Ruang makan keluarga Hutama selalu tidak pernah sepi. Terkadang pelayan dirumah tersebut bolak-balik menyiapkan segala hidangan yang akan dicicipi oleh sang pemilik rumah, seperti pagi ini.
Sudah ada 3 orang yang berada di meja makan tersebut menikmati hidangan yang sudah tersaji di meja makan. Tidak sedikit olahan makanan yang sudah siap saji di meja makan berukuran elips itu.
Uhuk! uhuk!
"Nah! Mama udah bilang kalo makan itu pelan-pelan, sayang. Tuh kamu keselek, kan." Perempuan berkucir kuda itu hanya membalas omelan Mamanya dengan cengiran lebarnya sambil menerima segelas susu pemberian Mamanya.
"David belum turun?" Sang kepala keluarga memecah keheningan yang tercipta 3 menit terkahir. George Hutama alias pemilik rumah tersebut sekaligus kepala keluarga di rumah bak istana itu memiliki sifat yang sama persis dengan anak pertama mereka. Sangat berbanding terbalik dengan si bungsu yang lebih cenderung cerewet seperti Mamanya.
"Tadi waktu Vanya samperin Bang David lagi siap-siap sih." Jawab si bungsu yang bernama Zevanya George Hutama.
George tampak melipat koran paginya lalu menyesap green tea buatan istrinya. Satu fakta yang ada di keluarga Hutama adalah apapun yang akan dimakan maupun diminum oleh seorang George Hutama selalu disiapkan oleh istrinya sendiri tanpa bantuan pelayan dirumah ini. Itu semua karna George sudah terbiasa mencicipi hasil masakan istrinya semenjak mereka muda.
"Van, tadi pas liat Abang kamu moodnya lagi bagus gak?" Tanya Annita Hutama, Mamanya.
Gadis 21 tahun itu tampak memutar bola matanya keatas seperti memikirkan sesuatu.
"Biasa aja sih, Ma. Perasaan mukanya Bang David gitu-gitu aja deh, datar." Akhirnya dengan raut wajah yang dibuat-buat lesu. George yang melihat itu hanya tertawa pelan sedangkan Annita lebih memilih menoyor anak gadisnya itu. Memang kelakuan Anak-Mama itu lebih terlihat seperti adik-kakak. Karna wajah Annita yang selalu terlihat awet muda padahal umurnya sudah menginjak usia 45 tahun.
"Pagi"
"Astaghfirullah!" Sontak Vanya mengusap dadanya karna terkejut begitu mendengar sapaan datar Abangnya. Vanya melihat gusar ke arah Papanya lalu berganti ke arah Mamanya takut-takut jika David mendengar ucapannya tadi sehingga ia akan didiami seminggu penuh oleh Abangnya dan itu merupakan mimpi buruk baginya.
Papanya yang mengerti kode sang anak hanya menjawab dengan gelengan seraya tersenyum kecil. George tahu Vanya takut David mendengarnya, tapi demi menenangkan putrinya ia terpaksa membohonginya karna tadi memang David sudah berjalan mendekat kearah mereka jadi otomatis pria itu mendengarnya. Vanya tidak tahu karna posisinya memang membelakangi David.
"Pagi, Vid. Mau sarapan apa biar Mama yang siapin ya?" Annita yang lebih memahami sifat putra sulungnya langsung mengalihkan perhatian pria tersebut.
"Biar David sendiri, Ma." Sahut pria itu datar. Annita menghela napas pelan lalu kembali duduk dikursinya yang berhadapan dengan Vanya sedangkan David berhadapan George.
George menatap lurus putra satu-satunya itu. Merasa seperti diawasi oleh sepasang Mata, David mendongak dan bertemu dengan mata yang sama pemiliknya dengan Vanya, George.
"Mau sampai kapan?" George berujar tenang.
"Pa, please.."
"Jangan menyiksa dirimu, Kadavid!" Suara George naik satu oktaf membuat Vanya dan Annita memilih diam dengan sarapan mereka masing-masing. Mereka tahu jika George sudah menyebut nama David dengan seperti itu, tandanya pria paruh baya tersebut sudah terpancing emosinya.
David meletakkan sendok dan garpu dengan ekspresi tenang tidak terusik sama sekali dengan perubahan raut wajah Papanya.
"Apa selama ini David mengecewakan Papa? Enggak kan?!"
"David.."
"Saya butuh waktu." Pria 27 tahun itu berdiri dari kursinya setelah menyesap seperempat susu putih buatan Mamanya dan memilih meninggalkan meja makan yang entah mengapa hari ini terasa mencekik baginya.
"DAVID!" Bentak George namun masih tak dihiraukan oleh David.
"Ah ya, Mama terima kasih sarapan paginya. Assalamualaikum" Setelah mengucapkan salam pria itu berjalan keluar dari area meja makan dan menuju carport setelah mengambil jas dan kunci mobilnya.
"Papa udah. Sekarang biarkan David seperti itu, Mama mengerti dia."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunci Hati
RomanceDisaat ku sudah lelah mencari Disaat hati ini tlah terkunci Kau datang membawa Seberkas harapan Engkau yang memiliki kunci hatiku •Afgan - kunci hati•