3

608 102 8
                                    

Jiho dan Mingyu sudah duduk berhadapan di Seoul Kitchen, salah satu restoran bergaya Korea di tengah kota atas saran Jiho. Saat Mingyu mengajaknya makan siang bersama sebagai tanda balas budi tadi, entah kenapa Jiho langsung mengiyakan ajakan pemuda itu.

Jiho masih merasa canggung. Bagaimanapun juga ia dan Mingyu baru mengenal beberapa saat yang lalu. Tapi pemuda itu meminta Jiho untuk bicara santai layaknya teman lama padanya. Dalam perjalanan ke tempat ini, Mingyu bilang padanya kalau dia lahir di tahun yang sama dengan Jiho, yang berarti mereka seumuran. Pemuda itu juga bilang kalau dia sedang dalam bussiness trip sejak dua hari yang lalu. Jiho hanya bisa tersenyum dan mengiyakan apapun yang Mingyu katakan. Sejujurnya Jiho tipe gadis dingin yang agak susah memulai pertemanan.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Mingyu. Sekarang pemuda itu sedang melihat-lihat buku menu di depannya.

"Kamu pesan saja dulu," jawab Jiho.

Laki-laki di depannya ini malah nyengir lebar, menampakkan deretan gigi yang membuatnya terlihat manis, "masalahnya aku tidak tahu makanan mana yang enak di sini. Bagaimana kalau kamu yang pilih saja?"

Benar juga.

Jiho kemudian membuka buku bersampul coklat dengan tulisan Speisekarte itu. Kemudian ia menyebutkan menu masakan yang ia pesan kepada waitress, dan Mingyu juga menyetujuinya. Ia memesan Beef Bibimbap, Kimchi Jjigae, Mandu dan Kimchi.

Setelah waitress restoran mencatat dan menyebutkan ulang makanan yang Jiho pesan, mereka berdua harus menunggu beberapa saat sampai makanannya datang. Mingyu dan Jiho saling diam. Jiho menghela napas, ia tidak tahu harus mulai dengan topik pembicaraan apa. Maka ia hanya memainkan ponselnya, membuka Instagram dan mulai melihat foto-foto random di menu explore.

"Jadi kamu sudah lama tinggal di sini? tanya Mingyu pada Jiho.

Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah Mingyu yang sedang menatapnya. "Ya, hampir dua tahun."

"Kuliah?" tanyanya lagi.

"Tidak," jawab Jiho singkat.

"Lalu, kerja?"

Jiho mengangguk pelan menjawab Mingyu yang menanyainya dengan penuh rasa penasaran. Mereka baru saling kenal, jadi Jiho agak hati-hati membocorkan informasi pribadinya pada Mingyu. Dan tidak mungkin juga ia bilang kalau alasan sebenarnya dia pergi dan memilih tinggal di Berlin hanya untuk melarikan diri dari masalah.

Mingyu mengangguk paham, "bekerja dimana?"

"Fotografer di Studio Camera Work."

Obrolan mereka terhenti sejenak saat makanan yang mereka pesan datang. Satu per satu piring yang berisi makanan itu diletakkan di meja depan mereka. Jiho sempat menangkap pandangan takjub Mingyu saat makan siang mereka datang. Mungkin laki-laki itu baru tahu ada makanan yang penyajiannya sama persis dengan aslinya ini berada di salah satu restoran di Eropa.

"Aku baru tahu kalau kita harus memesan kimchi secara terpisah di sini," ujar Mingyu. Dia kemudian menyendok sedikit kuah sup kimchi dan mencicipinya, "wah, ini lumayan enak."

Jiho hanya tersenyum tipis mendengar reaksi Mingyu. Jiho setuju dengan reaksi Mingyu, rasa sup kimchi di sini hampir sama dengan sup buatan orang rumah. Saat sedang kangen dengan makanan rumah, Jiho akan ke sini. Setidaknya itu bisa mengobati rasa rindunya.

"Sepertinya menyenangkan menjadi seorang fotografer," kata Mingyu yang mengaduk isi mangkuk Bibimbabnya.

"Ya, setidaknya tidak akan tertekan dengan laporan pertanggungjawaban kantor," ujar Jiho setelah selesai mengunyah suapan pertamanya.

To. UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang