TPOMG; Bab 6

415 42 13
                                    

Pak Ustad mengangguk lalu menjelaskan semua tata cara sholat dan wudhu. Mereka bertiga sudah sedikit mengerti.

"Saya respect dengan kalian, belum tentu remaja sekarang mau diajarkan sholat," ujar Pak Ustad setelah mengajarkan kepada pria remaja di depannya ini.

"Iya, Pak. Tapi sholat ribet juga ya," tutur Fauzan yang mengusap rambutnya seperti frustasi yang ringan.

"Tidak ada yang tidak bisa kalau kalian mau belajar dan terus mencoba mengikuti jalan Allah." balas Pak Ustad yang sangat paham dengan remaja ini.

Pak Ustad terus berceramah betapa pentingnya sholat, taat kepada Allah, tapi ketiga orang tersebut sangat bosan dan lesu.

Fauzan sangat ngantuk dan segera ingin tidur, "Pak Ustad, udah ya, kita pamit dulu. Assalamu'alaikum." pamitnya dan mencium tangan Pak Ustad lalu dia berjalan keluar duluan meninggalkan Bang Fred dan Noval.

Noval melihat Fauzan yang sedang berjalan keluar, "Maaf ya, Ustad. Dia emang kaya gitu."

Bang Fred mencium tangan Pak Ustad diikuti oleh Noval, "Kalo gitu, kita duluan ya, Ustad. Makasih ceramahannya, Assalamu'alaikum." mereka berdua berjalan pergi.

Pak Ustad menggeleng kepala, "Wa'alaikumsalam."

***

Bang Fred dan Noval mengejar Fauzan yang masih berjalan santai, "Fauzan! Kok lo pe'a sih?" kata Noval yang mulai menyejajarkan jalannya dengan Fauzan.

"Ngantuk," balas Fauzan singkat seraya menguap. "gue balik duluan." Fauzan langsung berlari ke arah motor gedenya lalu ia memakai helm dan menjalankan motor tersebut sembari berkata embel perpisahan kepada teman tongkrongnya.

***

Isna sedang berada di halte bus, dia sedang menunggu ayahnya untuk datang menjemputnya. Isna meremas roknya sesekali dan mengecek hpnya berulang kali, belum ada tanda-tanda jika ayahnya akan menjemputnya.

"Aduh, Abbi di mana, ya?" gumam Isna berkali-kali, "Mau hujan, aku gak bawa payung lagi." Isna melihat ke atas langit yang cenderung gelap.

Isna sendirian di halte tersebut, cuaca yang mendung dan kendaraan yang lumayan sepi ini membuat Isna sangat parno, "Abbi ..."

Tak lama, sebuah motor gede datang menghampiri Isna. Dengan was-was, Isna mundur sedikit. Pria yang memakai motor gede tersebut melepas helmnya.

"Nunggu siapa?" tanya pria tersebut.

Isna menghela nafas lega karena orang tersebut adalah orang yang dikenalnya, walaupun masih baru.

"Lagi nunggu Abbi, Zan."

Fauzan kecewa karena Isna menyebut nama lelaki, berarti Isna sudah punya pacar, harapan Fauzan telah menjadi debu. "Abbi siapa? Pacar lo?" tanyanya lagi, nadanya agak jutek.

Isna terkekeh sembari menggeleng, Fauzan sempat tercenung melihat Isna seperti ini, "Enggak, itu bukan pacar aku tapi Ayah aku," Isna masih terkekeh, "masa aku pacaran sama Ayah sendiri."

Fauzan manggut-manggut, dalam hatinya sangat senang! tetapi dia juga penasaran kenapa Isna memanggil ayahnya dengan sebutan Abbi, "Kok manggil Ayah kamu Abbi, sih?"

Isna mendengus, dia baru ingat kalau Fauzan tidak mengerti bahasa Arab, "Abbi itu bahasa Arab yang artinya Ayah."

Fauzan hanya ber-oh ria. Fauzan menatap langit yang sudah gelap lalu dia mengadahkan satu telapak tangannya keatas seperti meminta, "Yaahh, hujan. Untung udah pake jas hujan."

Isna menatap jalan raya yang sudah dibasahi air hujan itu pun tersenyum lalu dia berdoa.

"Allahuma Shayyiban Nafi'an"

Fauzan yang mendengar Isna yang berdoa itu menyahut keras, "Amiinnn." katanya seraya mengusap telapaknya ke wajahnya.

"Lo doa apaan?" tanya Fauzan setelah berkata Amin.

"Hujan," jawab Isna singkat.

Fauzan sesekali mencuri pandang ke Isna yang sedang berdiri di halte dan tidak terkena air hujan. Sebenarnya Fauzan basah kuyup tapi hanya dibagian jas hujannya.

Si Isna kagak ada simpatinya amat, ajak gua gitu, biar gak basah juga. batin Fauzan mendumel.

Isna melihat Fauzan yang masih setia di tempatnya, "Gak pulang?"

Fauzan berteriak karena kerasnya hujan deras, "Mau bareng gak? Ntar lo sakit aja."

Isna menggeleng cepat, "Gak mau. Masa aku dibonceng sama cowok." 

Fauzan mengernyit aneh, "Lah?? Gak boleh ya?"

"Nggak lah, dosa tau," final Isna, Fauzan mengusap dadanya prihatin.

Isna tersenyum senang karena melihat bus yang berhenti di halte, "Aku duluan, Assalamu'alaikum." Isna berlari dan masuk ke dalam bus tersebut. Isna mencari-cari space kosong untuk di duduki nya.

Lebih baik aku naik kendaraan lain walaupun mahal daripada harus boncengan sama cowok manapun. ujar Isna dalam hati.

"Wa'alaikumsalam." balas Fauzan dengan nada kecil. Dia pun melihat bus yang ditaiki oleh Isna tadi sudah mulai menjauh. Baru saja ia menyalakan mesin motornya, ada sebuah mobil yang berhenti tepat di depannya.

Perlahan, kaca mobil itu terbuka lalu ada pria setengah baya melihat ke arah Fauzan. "Dek, maaf. Liat anak seumuran kamu gak? Perempuan, masih pakai seragam sekolah terus berjilbab."

Fauzan memerhatikan wajah pria sebaya ini dengan teliti. Setelah tahu, dia berseru senang, "Ini Pak Ustad bukan? Yang tadi ngajarin saya sholat." Fauzan mengangguk yakin bahwa pria setengah baya ini adalah ayahnya Isna, "Iya, saya liat. Namanya Isna kan?"

Pak Ustad tersenyum ramah, "Iya, di mana kamu liat Isna?"

Fauzan mengangguk, "Udah pulang naik bus, mungkin nungguin Pak Ustad kelamaan jadi duluan, deh." Fauzan memajukkan motornya sedikit agar bisa mengobrol dengan ayah Isna. "Tadi Isna udah saya ajakin pulang bareng, tapi si Isna-nya enggak mau."

Pak ustad membuka hpnya, sangat banyak notifikasi telefon dan sms dari anaknya tersebut, "Kalo Isna beneran pulang bareng sama kamu. Saya akan omeli dia abis-abisan," Pak Ustad menutup kaca mobilnya perlahan, seraya berkata. "Terimakasih, saya duluan. Assalamu'alaikum." Pak Ustad pun melajukan mobilnya.

"Wa'alaikumsalam." balas Fauzan.

Fauzan mengernyitkan dahinya, "Isna kok diomelin? Kan cuma pulang bareng," selanjutnya, Fauzan tersenyum senang, "Peluang ini, pendekatan sama mertua tadi."

***

Mainstream ya? Tapi gua usahakan biar cerita ini menarik dibaca hehe.

Gua gak nyangka juga kalo ada yg masukin cerita ini ke reading list dan responnya positif. TYSM 🙆🙆

My Heaven PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang