BAB 9

6.8K 321 2
                                    

Sudah seminggu Rayyan di rawat di rumah sakit Harapan Jati. David baru bisa menjenguk anak itu setelah 4 hari tersadar dari komanya. Pria itu memang akhir-akhir ini sibuk di kantornya karna mengalami beberapa masalah pada bagian keuangan yang memang sangat perlu perhatian khusus dari David sebagai CEO Hutama's Group, perusahaan properti nomor satu di negeri ini.

Hari ini kedua orang tuanya serta adiknya memang berniat berkunjung untuk menjenguk Rayyan, melihat kondisi anak itu sesuai permintaan Geroge beberapa waktu lalu.

"Bang, lo gak ngabarin Kak Syifa kalo lo mau kesini?" David mengernyit mendengar sebutan Syifa oleh adiknya itu.

"Ngapain lo manggil dia pake 'kak'? Kalian sedekat itu?" Kini pria bermanik hitam itu menatap sepenuhnya ke arah Vanya.

"Lah suka-suka gue dong. Kita juga sering chat bareng. Kenapa emang, masalah buat lo?" Sewot Vanya menatap tajam kakaknya. David menghela napas pelan. Vanya dari pagi memang selalu nge-gas menjawab pertanyaannya padahal pria itu bertanya baik-baik.

"Lo pms ya?" Mata Vanya membulat ketika kakaknya menegurnya tanpa mengecilkan volume suaranya membuat beberapa orang menatap le arahnya dengan tatapan yang tidak Vanya mengerti.

"Lo ya-- awas aja lo abis ini!" Vanya menggertakan giginya lalu meninggalkan David di belakang menatap punggung adiknya dengan bingung.

Salah lagi?

***

"Keadaannya makin membaik. Tinggal menunggu masa pemulihannya saja, Rayyan diperbolehkan pulang." Jelas Syifa.

Semua diruangan itu menghembuskan napas lega. Rayyan menatap bingung orang-orang di sekitarnya yang baru saja ia temui. Kedua orang tuanya juga ada disana menemaninya di rumah sakit.

"Kenapa, Yan?" Tegur David.

"Terlalu banyak muka baru yang aku lihat hari ini." Jawab anak itu dengan muka polosnya. Semua orang tertawa termasuk David.

"Ya jelaslah kamu bingung, kan kami baru menjengukmu hari ini. Ah ya, kami keluarga David." Annita tersenyum hangat seraya mengusap kepala anak itu lembut.

"Kami disini ingin sedikit bertanggung jawab akibat ulah anak kami, David." Ujar George yang dari tadi hanya terdiam menyaksikan semuanya.

Syifa menatap David entah kenapa pria itu juga ikut menatapnya. Pandangan mereka bertemu dan Syifa lebih dulu memutus pandangan mereka secara sepihak. David masih menatap dokter cantik itu namun suara dehaman Vanya membuatnya segera memalingkan wajahnya. Annisa ada disana dan melihat semuanya.

"Bilang aja kalo kangen" bisik Vanya ditelinganya membuatnya sedikit risih.

"Sok tahu." Balas David cuek.

"Lo lagi jaga jarak sama si Tampan?" Bisik Annisa pelan pada Syifa mengalihkan perhatian gadis itu dari Rayyan.

"Enggak"

"Boong. Buktinya lo gak natap matanya tuh." Balas Annisa santai seraya bersedekap.

"Ngomong apa sih, Nis." Kilah Syifa kesal.

"Lo jangan terlalu percaya sama teori lo 3 hari yang lalu. Kalo lo berusaha ya siapa yang bisa tebak kan." Annisa segera ikut bergabung dengan obrolan keluarga David dan Rayyan meninggalkan Syifa yang masih termenung di tempatnya.

***

Baik Syifa maupun David terdiam dalam perjalanan mereka menuju taman rumah sakit. Keduanya masih sama-sama bingung ingin memulai pembicaraan seperti apa.

"Gue.."

"Gue.."

Keduanya menoleh bersama lalu tertawa ketika ucapan mereka bersamaan.

"Lo dulu." Titah David yang entah kenapa Syifa menurutinya.

"Apa kabar?" Syifa mengigit pipinya bagian dalam ketika ia merasakan kecanggungan pada ucapannya.

David terdiam. Jarak mereka dengan bangku taman tinggal 5 langkah lagi. Syifa ikut berhenti dan menoleh menatap pria itu dengan alis berkerut.

"Kurang baik." Jawab David datar. Pria itu berjalan meninggalkan dirinya. Syifa merengut dalam hati kenapa semua orang selalu meninggalkannya sendiri, tadi juga Annisa melakukan hal yang sama.

Ia segera menggelengkan kepalanya ketika merasa dirinya terlalu kekanakan, yang benar saja!

"Kenapa?" Tanya gadis itu lagi setelah ikut duduk di samping pria itu dengan jarak yang tidak terlalu dekat.

"Merindukan seseorang, mungkin." Ujar David pelan seraya melarikan pandangannya ke suluruh penjuru taman.

"Mantan lo, ya?" Entah mengapa ia merasa seperti ada goresan di hatinya ketika pria itu ternyata masih mengingat mantan kekasihnya yang sudah lebih dulu hidup bahagia dengan keluarga kecilnya.

"Bisa iya, bisa tidak." Syifa mengerutkan keningnya ketika merasa jawaban pria di sampingnya terlalu ambigu.

Ia menoleh cepat ke arah pria itu dan menatapnya tajam.

"Ya Tuhan, David! Bisa gak sih lo ngasih jawaban yang jelas. Gue mana tahu isi kepala lo itu apa. Kasih jawaban malah gue sendiri yang bingung." Cerocos Syifa kesal. David tertawa sebentar lalu balas menatap gadis di sebelahnya dengan tatapan yang melembut. Jangan tanyakan bagaimana degup jantung keduanya ketika saling menatap seperti itu.

Tangan pria itu terulur mengacak rambut Syifa yang hari ini sengaja di gerai gadis itu menambah kesan anggun dan cantik secara bersamaan.

"Bawel." Ujar David dengan nada mengejek membuat Syifa menganga tidak percaya. Ia pun segera menggetok kepala pria itu tanpa merasa kasihan sama sekali.

Bukannya meringis, pria berjas hitam itu tertawa pelan. Ia menyukai gadis itu jika sudah bertingkah seperti semula, tanpa air mata tentunya.

"Pantesan mantan lo ninggalin lo dulu, denger aja lo bicara memang mesti pake hati yang kuat dan sabar buat ngadepin lo." David terdiam. Syifa merapatkan bibirnya ketika ia merasa salah bicara.

Ia pun menatap takut-takut ke arah pria itu ketika raut wajah David berubah jadi datar.

Mampus lo, Fa!

"Err--Vid, gue--"

"Gak pa-pa. Yuk masuk kayaknya orang tua gue sama Vanya mau balik." David tersenyum tipis, bahkan bisa dibilang tidak tersenyum jika mata Syifa menangkap pergerakan kecil di sekitar bibir tipis pria itu.

"Vid, gue minta maaf." Syifa berujar pelan sambil mengikuti langkah David.

Pria itu hanya bergumam makin membuat Syifa menyesal karna ia terlalu ceplas ceplos mengatakan hal yang sangat sensitif bagi pria itu. Syifa beberapa kali memukul bibirnya karna merasa bersalah.

Apalagi pria itu ketika berpamit padanya dan keluarga Rayyan serta Annisa hanya tersenyum kecil lalu benar-benar menghilang dari balik pintu ruang rawat Rayyan tanpa meninggalkan sepatah kata buat Syifa.

Annisa yang menyadari ada keanehan pada dua anak cucu adam itu segera menarik tangan Syifa keluar dari ruangan.

"Lo berantem sama si Tampan?" Tanya Annisa to the point membuat Syifa tersentak.

Syifa menggeleng lemah.

"Terus?"

"Gue salah ngomong."

"Salah ngomong gimana?"

"Gue nyinggung soal mantannya."

Syifa menceritakan semua kejadian di taman rumah sakit tadi tanpa melewatkan satu pun membuat Annisa menghembuskan napasnya panjang.

"Lo harus minta maaf sama dia."

***

Kunci HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang