2

781 101 4
                                    

Mingyu berjalan ke arah hotel yang ia tempati selama di Berlin. Ia harus tinggal di negara orang selama seminggu karena bussiness trip yang ditugaskan kantor untuknya. Ia sebenarnya sudah sering pergi untuk bussiness trip seperti ini dan memang pekerjaannya di Perusahaan International Bussiness yang membuatnya harus sering pergi ke luar negeri untuk bertemu klien. Jadi Mingyu sudah lumayan terbiasa, meskipun tentu saja lebih nyaman di negara sendiri.

Saat tiba di lobbi hotel, laki-laki itu kemudian merogoh saku celananya, mencari keycard yang ia letakkan di dompetnya. Tentu saja ia tidak akan bisa masuk ke kamarnya kalau tidak menggunakan keycard. Tapi ia tidak menemukan benda apapun di saku celananya. Saat itu ia baru sadar kalau dompetnya hilang.

Mingyu berbalik, tidak jadi masuk hotel. Ia kemudian berjalan menelusuri lagi jalan yang ia lalui tadi, siapa tahu dompetnya terjatuh di jalan dan ia tidak menyadari itu. Sepanjang jalan mata Mingyu meneliti, sampai ia hampir frustasi karena dompetnya tidak kunjung ketemu hingga muncul spekulasi ia adalah korban pencopetan di jalan tadi. Bukan masalah uangnya sebenarnya, tapi ada kartu identitas, kartu ijin mengemudi dan tentu saja keycard hotel yang kalau hilang ia harus membayar dendanya sedangkan semua uang dan kartu ATM ada di dalam dompet.

Mingyu pada akhirnya kembali ke restoran dimana ia tadi sarapan. Ia melihat pemuda yang membawa makanan pesanannya tadi, kemudian Mingyu langsung menghampirinya.

"Excuse me, I lost my wallet. Have you found a black wallet? I think it was lost around here," kata Mingyu yang masih ngos-ngosan mengatur nafasnya.

Pemuda itu hanya melongo. Ah, Mingyu baru ingat tidak semua orang Jerman mahir berbahasa Inggris.

"Do you speak english?" tanya Mingyu lagi memastikan ia dapat informasi tentang dompetnya yang hilang.

Pemuda itu tampak canggung menjawab, "lii-ttle.."

Sudah ia duga pemuda ini tidak mahir bahasa Inggris. Sesaat ia kebingungan menjelaskan. Ia sempat berpikir untuk mencarinya sendiri ke tempat lain tapi barangkali pemuda ini yang justru sudah menemukan dompetnya.

Mingyu lalu mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi translator. Dengan cepat ia mengetikkan kalimat yang ia maksud.

"Geldbeutel (dompet)," ujar Mingyu terbata-bata. "Ich habe meinen Geldbeutel verloren (Aku kehilangan dompetku)," tambahnya lagi entah dengan pengucapan yang benar atau salah, Mingyu hanya membaca terjemahan dari ponselnya.

"Ah, Geldbeutel," jawab pemuda itu akhirnya mengerti juga.

Pemuda yang Mingyu lihat bernama Ben pada nametag di bajunya itu kemudian masuk ke area pegawai restoran. Beberapa saat kemudian dia kembali bersama sebuah kertas, bukannya dompetnya. Ben menyerahkan kertas yang sudah ada tulisan nomor telepon seseorang. Mingyu hanya melongo tidak mengerti maksud pemuda itu.

"Du kannst sie anrufen (Kamu bisa menghubungi nomor itu)," kata pemuda itu sambil memberikan isyarat agar Mingyu menelepon nomor di kertas yang dia berikan.

Sebenarnya Mingyu juga clueless mau menanggapi apa lagi, ia tidak tahu apa yang pemuda itu bicarakan. Ia mau dompetnya, bukan nomor seseorang. Mingyu menghela napas dalam, lalu menerima kertas itu pada akhirnya. Mungkin pemuda itu menyuruhnya menghubungi polisi saja dan ia diberi nomor kantor polisi.

"Danke (terima kasih)," kata Mingyu sebelum ia meninggalkan restoran dan menyerah. Mungkin ia benar-benar harus menghubungi polisi.

Langkahnya membawanya ke sebuah taman bermain kecil yang terletak tidak jauh dari restoran tadi. Mingyu kemudian duduk di sebuah bangku kayu yang menghadap ke taman bermain. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku, dan mulai menekan beberapa nomor seperti yang tertulis di kertas. Beberapa menit kemudian terdengar suara dari ujung sambungan.

To. UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang