EPILOG

2.1K 182 37
                                    

Melody POV

Tujuh hari setelah kepergiannya, semuanya terasa berbeda. Tak ada lagi suara riangnya, tak ada lagi kejahilannya, tak ada lagi isakan tangisnya dan tak ada lagi tangannya yang selalu memeluk tubuhku sampai ia terlelap. Sepi rasanya, hanya kursi roda peninggalannya yang selalu aku pandangi di kamar ini. Aku merindukannya tuhan!

'Tok....Tok...Tok'

"Mel...kamu tidur?"

"Enggak ma, masuk aja."

Dan satu lagi yang berubah setelah kepergiannya, kedua orangtuaku yang kini telah memutuskan untuk kembali menetap di Jakarta. Mereka tak kuasa membiarkan aku tinggal sendirian disini berkutat dengan kesedihan meratapi kepergian Nabilah. Aku sudah ikhlas Nabilah pergi, namun terkadang air mata ini mengalir tanpa permisi di pelupuk mataku.

Kini mamahku telah berada disisi ku, diliriknya benda yang kini tengah aku pegang. Kotak berbentuk hati yang Nabilah berikan di pantai waktu itu. Kuletakkan baik baik benda yang kuanggap sangat berarti di atas meja belajar Nabilah. Segala letak benda yang tersusun diatasnya tak ada yg aku rubah, semuanya tetap sama bahkan buku buku kuliahnya dahulu juga masih aku simpan. Aku mencoba tersenyum dihadapan wanita yang telah memberikan seluruh jiwanya untukku. Namun susah sekali rasanya aku mengangkat sudut bibirku untuk membentuk sebuah senyuman.

"Gak papa kok kalau kamu mau nangis, mama tau Nabilah itu sosok yang sangat berarti untuk kamu."
Ucapnya sambil membelai rambutku.

Aku segera menjatuhkan diriku kedalam pelukan mamahku, menangis sejadi jadinya. Mencurahkan segara perasaan sedihku yang mendalam.

"Nabilah sekarang sudah sehat Mel, dia udah gak menderita lagi dengan penyakitnya."
Lirih mamahku seraya menenangkanku, telapak tangannya juga tak henti hentinya mengusap usap punggung ku yang bergetar hebat akibat tangisanku.

"Apa dia disana kedinginan ma?"

"Nabilah biasanya selalu memeluk aku jika ia mau tidur, sekarang siapa yang akan dia peluk, ma?"

Mamahku semakin memperat dekapannya sambil terus mengusap ngusap punggungku.

"Tuhan Mel, tuhan yang akan peluk dia. Dia anak baik, sekarang kamu do'a kan Nabilah terus ya, jangan pernah putus untuk mengirimkannya do'a."

****

Mentari senja semakin menenggelamkan dirinya. Aku masih duduk termenung di balkon kamarku, menikmati sapuan mentari senja di wajahku yang semakin redup cahayanya.

Senja berganti menjadi malam, aku masih betah dengan posisi yang sama. Memeluk bantal yang biasanya Nabilah gunakan setiap tidur. Kuhirup dalam dalam aroma tubuhnya yang tertinggal di bantal ini. Aroma Soft Vanila yang masih tertinggal ini seolah menjadi obat kerinduanku dengannya.

"Lagi apa kamu disana dek?"

"Senang?"

"Aku harap begitu, kamu udah sehat ya sekarang. Udah gak perlu minum obat dan kemoterapi lagi. Aku harap kamu mau datang dimimpi ku, ada banyak hal yang mau aku ceritain ke kamu. Jika kembali bertemu denganmu itu telah menjadi hal yang tak mungkin lagi, tolong datanglah ke mimpiku dek."

IF I NEVER SEE YOUR FACE AGAIN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang