4

444 84 4
                                    

Langkah kakinya sekarang membawanya ke arah pintu terminal penerbangan internasional Berlin-Schönefeld Airport. Jiho menyeret koper hitamnya dengan langkah malas. Sebenarnya ia menolak untuk pergi, tapi kali ini ia harus kalah dengan permintaan aneh kakaknya yang akan menikah. Lebih tepatnya sengaja mengalah. Dia bilang akan membatalkan acara pernikahannya kalau Jiho tidak datang. Memang ancaman yang sangat tidak masuk akal, tapi daripada berdebat tanpa ujung pada akhirnya Jiho mengalah.

Ia mengeluarkan passport dan tiket pesawat dari dalam totebagnya, kemudian memberikannya pada petugas check in untuk diperiksa. Setelah selesai dengan urusan imigrasi, ia berjalan ke arah ruang tunggu. Ponselnya tiba-tiba berdering, membuat Jiho mendecak sebal setelah melihat nama kakaknya di layar ponselnya.

"Kamu jadi berangkat hari ini, kan?" cecar suara seorang wanita dari ujung sambungan telepon.

Jiho memutar bola matanya bosan. Kakaknya yang menyebalkan itu bahkan tidak mengucapkan halo padanya.

"Aku sedang di bandara," jawab Jiho singkat.

"Serius? Kirimkan foto selfiemu kalau begitu."

"Kenapa kamu begitu tidak percayanya dengan aku sih?"

"Karena kamu selalu berkilah dengan seribu alasan jika disuruh pulang."

Jiho menghela napas panjang karena kakak perempuannya bertingkah semakin menyebalkan. "Iya, iya, nanti aku kirimkan foto selfieku di depan pesawat agar kamu percaya. Sekarang tutup teleponmu karena aku akan berangkat."

Pada akhirnya gadis itu bisa bernafas lega setelah kakaknya menutup sambungan teleponnya. Beberapa saat gadis itu hanya terdiam sambil memandang layar ponselnya. Ia tidak percaya akan kembali pulang ke tanah kelahirannya, setelah semua hal yang menyakitkan terjadi di sana. Saat Jiho hendak memasukkan ponselnya ke dalam tasnya, ia tidak tahu kalau ada orang yang sedang berjalan dengan terburu-buru di depannya. Orang itu menabrak lengan kirinya yang meskipun tidak terlalu keras tapi membuat pegangan Jiho pada ponselnya terlepas. Benda itu sukses meluncur ke bawah membentur lantai.

"Ah, I'm so sorry.." kata orang itu sambil memungut ponsel milik Jiho.

"Never mind," Jawab Jiho yang mendongakkan kepalanya sambil menerima ponselnya.

"Jiho? Is that you?"

Saat Jiho menatap wajah orang yang ada di depannya itu, ia baru sadar siapa orang yang tidak sengaja menabraknya barusan.

"Mingyu," katanya lirih.

Pemuda itu membalasnya dengan senyuman lebar, menampakkan gigi gingsulnya yang membuat Mingyu terlihat manis saat tersenyum. "Yeah, it's me, Jiho. Kamu mau pulang ya?"

Jiho malah melamun saat Mingyu melontarkan pertanyaan padanya. Entah fokusnya kemana, yang jelas ada getaran aneh yang dirasakan Jiho saat pemuda bilang kalau dia benar-benar Kim Mingyu. Tangan Mingyu kemudian menepuk pundak Jiho saat tahu gadis itu sedang tidak fokus.

"Jiho?"

"Ah, iya," jawab Jiho gelagapan.

Mingyu tampak semakin bersemangat setelah itu. "Kamu mengambil penerbangan Korean Air jam 2 siang juga kan? Sepertinya ini akan sangat menyenangkan punya teman perjalanan."

Entah apa lagi yang sudah direncanakan oleh Tuhan untuknya. Pertama, bertemu kembali dengan Mingyu di bandara setelah terakhir kali mungkin sekitar tiga bulan yang lalu di Seoul Kitchen. Dan kali ini mereka duduk bersebelahan di dalam pesawat. Ya, nomer tempat duduk milik Mingyu berada di sebelah Jiho. Sebuah kebetulan yang manis.

Perjalanan kali ini akan menyenangkan karena punya teman perjalanan, begitu kata Mingyu tadi. Ya, sejauh ini Mingyu bisa jadi teman perjalanan yang menyenangkan bagi Jiho. Pemuda itu cenderung talk active, sedangkan Jiho hanya bisa menjadi pendengar yang baik yang sesekali menimpali pertanyaan Mingyu. Meskipun begitu ia menangkap banyak hal menyenangkan dari pribadi Mingyu.

Sudah tiga jam sejak pesawat take off, dan keadaan jadi hening karena si talk active Kim Mingyu sedang tertidur. Diam-diam Jiho memperhatikan Mingyu yang sedang tertidur pulas dengan wajah manisnya. Seperti ada magnet yang menariknya, Jiho terus memperhatikan Mingyu dan tidak ada niatan untuk mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sampai tiba-tiba kepala pemuda itu menimpa pundak Jiho. Gadis itu sedikit kaget, entah kenapa tubuhnya malah bereaksi aneh. Seluruh sel tubuhnya seperti membatu, dunia di sekitarnya seperti berhenti, dan hanya jantungnya saja yang berdetak hebat.

Untuk beberapa saat Jiho tidak berbuat apa-apa, gadis itu malah menikmati wajah manis Mingyu yang sedang tertidur di pundaknya sambil mengatur nafas serta detak jantungnya. Ia tidak tahu kenapa lama-lama keadaan yang seperti ini malah membuatnya merasa nyaman. Lama-lama juga rasa kantuk mulai menularinya. Dan gadis itu tidak sadar kalau posisi tidur mereka terlihat sangat manis dengan kepala yang saling bersandar.

*

*

*

A surprise short update.
Selamat Hari Raya Idul Adha.

To. UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang