Sekarang Fauzan sedang berada di dalam kamarnya. Dia sedang membayangkan kalau dia bisa mendapatkan Isna menjadi miliknya. Itulah hal terindah dalam hidupnya.
"Tapi, Isna nerima gue nggak, ya?" Fauzan jadi kurang percaya diri. Dia menutupi wajahnya dengan bantal, untuk menghindari kegugupannya.
Tunggu.
Fauzan jadi teringat oleh temannya Gery, sudah tiga tahun yang lalu ia meninggal karena sekedar hobinya sendiri.
Fauzan dengan cepat langsung menuju kamar belakang yang isinya terdapat kenangan pahit dan manis di sana. Dengan perlahan ia membuka knop pintu tersebut dan memasukinya.
Ada sebuah motor matic yang sudah dimodifikasi, ada beberapa piala yang terpajang di lemari, helm full face, dan juga baju yang biasa dipakai untuk balap liar.
Yaa, hobi Fauzan adalah balap liar. Karena hobi tersebut nyawa temannya melayang. Fauzan trauma dan memutuskan untuk meninggalkan hobi tersebut.
***
Besoknya di kelas. Fauzan masih mencueki Isna, tetapi ia punya kejutan untuk cewe yang disukainya nanti sore.
"Fauzan, kamu coba mengaji iqro 6," suruh Bu Ida. Fauzan juga sudah berusaha keras untuk mengaji supaya bisa mendapat hati Isna.
"Oke." Fauzan membuka iqronya, tetapi ia langsung mencari sesuatu, seperti ada yang hilang.
"Tunjukkan iqro gue di mana yak." Fauzan bermonolog. Kepalanya celingak-celinguk mencari benda kecil dan panjang tersebut.
Fauzan sudah terbiasa memakai 'tunjukkan' saat mengaji. Karena ia tidak bisa menggunakan jarinya soalnya jari Fauzan terbilang besar-besar. Jadi, agak susah melihat huruf-huruf hijaiyahnya.
Tiba-tiba ada yang menyodorkan benda kecil itu ke Fauzan. Fauzan langsung menegakan kepalanya ke atas dan melihat Isna yang sedang memegang 'tunjukkan'.
"Pake punyaku aja." Isna tersenyum kecil.
"Ya Allah.." Fauzan membatin. Tapi sebisa mungkin Fauzan tetap menunjukkan sikap cueknya. Dengan datar, ia menerima benda itu dan berterimakasih.
Fauzan pun mulai mengaji, suaranya bagus tetapi masih belum lancar. Dari ujung matanya, Fauzan melihat Isna sedang memperhatikannya mengaji.
Duh, gimana nggak gugup!
***
Saat pulang sekolah, Isna piket terlebih dahulu.
"Kolong meja bersihin jangan lupa." Fauzan menyahut dari depan kelas, ia sedang membersihkan papan tulis. Hari ini juga ia piket.
"Kalau bisa dari yang paling belakang ujung kanan," sahut Fauzan lagi, tanpa menengok ke Isna.
Isna hanya mengangkat bahunya. Kemudian berjalan ke meja yang ada di belakang. Isna membersihkan kolong meja dengan sapu yang ia masukkan, tetapi ada kertas karton yang digulung dengan pita.
Isna membuka gulungan tersebut yang berisi tulisan.
Hai Isna. Jangan lupa liat kertas di samping meja ya.
Isna mengerutkan keningnya, lalu ia berjalan ke meja samping dan mengambil kertas karton yang digulung itu, tak lupa dengan pitanya.
Cie, kalau buka ini pasti kamu penasaran.
Ayo ke samping meja lagi!
Isna melihat ke arah depan. Sudah tidak ada Fauzan di sana. Dan di sini ia sendirian.
Isna mengambil kertas itu lagi untuk ke tiga kalinya.
Kali ini tak hanya gulungan kertas karton. Tetapi ada coklat yang berbentuk hati.
This is for you.
Mau tau dari siapa? Ada di meja sebelah lagi. Pasti kepo, kan? Harus kepo dong.
Benar, Isna benar-benar kepo! Dia mendekap coklat berbentuk hati itu di tangannya. Saat gulungan ke empat ia pegang, dengan perlahan ia membukanya.
Kosong. Tidak ada kata-kata yang tertulis di sana.
"Yah, kok kosong. Ini dari siapa?" gumam Isna.
"Dari Fauzan," ucap Fauzan, entah darimana ia datang tiba-tiba di hadapan Isna.
"Jadi gini, gue udah lama ernghh...," Fauzan menggantungkan kalimatnya, berdehem karena gugup. "Ekhem, jadi ... gue itu suka sama lo, Na."
"Terus?" kata Isna spontan.
"Hah? Kok terus sih," ceplos Fauzan, ia langsung menutup mulutnya. "eh, maksudnya. Lo mau jadi pacar gue?"
Isna hanya tertawa kecil, melihat tingkah Fauzan yang tiba-tiba seperti ini.
Fauzan memasang muka heran, mengapa Isna tertawa? Padahal ia sedang tidak melawak.
"Kenapa?" tanya Fauzan. "Gue sayang lo." ucap Fauzan jujur, dia sudah ingin memberitahukan bahwa dia sayang kepada Isna, "Pacaran, yuk?" ajak Fauzan, mungkin dia belum tahu, bahwa resiko menembak mantan anak pesantren itu berat.
Isna tersenyum kecil, "Kalo kamu sayang aku, kamu gak mungkin ngajakin aku pacaran. Masa orang yang kamu sayang disuruh mendekati perbuatan zina." Isna menjeda seraya berkata, "kan aneh, Zan."
JRENG!
Fauzan mendadak kaku, ternyata... benar apa yang dikatakan Noval, menembak mantan anak pesantren itu berat.
Fauzan ditolak!
"Eh, heeh. Gini... erngghh--" Fauzan jadi gugup sendiri. "Yaudah gapapa ditolak juga, ini sebagai tanda persahabatan, bolehkan?" Fauzan menyodorkan buket mawar putih yang ia beli kemarin.
Dengan senang hati Isna menerimanya. "Iya, kalau sahabatan itu lebih baik. Enggak ada kata putus."
Senyum dibibir Fauzan mengembang. Ia merasakan senang dan sakit hati sekaligus. Setidaknya, Isna mau menerimanya, walau hanya sebagai teman.
"Yaudah, pulang bareng yuk?" ajak Fauzan, mencari topik.
"Enggak usah, udah dijemput Abi."
"Oh yaudah, kalau gitu gue duluan, ya." Fauzan berjalan keluar kelas. "Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Ada seorang gadis yang melihat Isna dan Fauzan berada di dalam kelas dari balik jendela. Ia mengepalkan tangannya kuat dan melebarkan tatapannya menjadi amarah.
"Awas lo Isna!" gadis tersebut pergi dengan geram dan mulai merencanakan sesuatu.
Isna kini sedang berada di luar pagar, menunggu Abinya yang sedang menjemputnya. Keadaan sekolah sudah sepi, satpam saja sudah tidak berjaga lagi di depan pagar sekolah.
Dari dalam mobil yang tak jauh Dari pagar sekolah, ada dua orang yang mengintai Isna.
"Cepet, bawa dia!" suruh seorang gadis kepada seorang lelaki di sampingnya.
Lelaki tersebut mengangguk dan langsung membekap Isna dengan tangannya.
Isna memberontak, tetapi tenaga lelaki lebih kuat dan ia tak bisa berbuat apa-apa. Isna langsung dibawa ke dalam mobil.
Gadis yang berada di dalam mobil tersebut tersenyum licik karena ia berhasil membawa Isna.
"Tunggu tanggal mainnya."
***
Aku mau kasih tau, 2 bab lagi My Heaven Princess tamaaattt😥😥😥😭😭😭
Sad/Happy Ending enaknya?
Coba tebak2 dulu😜
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heaven Princess
Novela JuvenilGANTI JUDUL JUDUL AWAL: The Power Of Muslim Girl Fauzan tidak menyangka bahwa ada bidadari di sekolahnya. Dia mendekati Isna, seorang murid baru yang ada di sekolah Fauzan, dulu Isna mantan anak pesantren, tetapi karena akhlak agamanya sudah bagus...