Sudah ke tiga kalinya Jiho melihat jam di layar ponselnya, dan rasanya jam tidak bergerak sama sekali. Ia mendengus pelan karena meeting yang ia ikuti tidak kunjung selesai. Sudah hampir dua jam Jiho duduk di antara orang-orang ini dan mereka masih serius membicarakan soal marketing proyek baru real estate yang akan dibangun perusahaan milik ayahnya ini. Mata cantiknya menatap Jisoo di yang duduk di ujung meja. Sesaat kemudian ia hanya mendapatkan balasan kode tatapan 'sabar, sebentar lagi pasti akan selesai' dari kakaknya itu. Mau tidak mau Jiho harus bertahan di dalam ruangan yang membosankan itu lebih lama lagi.
Rasanya ini meeting yang paling membosankan yang pernah ia ikuti. Dulu Jiho memang sering datang ke meeting pemegang saham perusahaan seolah itu menjadi rutinitasnya hampir setiap hari. Sejak ia pindah ke Berlin dan melepaskan semuanya, Jiho baru sadar kalau hidupnya selama ini sangatlah monoton dan membosankan. Tapi meeting kali ini ia terpaksa harus ikut, karena janji pada ayahnya tidak akan jadi pengangguran yang hanya berdiam diri di rumah. Jadi, sudah seminggu Jiho kembali bekerja di kantor ayahnya.
Gyu, kamu sibuk? Aku bosan
Sending to Mingyu
Jiho meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Lima belas menit kemudian, ia melihat ponselnya lagi. Belum ada balasan dari Mingyu, mungkin pemuda itu benar-benar sibuk. Jiho yang semakin bosan dengan hanya memainkan bolpoinnya dan membuat coretan tidak berarti di atas lembaran presentasi. Ia sudah kehilangan konsentrasi sejak setengah jam meeting dimulai.
Tiba-tiba ponselnya bergetar. Di layarnya menampilkan notifikasi sebuh pesan masuk dari Mingyu. Senyumnya mengembang. Jiho merasakan sesuatu semacam menunggu sebuah balasan pesan dari seorang crush.
Aku sedang di rumah sendirian, terkapar lemas karena demam.
Jiho yang mengerutkan dahinya, raut wajahnya berubah. Meeting belum selesai, tapi kenapa tiba-tiba ia jadi panik. Dengan cepat ia membalas pesan Mingyu, menanyakan apa dia sudah makan dan minum obat. Tidak lama ia mendapatkan pesan balasan dari Mingyu yang katanya dia hanya makan roti dan susu tadi pagi, lalu minum obat penurun panas yang ada di kotak obat darurat. Lalu Mingyu juga mengirimkan lokasi tempat tinggalnya karena Jiho yang memaksa datang agar ia bisa membawakan makanan untuk Mingyu.
Tunggu sebentar, aku akan ke sana.
Setengah jam kemudian meeting benar-benar berakhir. Jiho segera bergegas keluar ruangan rapat, bahkan ia tidak membereskan kertas-kertas presentasi miliknya.
Gadis itu membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi. Mendengar Mingyu sakit, entah kenapa Jiho jadi khawatir berlebihan. Bahkan ia menyalakan klakson berulang kali saat di jalan yang agak macet karena buru-buru.
"Kamu tidak apa-apa? Maaf, aku hanya bisa bawa makanan cepat saji yang aku temui di dekat kantor," ujarnya sambil menata Chicken Katsu Curry dan Salad yang ia beli.
Mingyu terkekeh melihat Jiho yang terlihat mengatur nafasnya karena harus berjalan cepat dari basement parkiran ke lantai tujuh apartemen Mingyu.
"Such a real girlfriend, huh?" katanya sambil duduk di meja pantri. Dan masih dengan wajah yang pucat.
"Harusnya kamu bersyukur punya teman seperti aku yang masih mau menjengukmu saat kamu sakit. Ah, kamu lupa aku juga yang menghiburmu saat kamu patah hati?"
Gadis itu terus saja mengoceh, yang malah membuat Mingyu tertawa senang. Ia merasa punya teman yang benar-benar dekat sekarang.
"Kamu tidak kembali ke kantor?" tanya Mingyu setelah menyelesaikan makan siangnya. "Ini sudah lewat jam makan siang."
Mingyu tahu kalau Jiho sudah mulai bekerja lagi di kantor ayahnya karena Jiho yang bercerita padanya beberapa hari yang lalu.
"Tidak, aku bosan. Can I just stay in here?"
"Are you trying to runaway?"
Jiho hanya membalasnya dengan senyuman lebar.
"Nona Kim Jiho, kamu sudah berjanji pada orang tuamu tidak akan jadi pengangguran, kan?" Gadis itu hanya menjawabnya dengan gumaman singkat. Mingyu meletakkan piringnya di bak cuci piring, kemudian menyalakan kran air untuk membasuh piring kotornya.
"Biar aku yang mencucinya," Jiho merebut piring kotor dari tangan Mingyu dan mendorong tubuh pemuda itu agak menjauh. "Aku sudah bilang ke Bos Jisoo kalau aku harus menjenguk temanku yang sakit."
Diam-diam Mingyu memperhatikan punggung Jiho yang sedang sibuk mencuci piring kotor. Tidak sadar ia menarik ujung bibirnya tipis sekali, hampir tidak terlihat. Biasanya rumah ini tidak ada siapapun selain dirinya, tapi sekarang ada Jiho yang cerewet. Bahkan ia tidak pernah datang bersama Joo Kyulkyung ke sini selama pacaran.
"Gyu, dimana kamu meletakkan tisu?" Suara Jiho membuatnya tersadar lagi. Rupanya gadis itu sudah selesai mencuci semua piring.
"Ada di rak atas sendiri," balas Mingyu.
Jiho membuka pintu rak yang berada di atasnya. Kakinya sedikit berjinjit karena letak rak lebih tinggi dari tubuh Jiho. Tangan kecilnya berusaha meraih sebuah gulungan tisu dapur. Tapi saat hampir meraih gulungan tisu itu, kakinya tergelincir dan membuat tubuhnya oleng. Mingyu yang berdiri di dekatnya dengan sigap menangkap tubuh Jiho. Mata mereka bertemu, jarak antara wajah mereka berdua sangat dekat.
Jiho tidak bisa mengontrol detak jantungnya. Mereka terlalu dekat. Ia bahkan bisa melihat mata hitam Mingyu yang indah membuat wajah Jiho semakin memerah. Saat ia berharap Mingyu akan segera melepaskan pelukannya dan mejauhkan wajahnya, pemuda itu malah bergerak mendekat menyisakan beberapa sentimeter saja dari wajah Jiho. Gadis itu reflek menahan nafas dan memejamkan matanya.
"Lain kali kalau tidak sampai, mintalah bantuan, Jiho," bisik Mingyu masih dengan jarak yang begitu dekat dengan wajahnya. Kemudian pemuda itu baru menjauhkan wajahnya dari Jiho dan membantunya bangun.
Gadis itu hanya terdiam sambil tercengang, sedangkan Kim Mingyu terkekeh melihat ekspresi kaget Jiho.
Seneng banget si Kiming habis ngebaperin anak orang.
***
Halo, I'm back! Berusaha menulis lagi biar nggak bosen dan buat stress reliever selama quarantine days. My PCR-covid test came with positive result. Its a lil bit sad and denial, karena aku beberapa kali kena tracing dan selalu selamat dengan hasil negatif even temen seteam jaga aku positif dan kita selalu pakai APD level 3 saat ke pasien. Aku juga ga pernah pergi tanpa pakai masker, rajin cuci tangan dan jarang main di keramaian. Tapi entah mungkin pas imun lagi turun, dan yeah its hard to accept but I have to accept this sebagai pengingat siapa saja bisa tertular. Now, I'm alone in isolation room, berusaha mencari kesibukan selain nonton kontennya BTS wkwk
And yeah I hope talking to you all can heal me. Thanks for reading. Maaf kalau chapter ini kurang greget. Stay safe, stay healthy, happy weekend everyone 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
To. Us
FanfictionEveryone has a heartbreak that change them. Meant To Be Jiho's sidestory © chielicious, 2017