Alana menguap sekali lagi. Ia menatap ketiga pria di depannya dengan raut wajah yang begitu kesal sedangkan ketiganya sepertinya tidak terpengaruh sama sekali dengan dirinya.
"Lana, cepetan larinya kamu jangan jalan doang!" Seru Jovan lumayan keras karna wajar saja jalanan di komplek perumahan mereka masih terbilang sepi karna waktu baru saja menunjukkan 05.10 WIB yang berarti para penghuni setiap rumah belum terbangun sepenuhnya kecuali keluarganya ini.
Ia melengos lalu mengeratkan jaketnya karna udara pagi disini begitu dingin.
"Kenapa sih ajak Lana juga, kenapa gak kalian bertiga aja." Protes Alana ketika berada di antara Ayahnya dan Jovan sedangkan Darren berada di sebelah Jovan.
Barra terkekeh pelan. Ia bahagia melihat wajah tertekuk putrinya karna memang Alana sangat jarang berekspresi seperti itu semenjak kepindahan ke rumah lama mereka.
"Ngirup udara pagi sehat lho, Lan. Ini juga sekalian quality time kita berempat di sabtu pagi ini. Oh iya, Ayah mau kenalin juga kalian dengan teman lama Ayah yang rumahnya di depan rumah kita. Kalian tau kan?" Barra berbicara dengan senyum lima jarinya seraya merangkul pundak Alana dengan sayang.
"David bukan?" Ujar Jovan dengan kalimat bertanya. Dan Barra menganggukkan kepalanya.
"David siapa?" Tanya Alana bingung.
"Kamu gak tau David, Dek?" Tanya Jovan lagi.
"Enggak." Alana menjawabnya seraya menggelengkan kepalanya.
"David yang pernah bikin kamu nangis, Dek." Sahut Darren tiba-tiba.
"Bener Lan?" Tanya Barra sambil melirik anak bungsunya.
"Lana aja gak tau David yang mana apalagi sampe bikin nangis. Emang beneran Kak Darren?" Lana memanjangkan lehernya menatap kakak keduanya dengan penasaran.
"Jangan macam-macam, Alana!" Peringat Barra tegas. Ia tahu Alana pasti akan melakukan sesuatu dengan David nanti jika mereka bertemu.
"Emang keliatan banget ya?" Tanya Alanan polos yang langsung membuat mereka berempat berhenti seketika.
"ALANA!" Mereka semua berseru menatap Alana tajam yang langsung dihadiahi kekehan ringan Alana.
Sisa perjalanan mereka hanya diisi dengan candaan sekali-kali Barra menceritakan kejadian lucu selama ia bekerja menjadi ketua hakim agung di negara ini.
***
"Ma, di depan rumah kita udah ada orangnya ya? Vanya lihat lampunya menyala tuh." Vanya yang datang dengan pakaian yang sudah rapi serta tas ransel kecilnya menandakan ia bersiap akan kuliah.
Annita tersenyum lalu berkata, "iya, orang yang dulu punya rumah itu udah kembali lagi menempatinya. Kemaren ia menelpon Papa kamu karna mereka adalah teman lama." Jelas Annita seraya menuangkan segelas susu putih untuk Vanya.
Vanya hanya mengangguk lalu seperti teringat sesuatu ia melihat di sekelilingnya hanya dirinya dan Mamanya saja, ia tidak melihat dua malaikat penjaganya pagi ini.
"Yang lain kemana, Ma?"
"Papa dan abang kamu lagi ada urusan urgent di kantor pusat. Kayanya kembali bermasalah."
Vanya menghela napas pelan. Rencananya untuk mengajak David jalan bareng Syifa sepertinya tidak terwujud karna mengingat ada masalah di kantor pusat dan David memang tidak bisa di ganggu.
"Kenapa sayang?" Annita yang sepertinya mengerti suasana hati putrinya bertanya dengan lembut.
"Kira-kira Bang David kelarnya lama gak, Ma?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunci Hati
RomanceDisaat ku sudah lelah mencari Disaat hati ini tlah terkunci Kau datang membawa Seberkas harapan Engkau yang memiliki kunci hatiku •Afgan - kunci hati•