BAB 11

6.6K 250 0
                                    

Daffa melirik ke arah layar ponselnya yang tengah menampilkan seperti aplikasi maps, itu adalah salah satu alat yang digunakan oleh Daffa untuk melacak keberadaan Alana jika sewaktu-waktu gadis itu membutuhkan pertolongannya.

"Gimana?" Suara pria di sebelahnya dengan tidak sabaran menginterupsi fokusnya. Ia tersenyum tipis ketika bundaran merah milik keberadaan Alana berhenti tidak jauh dari posisi mereka saat ini yang berada di luar cafe.

Saat Alana berlari mengejar pelaku penjambretan itu, Daffa keluar dan mendapati dua gadis yang berbeda usia dan seorang pria sedang menatap cemas ke arah salah satu gadis yang ia yakini itu adalah adiknya.

Daffa menenangkan mereka semua dan meminta pada para pengunjung cafe untuk tidak panik. Ya, awalnya mereka panik karna di dalam tas milik gadis yang tengah memeluk kakaknya itu begitu banyak barang berharga, maksudnya kartu kredit yang beragam jenis bahkan ada black card yang baru saja diberikan oleh Papanya.

"Ikut gue" hanya itu yang Daffa katakan lalu berjalan menuju motor ninja hitamnya.

Syifa merasa pusing setelah mendengar kejadian Vanya di jambret. Ia tidak habis pikir bagaimana jika tas itu sudah hilang ditangan penjambret itu.

"Fa, lo mau ikut?" David memecah kebingungannya. Ia masih bingung apakah ia harus ikut atau tidak.

"Lo ikut sama gue." Ia menoleh ke arah laki-laki yang ia belum ketahui namanya sedang berada di atas motor ninjanya.

"Tenang aja, gue gak ngapa-ngapain lo." Daffa terkekeh pelan melihat wajah ketakutan Syifa.

"Fa, sorry lo sepertinya harus ikut sama dia. Vanya masih terguncang dan perlu gue." David mengatakan itu dengan raut wajah bercampur menyesal dan cemas.

Akhirnya mereka semua berangkat mengikuti motor Daffa yang sebagai komando mereka. Vanya sesekali sesenggukan di bahu David karna masih trauma dengan kejadian 20 menit yang lalu.

Sesampainya mereka di sebuah gang sempit, mereka akhirnya menemukan dua orang yang sedang adu kekuatan apalagi salah satunya adalah perempuan. Daffa mengepalkan kedua tangannya bahkan giginya bergemeletuk ketika melihat penjambret itu sudah menggunakan senjata tajam, pisau lipat yang selalu di arahkan untuk menusuk Alana. Bahkan gadis itu melawan pria berbadan besar itu dengan tangan kosong.

Syifa menatap ngeri ke arah dua orang yang masih bergulat itu. Bahkan mulutnya menganga lebar ketika perempuan itu berhasil menumbangkan penjambret itu dengan sekali tendangan dan memiting tangan pria itu hingga bunyi suara tulang yang patah terdengar sampai ke telinga.

David terdiam menyaksikan semuanya. Gadis bertopi hitam itu sangat gencar menyerang pria berbadan bongsor itu dengan tanpa senjata. Matanya melebar saat gadis tersebut berhasil menuntaskan pencuri itu. Ia bahkan bisa mendengar sedikit ocehan gadis itu seperti sedang mengomeli pencuri yang sudah terkapar di aspal.

"Lo gak pa-pa?" Semuanya menatap ke arah Alana membuat gadis itu mengernyit. Beberapa tatapan ia dapati seperti, senang, kagum, dan tidak percaya. Lebay sekali. Ia hanya mengangguk kecil membalas pertanyaan khawatir Daffa.

"Nih, punya lo bukan?" Ia menyerahkan tas slempang berwarna peach itu pada Vanya yang masih sesenggukan walau sudah tidak sesering tadi di cafe.

"Ma-makasih--"

"Alana" gadis itu menyambung namanya sendiri ketika Vanya ingin mengucapkan namanya namun tidak diketahui oleh gadis itu.

David terus memperhatikan Alana, entahlah ia masih tidak percaya bahwa gadis itu sepertinya bukan gadis biasa. Merasa ditatap seseorang, Alana mengalihkan tatapannya pada pria yang berada di sebelah Vanya. David tersentak karna kedapatan oleh gadis itu sedangkan Alana mengangkat sebelah alisnya.

Kunci HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang