.Tigabelas.

22.9K 1.4K 54
                                    

"Lagi?" desis Adrian kepada Nadira yang sedang menghirup kuah bakso di dalam mangkok yang sudah habis isinya itu, bagaimana tidak Nadira selepas sholat isya tadi, meronta-ronta kepada Adrian untuk membawanya ke salah satu warung bakso dekat dengan Alun-alun kota, tidak tahu jika Adrian baru saja pulang bekerja, Nadira ingin makan bakso karna itu permintaan anaknya, dan Adrian tidak bisa menolak ia tidak ingin permintaan anak nya tidak dikabulkan, bisa-bisa ileran anaknya nanti. Ayahnya ganteng Bundanya cantik anaknya ngeces ngga banget kan.

Nadira menyengir lalu membersihkan mulutnya dengan tisu yang berada disebelah botol kecap "Ga kok, udah kenyang gue."

"Ya kalo aja mau nambah sekali lagi, jadi sama kaya skor Arema sama Pusaminia 5-1." Ucap Adrian sambil menarik tisu di dari dalam tempatnya untuk menyapu keringat di pelipis kepala Nadira "Lo lima, gue satu," lalu setelah pelipis Nadira sudah bersih dari keringat Adrian membuah lembaran tisu itu ke dalam mangkung bakso yang sudah Adrian lahap isinya.

Hubungannya dan Nadira sudah ollai membaik sekarang tak ada Zidan sebagai seorang pengganggu lagi, plp tidak tahu kemana anak itu pergi, kemanapun Zidan pergi Adrian tidak pernah ingin tahu, toh, jika anak itu tidak ada hubungannya akan baik kembali seperti semula kan?.

"Harusnya hal-hal kaya cewe yang lakuin ke cowonya, dan yang gue praktekin tadi bertolak belakangmg ama teorinya,"

Adrian menatap Nadira "Dan lo merupakan perempuan beruntung punya gue."

Nadira menyeruput tes es miliknya smabil menggedikan bahunya keatas "Whatever, yang jelas sama lo gue nyaman udah itu aja untuk yang lain nya gabisa gue ungkapin pakai kata."

"Gue harap kita selamanya gini Ra."

***

Adrian memandang dingin Pria setengah baya dihadapan nya sekarang, Adrian tahu pria ini yang menanam benih dirahim ibunya yang hasilnya Adalah Adrian, Adrian tahu pria ini juga yang mebiayai kehidupan beserta pendidikannya, Adrian tahu bahwa tidak boleh besikap seperti ini pada Ayahnya, tapi rasa hormat nya sudah tertimbun oleh rasa benci karna orangtua nya tidak pernah memperhatikan nya sedari kecilnya.

"Papa dengar kamu sekarang bekerja di sebuah kafe sebagai seorang pelayan."

"Iya emang bener, lagian apa peduli Papa mau gimanapun aku papa ngga pernah peduli juga, dari dulu yang Papa pedulin cuma kerjaan-keraan dan kerjaan." Tutur Adrian taktertahankan.

"Soal itu Papa beneran minta maaf, sekarang Papa cuma mau memperbaikin kesalahan Papa dulu," Lalu Leon menarik nafas dalam. "Papa mau kamu ngelanjutin perusahaan ini, Kamu tahu kan cuma kamu yang bisa Papa harap untuk ini?"

"Papa tahu keperluan kamu dan Nadira tidak sedikit Adrian, belum lagi keperluan anak kamu yang bukan hanya satu tapi dua, cukup apasih gajih kamu sebegai pelayan kafe?"

Meskipun Leon jarang berada dirumah dan jarang bertemu dengan Anaknya ini karna tuntutan pekerjaan, Leon tahu betul Adrian anak yang tidak suka dipaksa, Adrian tidak akan melakukan hal yang tidak ia ingin lakukan, dan semoga saja dengan membujuk Adrian dengan embel-embel Nadira dan Anaknya dapat membuat Adrian luluh.

"Nanti Karyawan Kepercayaan Papa yang membimbing kamu tentang Perusahaan ini, lagipula kamu sudah selesai kan Ujian jadi kamu bisa lebih banyak mempunyai waktu untuk belajar disini."

Adrian diam saja tidak menanggapi pembicaraan Pria paruh baya yang telah membuat ia berada di dunia ini, Adrian masih menimbang-nimbang semua, bukan perkara mudah menggatikan Papanya sebagai seseoarang yang memiliki jabatan tertinggi di kantor, dengan Ia yang hanya anak lulusan jurusan Pengetahuan Sosial, Rasanya Adrian sangat tidak yakin.

Namun jika mengingat Nadira dan buah hatinya, Adrian tidak ingin Nadira dan anakanya nanti kekurangan, jika dipikir-pikir pun apa yang dikatakan Papa nya tadi benar penghasilan nya sebegai pelayan tidak akan cukup, biaya chek up, susu untuk Nadira, kebutuhan konsumsi mereka setiap hari, uang untuk bensin Adrian belum lagi tabungan untuk persiapan kelahiran Nadira nanti.

***

Suara dentingan piring dan suara derasnya air yang keluar kran mendominasi dapur saat ini, Nadira selepas makan malam tadi mencuci piring di wastafel, sesekali matanya melirik kearah Adrian yang sedang fokus berkutat dengan layar laptop nya di meja makan, laki-laki itu lebih memilih untuk menemani Nadira mencuci piring di dapur dari pada meladeni Angga dan Rama yang sedang bertamu ke apartementnya dengan alasan karna seluruh kota sedang mengalami pemadaman listrik hanya gedung-gedung besar tertentu saja yang tidak mengalami pemadaman, dan gedung apartement Adrian salah satunya.

Nadira mematikan kran air di wastafel, menandakan bahwa Wanita itu telah selesai melakukuan pekerjaan nya yaitu mencuci piring tadi.

"Ngapain fokus banget kayanya?" tegur Nadira pada Adrian lalu menarik satu kursi di meja makan yang tepat berada di seberang kursi yang Adrian duduki.

Adrian menutup layar laptopnya namun tidak rapat, agar bisa melihat Nadira sepenuhnya. "Gue lagi cari nama buat mereka, tapi ga dapet-dapet yang cocok. Gak srekk semua."

"Mana sini gue liat."

Lalu Adrian memutar laptop nya agar Nadira dapat melihat layarnya. Namun entah kenapa yang tertampil saat layar sudah berada dihadapan Nadira adalah tab-tab yang dibuka Adrian sebelumnya.

"Apaan nih, Tips-tips menjadi CEO sukses di usia muda." Nadira membaca apa yang tertampil di hadapan nya sekarang, lalu seketika menatap Adrian meminta jawaban tentang apa yang ia lihat saat ini.

"Itu---anu apa ya, aduh gimana sih."

"Anu apanya sih Yan."desak Nadira

"Papa nyuruh gue kerja dikantornya, gantiin posisi dia makanya gue lagi belajar sekarang."Jawab Adrian

"Kapan bilang nya? Ko lo ngga cerita sih." komentar Nadira

Adrian memang belum bercerita kepada Nadira tentang pertemuan nya dengan Papanya tadi, Adrian masih belum yakin dengan itu makanya lebih baik ia merahasiakan dulu, jika ia sudah yakin dia baru akan memberitahukan kepada Nadira, namun sekarang Nadira sudah terlanjur mengetahuinya.

"Tadi siang, makanya gue lagi belajar dikit-dikit biar ga malu-maluin nanti." Adrian menghembuskan nafasnya "Secara lo tau lah, gue paling ngga suka pekerjaan beginian."

"Gaya lo, syukur-syukur Papa mau ngasih Perusahaan nya ke lo."

Adrian mendengus mendengar kalimat yang terakahir yang diucapkan Nadira.

"Yaudah sih, menurut lo gimana?"

Kening Nadira mengkerut. "Menurut gue?"

Lalu Adrian mengangguk "Iya, Menurut lo."

Nadira tersenyum tulus lalu mengambil sebelah tangan Adrian, diusapnya punggung tangan kekar milik Adrian dengan jari-jari lembutnya perlahan. "Kita masih sama-sama belajar, Gue belajar jadi Ibu rumah tangga yang baik, Lo juga belajar buat jadi Kepala Keluarga yang baik, kita sama-sama tau kalau itu ngga mudah, terlebih disaat usia kita masih gini Yan, dan mungkin sekarang lo harus belajar ambil keputusan yang terbaik sebagai seorang Kepala Keluarga, Buat lo bahkan juga buat keluarga kecil kita, Semuanya keputusan ada sama lo Yan, pilih yang menurut lo baik, gue disini sebagai istri cuma bisa dukung apa yang suaminya mau, sambil terus berdoa semoga Tuhan selalu ngasih yang terbaik untuk Imam dan anak-anaknya kelak."

***

Tadinya ga mau post, maunya post setelah unbk aja tapi karna author sedang berbunga-bunga karna harry kmren rilis single jadi di update lah.

Makasih semua yang sudah baca cerita absurd ini. No bosan ya, ama Nadira dan Adrian..

Makasih juga yang udah selalu nunggu cerita yang very slow update ini.

Pokonya Makasih lah buat eperibadi.

Young ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang