MiC [2]

7K 704 92
                                    

Setelah memastikan semua orang sudah tertidur, Sakura berjalan keluar dari kamarnya lalu mengendap-ngendap ke dapur. Sudah dini hari dan dia belum bisa tidur. Kalau bukan masalah pernikahan, apalagi? Dua hari bukanlah waktu yang sebentar, apalagi dalam perkara mencari seorang 'suami'. Yang benar saja, mencari suami dalam dua hari. Memangnya mencari suami semudah mencari kucing hilang?

Diambilnya sebotol air mineral dingin dari kulkas, lalu membuka tutupnya dan langsung ia minum hingga ludes. Dirinya bernapas lega dan ia lebih memilih untuk berjalan sebentar ke teras depan rumah. Mungkin angin malam bisa meredakan 'sedikit' pening di kepalanya.

"Tou-san!?" Sakura memekik kaget ketika melihat Kizashi yang sudah stand by di teras.

"Sudah kuduga kau pasti akan mencoba kabur, kan?" Tebak Kizashi sambil tersenyum meremehkan.

Sakura memutar bola matanya. "Siapa yang mau kabur," cicitnya tak terima.

"Lalu?" tanya Kizashi penuh selidik.

Sakura memilih untuk duduk diam di kursi teras. Mencoba untuk tidak menjawab pertanyaan Kizashi. Namun yang ia dapatkan adalah tatapan penuh kecurigaan dari ayahnya itu.

"Apa?" desis Sakura yang tidak nyaman ditatap seperti itu terus, terlalu mengintimidasi.

Kizashi duduk, mengambil tempat di sebelah Sakura. Jarak mereka sangatlah dekat. Dan menurut Sakura, itu malah membuatnya merinding, takut ayahnya akan menanyakan sesuatu yang aneh-aneh.

"Kenapa keluar?"

Sakura hanya menghendikkan bahunya. "Mencari udara segar."

"Udara malam tidak bagus untukmu."

"Kenapa Tou-san peduli?" Sakura memalingkan pandangannya ke arah lain, berusaha agar tidak kontak mata secara langsung dengan Kizashi.

"Karena Tou-san peduli," balas Kizashi disertai senyuman. Ugh! Sakura tidak tahan dengan senyum ayahnya itu.

Sakura memicingkan mata memandang Kizashi aneh. "Tou-san salah minum obat?" Sakura menempelkan punggung tangannya ke dahi Kizashi. Hm, tidak panas.

Kizashi melirik Sakura tajam. "Kamu selalu saja menghancurkan momen-momen yang menyenangkan," gerutunya.

"Lagipula Tou-san aneh, kadang baik dan kadang jahat padaku," ucap Sakura menumpahkan segala yang ada di hatinya.

"Bukan jahat, tapi tegas."

"Sama saja."

"Beda."

"Lalu apa bedanya!?" Sakura menatap Kizashi sengit.

Kizashi melirik putrinya itu dengan senyum miring menghiasi mulutnya. "Kalau jahat, itu melukaimu. Kalau tegas, itu demi kebaikanmu."

Sakura melipat lengannya di dada. "Klise," ujarnya bernada bosan.

Kizashi hanya terkekeh, meskipun pembicaraan kali ini cukup ringan, tapi ia tetap bersyukur karena bisa berbicara dengan putri semata wayangnya itu meskipun dengan tema yang sangatlah tidak penting.

Karena setiap ayah selalu menginginkan kehangatan yang seperti itu dengan anak-anaknya. Meskipun mereka tidak bisa mengungkapkannya secara langsung.

"Ayo masuk." Ajak Kizashi menarik tangan Sakura dengan sedikit paksaan.

Sakura melotot. "Tidak mau!"

"Ucapkan sekali lagi dan aku akan menyebarkan undangan pernikahanmu dengan Neji besok."

"Tou-san!!!"



Perkumpulan para wanita di tiap akhir pekan sepertinya sudah menjadi bagian dari aktivitas Sakura. Tapi ada satu hal yang membuat Sakura tidak menyukai aktivitasnya kali ini.

Man in Contract [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang