📌2nd The Clue

826 168 7
                                    

-A clue.










"Sialan ya lo, ninggalin kita berdua!!" Yesha langsung menepuk punggung Kenzi yang sedang tenang-tenangnya main ponsel.

"Tau lo! Kita tersiksa, lo malah asik-asikan main getrich disini!" Arin menambah pukulan Yesha.

"Sakit ih!" Kenzi menyingkirkan tangan keduanya.

"Salah lo pada, yang pinter dikit kek. Langsung ngacir kayak gue tadi." Kenzi kembali memainkan getrich-nya.

Yesha menghela napas, rasa-rasanya dia ingin sekali nguyel-nguyel kepala Kenzi sampe mampus, tapi dia sedang tidak mood juga. Arin juga, mereka pun sama-sama duduk di depan Kenzi.

"Dewa mana?" Tanya Yesha.

"Mark juga, mana?" Tanya Arin.

"Cih, nanya doi baru." Ucap Kenzi pelan.

Keduanya langsung melototi Kenzi, "Dewa, ke perpus. Mark, gatau dah. Nah, tuh anaknya dateng."

Mark datang dengan wajah suntuk, kusut, dan terlihat sedang bete. Mungkin moodnya sedang turun. Benar saja, Mark duduk di kursi, dan langsung menelungkupkan wajahnya ke meja.

"Lo kenapa Ma-"

Belum sempat Arin bertanya. "Jangan ganggu gua."

Yesha dan Arin saling bertukar pandang. Lalu Yesha mengedikkan bahu.

Bel pulang sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Karena jam terakhir kosong, beberapa murid sudah pulang lebih dulu. Kelas bertambah sepi.

Arin sudah siap untuk pulang, begitupun dengan Kenzi.

"Rin, lo dicariin Helmy!" Kata Dino sebelum dia benar-benar keluar kelas.

Arin pun meminta izin untuk pulang duluan, katanya sih, bantu Helmy cari tempat buat rapat osis gabungan sama sekolah sebelah.

Tapi, ini malam minggu, dan kelihatannya di luar lagi banyak event. Film di bioskop juga lagi banyak yang seru. Kemungkinan besar, mereka jatuhnya malah ngedate.

Yesha sebenarnya lagi malas kemana-mana juga, soalnya dia 'kan gapunya pacar.

"Sha," panggil Dewa saat Yesha akan mendekati lokernya.

"Hm?" Tanya Yesh dengan malas.

"Kamu kosong hari ini?" Yesh hanya mengangguk pelan. "Kita nonton, mau gak? Kebetulan aku dapet tiket drama musikal dua."

"What!?" Yesha terkejut.

Bukan karena ajakan Dewa. Melainkan sebuah surat pink lagi.



















I'm so glad, you have been born into the world.
With you, I feel better.
With you, I think everything became better.

How about your guess? Did you guess my name?






















Yesha jadi semakin penasaran. Siapa pengirimnya.

"Sha." Daehwi menepuk bahunya pelan.

"Eh iya, gimana-gimana?"

Daehwi menghela napas. "Mau ikut ga? Aku punya tiket dua nih."

Yesha berpikir sebentar.

Kapan lagi coba, diajak nonton sama cogan. "Umm, boleh deh."

"Yaudah yuk." Dewa menggenggam tangan Yesha.

Entah kenapa, bukan merasa senang, Yesha justru merasa agak risih kalau Dewa menggenggam tangannya. Ada apa ini?

Drrt. Ponsel Dewa bergetar.

"Sebentar ya, Sha." Dewa agak menjauh dari Yesha yang hanya diam dan mengangguk-angguk saja.

"Apa!? Echan kenapa!?" Dewa menghembuskan napasnya kasar, dia terus berdecak kesal.

Sudah dua kali dia gagal mengajak Yesha, entah itu pulang bersama, ataupun nonton bersama. Karena Echan juga habis mengalami kecelakaan saat hendak menyebrang jalan.

"Duh, Sha. Maaf ya, gajadi. Aku harus nemuin saudara di rumah sakit. Padahal aku yang ajakin." Ujar Dewa.

Yesha menggeleng tersenyum, lalu menepuk bahu Dewa pelan. "Ng, gapapa kok, mau aku temenin?"

"Kamu pulang aja. Aku kayaknya bakal lama disana."

"Yaudah, salam sama adek kamu kalo udah mendingan. Dadahh." Yesha pun membalas lambaian tangan Dewa.

Yesha pun kembali menyusuri koridor yang sudah kelewat sepi. Hanya satu dua orang yang lewat. Saat sudah sampai lobby sekolah, seseorang menepuk bahunya.

Yesha menoleh, namun, orang itu justru membalikkan tubuh Yesha sepenuhnya. Beberapa detik kemudian, orang itu menaruh dagunya di pundak Yesha. Tangannya melingkar di badan Yesha.

"Lima menit aja. Gua gak nerima penolakan." Yesha yang tadinya melawan, langsung membeku di tempat.

Dia benci saat-saat ini sebenarnya.

Dia tidak menginginkan ini terjadi lagi sebenarnya.

Cukup saat itu saja. Baginya, bertahan bersama orang ini hanyalah sebuah kesalahan terbesar, yang akan hilang terbawa angin.

Tapi dia salah, justru kesalahan itu kembali datang, dan membekas dalam dirinya.

"Gaada yang berubah. Lo selalu bikin gua nyaman berada di deket lo." Bisik orang itu.

"Lo kenapa?" Tanya Yesha, dengan posisi mereka yang masih bertahan.



















"Gua tau, lo sudah menerima surat itu kan?" Selanjutnya, Yesha angkat tangan.

Dia benar-benar akan ambruk sekarang juga.






















To be continued.

(1) secret admirer✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang