7

399 70 11
                                    

Jiho memandang pantulan dirinya di kaca besar dekat nakas. Mencocokkan beberapa paduan baju yang membuatnya galau memilih. Setelah galau pakai make up yang seperti apa, sekarang galau pakai baju yang model bagaimana. Entah sudah berapa banyak baju yang ia keluarkan dari lemari pakaiannya, dan berakhir dengan tergeletak begitu saja di atas kasur.

Ia mengambil sebuah floral dress dan cardigan berwarna gading, kemudian berkaca sebentar.

"Ah, ini terlalu girly," ujarnya. Ia melempar lagi bajunya ke atas ranjang, lalu mengambil skinny jeans dan kaos hoodie. "Dan kali ini aku terlihat seperti gadis berandal."

Jiho memijat keningnya pelan. Hanya masalah memilih pakaian membuatnya pusing seperti ini. Ia melemparkan badannya ke atas kasur, terdiam sebentar sambil menatap langit-langit kamarnya. Ia hanya akan mengembalikan syal milik Mingyu, bukan pergi kencan. Kenapa juga harus repot-repot tampil cantik dan sempurna. Itu yang harus ia garis bawahi dengan tinta merah di otaknya.

Pada akhirnya ia menyerah. Jiho beranjak dari ranjangnya, dan mengambil baju sekenanya karena pukul empat ia harus sudah datang ke tempat janjian yang sudah ia sepakati dengan Mingyu.

Pukul empat kurang sepuluh menit, Jiho sudah sampai duluan di sebuah cafe tempat mereka janjian. La Libreria, cafe itu didesain mirip dengan perpustakaan yang lengkap dengan tempat nongkrong yang cozy. Jiho mengambil tempat di lantai dua cafe itu. Ia duduk di samping jendela kaca besar yang dihiasi dengan tanaman gantung yang membuat tempat itu semakin cantik. Istilah keren jaman sekarang, Instagramable.

Setelah memesan minum, ia bisa membaca dan melihat-lihat buku-buku yang sengaja dijajar di rak tak jauh dari mejanya. Tiga puluh menit berlalu, dan Mingyu belum terlihat juga. Padahal Jiho sudah memberi tahu kalau dia berada di lantai dua, lengkap dengan ciri-ciri pakaian yang ia kenakan. Ia memang datang terlalu awal, tapi ini sudah lewat hampir setengah jam dari awal rencana mereka.

Tepat pukul lima sore saat Jiho hendak menyerah menunggu datangnya Mingyu, laki-laki itu muncul dengan nafas yang terengah-engah. Dia menampakkan raut wajah lega saat melihat Jiho masih belum pergi dari tempat janjian mereka. Senyuman manisnya juga masih setia menghiasi wajah tampan Kim Mingyu.

"Maaf aku datang sangat terlambat," kata Mingyu sambil menyeret kursi di depan Jiho untuk ia duduki.

"Mungkin jika kamu datang lima menit lebih lambat, aku sudah tidak ada di sini," jawab Jiho santai.

"Maafkan aku," kali ini Mingyu benar-benar merasa bersalah karena sudah membuat seorang gadis menunggunya sendirian begitu lama. "Ada meeting yang molor dan aku tidak bisa kabur untuk menemuimu. Maafkan aku sekali lagi, Jiho."

Jiho malah terkekeh. Mingyu memang terlambat datang, tapi melihat wajahnya yang penuh penyesalan seperti itu membuat Jiho tidak tega untuk marah padanya. Ia juga sangat mengerti kalau pekerjaannya mungkin tidak bisa ditinggalkan, dan yang jelas lebih penting untuk didahulukan daripada janji bertemu dengannya.

"Minum dulu," Jiho menggeser segelas ice americano yang sengaja ia pesan duluan pada Mingyu. Kemudian menyodorkan paper bag kecil yang berisi syal milik Mingyu. "Dan terima kasih banyak pinjaman syalnya."

"Seperti yang pernah aku katakan, kamu tidak perlu mengembalikannya," jawab Mingyu.

Jiho tidak langsung menjawab, gadis itu malah tertawa kecil. "Kenapa kamu ingin memberikan benda itu padaku, hm?"

Mingyu mengendikkan bahunya dengan jenaka, "I dunno why. Just suits you, I think."

"Okay, I will take it again," balas Jiho. "This is mine, right?"

Mingyu tertawa, "yes, anggap saja itu hadiah dariku. Tapi jika kapan-kapan kamu ingin menggunakannya sebagai alibi untuk bertemu denganku juga tidak apa-apa."

Mereka banyak tertawa bersama, suasana cafe juga membuat mereka berdua lebih nyaman. Jiho sudah tidak merasa canggung lagi dengan Mingyu. Entahlah. Banyak hal yang berbeda kali ini. Jiho yang dulu akan menutup diri dengan orang yang baru ia kenal, ia harus mulai melepaskan sikap yang seperti itu mulai sekarang. Mungkin Jiho mulai belajar membuka diri, belajar berteman dengan Mingyu yang easy going. Dan gadis itu juga semakin suka dengan kepribadian Mingyu yang ramah dan ceria. Paling penting ia sangat suka dengan senyuman Mingyu beserta deretan gigi gingsulnya yang menambahkan kesan manis saat pemuda itu tersenyum.

"Well, thanks a lot Mr. Kim," ujar Jiho saat mereka hendak pulang.

"Benar tidak mau aku antar?"

Jiho menggeleng, kemudian ia menunjuk mobil hitam yang terparkir di halaman depan la Libreria. Pemuda itu selalu punya manner yang baik pada perempuan, seperti saat pertama kali mereka bertemu di Berlin. Mingyu mengangguk paham. Sebelum berpisah mereka sempat berjabat tangan sebentar dan saling melempar senyum. Kemudian Mingyu mengantar Jiho ke arah mobilnya.

"Ah, Mingyu.." kata Jiho saat Mingyu membukakan pintu mobil untuknya. "Kamu bilang aku boleh menggunakan syal itu sebagai alibi untuk bertemu denganmu lagi, kan?"

Mingyu terkekeh, lalu menggangguk. "Sure."

"Then, let's met again. See you next time."

*

*

*

Maafkan kalau ini pendek dan nggak jelas. Happy reading everyone 😊😊😊

To. UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang