Fauzan hanya tinggal bersama mamanya saja. Ayah dan mamanya telah bercerai saat Fauzan masih SMP kelas satu. Oleh karena itu, Fauzan di didik oleh mamanya dengan cara mambayar guru ngaji untuk mengajarkan Fauzan, mamanya tak punya banyak waktu luang untuk mengajari Fauzan karena menjadi single parents harus kerja extra demi kebutuhan keluarga.
***
Isna sedang makan malam bersama keluarganya di meja makan. Isna mencueki ayahnha dari tadi karena masalah lama jemput waktu pulang sekolah.
"Isna... masih ngambek sama Abbi, ya?" tanya Roni lembut, Isna cemberut dan menggembungkan pipinya.
"Masih, Abbi." jawab Isna jujur.
"Yahh, kesayangan Abbi lagi ngambek nih, Zahra aja nggak ngambek kan sama Abbi?" Roni menyerongkan badannya ke kanan sedikit dan mengusap kepala anaknya yang berumur 4 tahun itu dengan sayang.
Zahra yang sedang asyik makan itu hanya mengangguk-angguk kepala, dia menoleh ke arah Isna. "Ukhti kok ambek ama Abbi, kenapa?" tanya Zahra dengan cadelnya.
Isna tersenyum, "Masa ukhti nungguin Abbi itu lama banget tau, aku kan cape nunggunya."
Zahra yang mendengar perkataan ukhtinya itu langsung menoleh ke Roni, "Abbi kok lama? Kasian tau ukhti Isna."
Sarah terkekeh, "Hayoloh, Abbi, diteror sama kedua anaknya ..."
Roni menampakkan muka sedihnya, "Abbi harus apa dong biar kalian berdua enggak ngambek?"
Zahra dan Isna saling menoleh satu sama lain dan berseru, "Beli eskrim!" semua tertawa bersama di meja makan, Isna bersyukur karena bisa kembali dengan keluarganya yang harmonis, kejadian masalalu-nya itu sangatlah suram dan dari situ keluarga Isna tak ada yang peduli dengannya, hanya Sarahlah yang bersedia merawat Isna dari jauh, yaitu di pesantren.
***
Fauzan sedang bercermin di kaca besarnya, sesekali ia menyisir rambutnya dengan jarinya dan berpose gaya bak model majalah.
"Cakep amat gue yak, kalo diliat-liat." ucap Fauzan sendiri, dia memasukan buku pelajarannya hari ini dan juga Iqro untuk belajar dengan Isna.
"Fauzan! Main, yuk!!" panggil seseorang diambang pintu dengan keras, hingga terdengar sampai di atas–letak kamar Fauzan.
Fauzan membuka jendela kamarnya dan melihat Noval di bawah sana, "Ayukk, bentar. Aku pake sendal dulu." balas Fauzan seperti anak kecil dari jendela kamarnya.
Noval tertawa, "Haha, buruan turun. Lama banget lu kaya lekong."
"Wanjir, satu kata maut punya Mama gue kenapa lo bawa-bawa?" Fauzan menunjuk-nunjuk Noval dengan sisir yang dipegangnya, "Gue bukan lekong, cyiinn. Bye." Fauzan masuk lagi ke kamar dengan gaya ala princess.
"Idih, biadab!" teriak Noval.
Fauzan turun dari kamar dan langsung berlari ke arah pintu lalu membukanya. "Ayoklah, berangkat." Fauzan menutup kembali pintu rumahnya lalu dia menuju garasi untuk mengambil mobilnya, Fauzan mengeluarkan mobilnya hanya sampai depan pagar, dia pun turun lagi untuk mengunci pagar.
"Di rumah sendiri lo?" tanya Noval saat melihat Fauzan yang menggembok pagar rumahnya sendiri.
"Hooh, Bi Surti pulang kampung." ucap Fauzan, Noval hanya ber-oh ria. Noval sangat salut dengan Fauzan, walaupun dia malas sholat sama mengaji, dia tetap berbakti dengan ibunya walaupun ayahnya tidak menjadi anggota keluarga lagi. Intinya, Noval sedikit senang karena Fauzan lama-kelamaan akan menjadi manusia yang berguna.
Fauzan memakirkan mobilnya di lahan yang kosong, semua pasang mata guru tertuju padanya karena mereka berdua baru datang di saat jam istirahat pertama sudah dibunyikan 20 menit yang lalu.
"Halo, Ibu Ida." Fauzan dan Noval menyalimi guru agamanya tersebut.
"Wa'alaikumsalam." balas bu Ida ketus.
Fauzan terkekeh, "Ibu, saya 'kan bilang Halo bukan Assalamu'alaikum. Ibu 'kan guru agama, masa gak tau sih, kat-"
Perkataan Fauzan dipotong oleh bu Ida dengan cepat, "Saya bilang Wa'alaikumsalam supaya kamu peka, sapaan apa yang bagus untuk menyapa seseorang!" tegas bu Ida, "Kamu bawel banget ih, kaya lekong."
Noval tertawa terbahak karena bu Ida mengatai Fauzan dengan sebutan maut tersebut, tapi bu Ida langsung mempelototinya.
Fauzan menampakkan muka sedihnya, "Ya Allah, Ibu. Heran saya pada demen banget nista saya pake kata lekong, udah tau saya itu cool."
"Jam ke 5, kelas kamu pelajaran ekonomi kan?" tanya ibu Ida, mereka berdua mengangguk, "Pak Toni tidak masuk karena beliau sakit. Tolong kerjakan tugasnya, abis pelajaran beliau adalah pelajaran saya!"
Fauzan dan Noval memekik senang karena Pak Toni tidak masuk, mereka berjoget ria.
"Yeyeyeye, Pak Toni kaga masuk, orangnya lagi sakit. Sampaikan GWS dari saya, Bu, buat Pak Toni." ujar Fauzan girang.
Bu Ida menggeleng, baru kali ini beliau menemukan spesies seperti Fauzan. "Ganti ucapan GWS dengan Syafakillah."
Fauzan mengangguk, "Iya, Bu. Fakilah Fakilah."
Noval tertawa dan menepuk bahu Fauzan tidak santai, "Sapakilah yang bener, pea!"
Ibu Ida menegur Noval, "Kamu juga sama budegnya kaya si Fauzan, Noval Geraldi." Noval hanya menyengir.
"Yaudah, kalo gitu kita pamit dulu ya Bu, ke kelas." baru saja Fauzan dan Noval beranjak pergi, tapi bu Ida langsung memanggilnya.
"Fauzan! Noval! Kalau kalian berdua tidak mengerjakan tugas tersebut, hukuman kalian double ditambah keterlambatan kalian ini!" ujar bu Ida dengan nada lantangnya. "Khusus kamu Fauzan, kamu sekarang harus bisa menghapal Iqro satu dengan lancar tanpa terbata-bata, minta ajari teman kamu yang bisa gitu, biar kamu juga maju."
Fauzan mengangguk sembari tersenyum, "Siap, Bu!" mereka berdua pergi ke kelasnya.
Bu Ida berharap lebih ke Fauzan agar bisa sholat dan ngaji, beliau dengan sukarela meluangkan waktunya demi mengajari Fauzan, tetapi terlalu banyak duka karena Fauzan kabur terus saat diajari.
***
Ada yg mau ngajarin Fauzan ngaji dengan sukarela? :v
Komenannya makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heaven Princess
Teen FictionGANTI JUDUL JUDUL AWAL: The Power Of Muslim Girl Fauzan tidak menyangka bahwa ada bidadari di sekolahnya. Dia mendekati Isna, seorang murid baru yang ada di sekolah Fauzan, dulu Isna mantan anak pesantren, tetapi karena akhlak agamanya sudah bagus...