Gadis berambut panjang itu terbangun setelah seorang pramugari cantik membangunkannya dan memberitahunya kalau mereka sudah sampai di Korea. Seluruh isi pesawat sudah kosong, tinggal ia sendiri yang tersisa di sana. Begitu pula dengan Mingyu yang sudah tidak ada di tempat duduk sampingnya.
Jiho mengusap matanya pelan, masih berusaha mengembalikan separuh nyawanya. Lalu menghela napas panjang setelah sadar kalau ia harus segera turun dari pesawat, dengan cepat Jiho memasukkan ponselnya ke dalam tasnya. Saat ia hendak beranjak dari tempat duduknya, Jiho tersadar ada sebuah benda yang melingkar dilehernya. Sebuah syal berwarna abu-abu yang membuatnya hangat selama ia tidur di dalam pesawat.
Benda itu milik siapa, pikirnya.
"Maaf nona, anda harus segera turun," kata si pramugari wanita itu dengan sopan. Tanpa pikir panjang lagi, mau tidak mau Jiho harus membawa benda yang bukan miliknya itu pulang.
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah ia masih berusaha mengingat-ingat. Terakhir kali ia hanya bicara pada Mingyu yang duduk di sebelahnya selama di dalam pesawat, ia bahkan tidak minta selimut pada pramugari yang bertugas saat itu, dan kemudian ketiduran. Lalu, bagaimana bisa ada sebuah syal yang melindunginya dari dingin saat ia terbangun. Jiho hanya ingat sampai di situ.
Entahlah. Pada akhirnya ia menyerah untuk mengingat-ingat, dan memasukkan syal abu-abu itu ke dalam tasnya saat taksi yang ia tumpangi berhenti di depan gerbang besar sebuah rumah.
Jiho melangkahkan kakinya masuk sambil mendorong koper besar miliknya melewati taman kecil di pelataran rumah. Rumahnya masih sama seperti dua tahun yang lalu, sepi. Ini baru jam sepuluh pagi, dan rumahnya seperti tidak berpenghuni. Ayah dan ibunya pasti sedang ke luar kota, lalu Jisoo, kakak perempuannya juga pasti sudah berangkat ke kantor. Saat ia membuka pintu, yang ia temukan hanya seorang pembantu rumah tangga yang sedang membersihkan ruang tamu.
Ia langsung naik ke lantai dua dimana kamar lamanya berada. Jiho merebahkan tubuhnya di atas ranjang, dan terdiam sejenak. Sejak dulu ia sudah merasa kesepian. Meskipun ia memiliki kakak perempuan yang berisik seperti Jisoo, Jiho masih merasa dirinya selalu sendirian.
Jiho kemudian beranjak dari ranjangnya, dan mulai membongkar isi tas dan kopernya. Ia mengeluarkan satu per satu barang bawaannya dari Jerman termasuk syal abu-abu yang entah milik siapa. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka beserta sebuah teriakan keras dari seorang perempuan, Kim Jisoo. Kakak perempuannya itu langsung menghambur ke arahnya, dan memeluknya erat.
"Kim Jiho, kenapa kamu tidak bilang kalau sudah sampai?" kata Jisoo setelah melepaskan pelukannya. "Tahu begitu aku yang akan menjemputmu tadi."
Jiho hanya tersenyum, "ada banyak taksi di depan bandara, jadi aku tidak perlu merepotkanmu lagi."
Jisoo menepuk pundak adiknya, mungkin Jisoo merasakan ada yang sedikit berbeda dari Jiho.
"Lagipula kenapa jam segini kak Jisoo masih berada di rumah? Kamu bolos ke kantor ya?"
"Hei, aku mau menikah seminggu lagi masih juga kamu suruh pergi ke kantor."
Jiho mendecak, "kak Jisoo, please, tidak ada alasan untuk meninggalkan pekerjaanmu. I think Papa choose wrong person to handle his company."
Jisoo terkekeh, "Sayang sekali, but he choose me. Sweety, hari ini aku ingin libur dan belajar memasak untuk Taeyong. Ah, kamu harus membantuku di dapur."
Rasanya sudah lama ia tidak berdebat dengan Jiho. Sejak Jiho pergi ke Jerman, teman bicaranya di rumah tidak ada lagi. Jiho dan Jisoo adalah dua gadis dengan karakter yang berbeda. Meskipun mereka saudara kandung, tapi kepribadian Jiho berbanding terbalik dengan kakaknya. Kim Jisoo yang manis dan periang, sedangkan Jiho yang dingin, cuek, dan tertutup.
Jiho menghela napas, kakaknya bahkan tidak membiarkannya istirahat setelah perjalanan panjang lintas benua.
"Kamu membawa oleh-oleh apa dari Berlin?" Jisoo melihat-lihat beberapa barang yang tergeletak di atas ranjang Jiho.
"Not too much," jawab Jiho singkat. "Aku rasa kamu juga tidak perlu aku bawakan sesuatu karena kamu bisa pergi ke sana sendiri dan membeli barang yang kamu inginkan, right?"
Jisoo mendecak, "tetap saja, it will be different feelings if you get it from someone else."
Jiho hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Kakaknya memang berbeda, meskipun dia berisik dan cerewet tapi Jisoo punya sisi lain yang tidak Jiho punya. Pemikiran Jisoo yang unik dan dewasa kadang membuat Jiho sedikit iri padanya. Kemudian ia melihat kakaknya meraih benda berwarna abu-abu yang tergeletak di atas ranjang. Syal itu mungkin menarik perhatian Jisoo.
"It's nice stuff for welcoming winter," katanya sambil melilitkan syal tebal itu di lehernya.
"Itu punya orang."
"Siapa?"
Kali ini Jiho bingung menjawabnya, karena ia memang tidak yakin punya siapa sebenarnya syal itu.
"Apa milik seseorang yang berinisial GYU?" tanya Jisoo lagi, membuat Jiho semakin bingung. "Who's he? Your boyfriend? My little sister, you always unpredictable. You have a boyfriend in Berlin, and you never told me?"
"Ah, Kak Jisoo, no.." jawabnya sedikit gelagapan. Sedangkan Jisoo tertawa lepas.
Jisoo lalu menyerahkan syal abu-abu itu kepada Jiho. Gadis yang lebih tua dua tahun darinya itu kemudian mengusap pelan puncak kepala adiknya sambil tersenyum.
"Welcome home, Jiho," ujarnya. "Aku tunggu di bawah ya, aku akan memasakkan makan siang untukmu, dan aku tunggu banyak cerita yang terlewatkan olehku."
Kakaknya keluar kamarnya, meninggalkannya bersama sebuah syal abu-abu yang masih ditangannya. Dan Jiho baru sadar ada bordiran kecil di ujung syal yang tertulis nama Gyu.
*
*
*
*
I think I can update more story in 2018, it's a resolution haha but yeah my mood swing up and down so fast, tiap hari aku harus berhadapan sama pasien arrest dan code blue hampir setiap hari bulan ini I dunno why 😂😂 pulang-pulang capek, badan rasanya mau tumbang lalu tepar. Dan yah itu cuma curcolan 😂😂
Nulis 800 words berasa susah banget otakku nih rasanya buntu sebuntu buntunya. I'm so sorry guys for late update, dan kayaknya bakal slow update (kaga ada yang nungguin lu update juga cil) 🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
To. Us
FanfictionEveryone has a heartbreak that change them. Meant To Be Jiho's sidestory © chielicious, 2017