BAB 8

7.1K 334 2
                                    

David membaringkan tubuh lelahnya setelah menyelesaikan ritual mandinya 10 menit yang lalu. Terlalu lelah bahkan ia ingin segera tidur karna ingin mengistirahatkan tubuh dan otaknya yang terlalu bekerja sampai melewati batas normalnya. Tetapi rencana tetaplah rencana yang tak akan terwujud, karna David sendiri belum merasakan kantuk sama sekali. Dan ia bersyukur untung saja adik tercintanya sudah tidur lebih dulu karna memang jam sudah menunjukkan pukul 23.30 WIB yang memang waktu untuk semua orang beristirahat tetapi tidak dengan dirinya.

Ia mengingat kembali percakapannya dengan Syifa yang masih membekas di benaknya sampai sekarang.

"Dia ninggalin gue untuk selama-selamanya."

Saat itu David masih belum mengerti siapa yang dimaksud oleh Syifa. Ia hanya menatap gadis itu dengan muka datarnya. Syifa yang memang mungkin lebih peka dari pria itu lantas menoleh dan lagi, ia tersenyum tipis. Entah berapa kali ia tersenyum tipis pada setiap orang yang ia temui.

"Dia, kekasih sekaligus tunangan gue yang telah dijemput oleh Maha Kuasa untuk selama-lamanya 2 tahun yang lalu."

David menahan napas sejenak tanpa alasan yang jelas. Ia masih menatap datar gadis itu tapi hatinya seakan ikut meringis betapa rapuhnya gadis itu.

"Lo inget waktu di ruang ICU kemarin?" Syifa bertanya tanpa menatap lagi David, ia hanya menatap lubang yang berada di tengah gitar yang berada di genggamannya dengan tatapan kosong.

"Lo nangis." Jawab David pelan. Ia masih menatap gadis itu dari samping. Entahlah, David merasa nyaman menatap wajah mungil itu walau dari samping saja.

Syifa tersentak lalu tertawa hambar. Ternyata David melihatnya juga.

"Ya, gue nangis. Kecelakaan yang lo alami waktu itu buat gue dejavu dengan kejadian 2 tahun yang lalu. Bedanya, bukan gue yang tangani dia dalam operasi karna gue disitu belum jadi seorang dokter." Syifa menghirup udara dalam-dalam ketika merasa rongga dadanya terhimpit.

"Dia masih sempat genggam tangan gue dalam perjalanan. Disitu gue terguncang banget. Bahkan saat dia jalani operasi selama 10 jam, gue gak pulang dari rumah sakit yang sama dan di waktu yang sama. Makanya gue nangis pas nolong anak itu karna dia juga yang bikin gue inget kembali Dia yang udah berhasil gue gak inget lagi. " Syifa menangis. Kali ini ia menangis lebih kencang, masa bodoh jika David melihatnya. Siapa suruh pria itu datang disaat ia ingin melepas semua bebannya.

Dan untuk pertama kalinya David merengkuh gadis itu dan menenangkannya hingga ia tertidur dalam dekapan hangat seorang pria kaku sepertinya.

Ia menghembuskan napasnya panjang ketika kejadian yang terakhir membuat jantungnya bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya.

***

Syifa menatap anak itu dengan senyuman leganya. Ya, anak itu yang ia ketahui namanya adalah Rayyan--entah suatu kebetulan atau mungkin Tuhan sudah merencanakan semuanya nama mereka sama. Untung saja wajah mereka tidak sama, bisa dibayangkan bagaimana reaksi Syifa saat melihat reinkarnasi seorang Rayyan tunangannya yang telah meninggalkannya selama-lamanya.

Anak itu sudah dipindahkan di ruang rawat inap VIP sesuai keinginan David. Syifa juga sudah menghubungi laki-laki itu dan meminta pendapat baiknya bagaimana untuk Rayyan. David juga sudah mengetahui nama anak itu dari Syifa sendiri. Sekaligus ia berterima kasih kepada pria itu karna menjadikannya sebagai sandaran ketika ia menangis dan meminta maaf sudah merepotkan pria itu juga.

"Nah, Ray apa yang kamu rasakan saat ini?" Remaja laki-laki berusia 13 tahun itu menatap Syifa tanpa kedip. Ia masih bingung dan tidak percaya bahwa keadaannya yang sekarang seperti ini.

"Rayyan?"

"A-aku merasa pusing, Dok."

"Rayyan, itu salah satu efek operasi yang kamu jalani. Jadi, wajar saja kalau kamu rasa pusing. Kamu tinggal menunggu waktu biar semuanya segera membaik." Annisa masuk tiba-tiba dan memberikan senyuman terbaiknya untuk remaja laki-laki itu.

***

"Gimana ceritanya lo sampe ketiduran di pelukannya si Tampan plus barengan di rooftop?" Cecar Annisa saat mereka sedang makan siang di salah satu restoran dekat rumah sakit.

Syifa tersedak oleh makanannya sendiri dan Annisa segera memberikan jus jeruk milik Syifa yang langsung ditenggak sampai setengah gelas. Jelas saja gadis itu terkejut dengan pertanyaan frontal Annisa.

"Gue nangis dan dia dengan begonya malah dateng padahal gue pengen sendiri terus jadi sandaran gue malem itu dan dia nenangin gue sampai gue ketiduran." Jelas Syifa sambil menatap gadis di depannya. Annisa mengangguk seolah mengerti.

"Nangisin Rayyan?" Tebak Annisa pelan menatap dalam ke mata almond itu. Syifa mengangguk lemah dan menatap kosong ke arah Annisa.

"Udah dua tahun, Fa."

Annisa memang tahu soal Rayyan, almarhum tunangan Syifa. Karna saat itu ia juga yang membantu tim dokter untuk mengoperasi pria itu. Dan dari sanalah ia dan Syifa mulai saling kenal dan berteman hingga saat ini.

"Gue kangen dia, Nis." Lirih Syifa. Bahkan gadis itu sudah tidak berselera makan padahal masih setengah makanan di piringnya.

Annisa menghela napas pelan, "jalan satu-satunya lo cuman bisa doain dia dalam shalat lo." Ujar Annisa lembut. Ia tahu gadis di depannya ini begitu terpukul dengan kepergian tunangannya.

"Bu Dea tau kalo lo mikirin dia lagi?" Ya, Annisa satu-satunya orang di rumah sakit yang mengetahui bahwa Dea Terresa adalah pemilik rumah sakit Harapan Jati sekaligus Ibu kandung Syifa.

"Ya enggaklah. Bisa mampus gue ketahuan Bunda masih mikirin dia. Bisa gue pastikan saat ini mungkin gue udah di Jerman." Annisa meringis pelan ketika mengingat betapa kerasnya Bundanya Syifa saat itu ingin mengirim Syifa ke Jerman agar anak gadisnya tidak mengingat lagi kejadian yang memilukan itu.

"Tapi ya, lo boleh juga bersanding sama si Tampan--"

"David"

"Ah iya, si David itu. Lo berdua cocok banget dah." Sahut Annisa tiba-tiba.

"Ngaco lo."

"Dih beneran, Fa. Ya kan David juga udah tau masa lalu lo, kaya lo juga tau masa lalu dia. Kalian bisa bersama saling mengobati satu sama lain. Bener gak?"

"Enggak"

"Lho kenapa, Fa?"

"Lo lupa, kalau dua orang terluka siapa yang akan mengobati keduanya? Ya cuman bisa seorang saja yang terluka, jangan dua orang."

"Karna luka yang berbeda dari dua orang yang berbeda akan sulit ditemukan obatnya oleh keduanya."

"Jadi?" Tanya Annisa yang masih bingung.

"Gue dan David gak bisa bersatu." Jawab Syifa pelan.

***

Kunci HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang