahak. Namun, mereka lupa jika seseorang yang tertawa hanya dengan lelucon garing, maka seseorang itu sangatlah kesepian.

"Pulang, yuk, kita main ke rumah Ana saja." Key menarik lengan Ana dan Nara agar mengikuti langkah cepatnya dan mengabaikan protes yang keluar dari bibir kedua sahabatnya. Ya, setidaknya hari ini Ana dapat tersenyum.

"Oke, pasang sabuk pengaman kalian karna kita akan segera meluncur ke istana negara! " pelik Key dengan girangnya serta mengabaikan tatapan datar kedua sahabatnya.

Perjalanan menuju rumah Ana sangat mengasyikkan. Key yang memiliki selera humor recehpun langsung mengeluarkan jokes yang membuat Ana tertawa karena kerecehan yang Key bawa sungguh luar biasa. Nara hanya tersenyum kecil melihat perubahan sikap Ana yang sedikit lebih bersahabat daripada saat awal mereka kenal, thanks to Key.

Rumah bercat putih itu terlihat sangat sunyi di luar dan Ana sudah dapat menebak jika tak ada kedua orangtuanya di sana. Rasanya hampa, melihat sebuah bangunan kosong tak berpenghuni. Rindu di dalam dadanya menjalar mengudara.

DylanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang