BAB 32

4.1K 142 4
                                    

"Gue sama David nikah."

David segera menoleh ke arah Alana sedangkan Syifa menatap kosong di depannya. Pernyataan Alana barusan seakan memperlambat kerja jantungnya.

"Gue dijodohkan sama almarhum Ayah gue, Fa. Permintaan terakhirnya adalah meminta gue dan David menikah. Tapi tenang aja, gue sama sekali gak ada perasaan apapun dengannya." Alana melirik sekilas kepada David dimana pria tersebut juga menatapnya lalu menatap Syifa dengan senyum teduhnya.

"Percaya sama gue, Fa. Gue sama David bahkan tidur pisah kamar. Jadi gue mohon lo jangan menghakimi David apalagi sampe putusin dia. Kalian tetap pacaran dan gue akan mundur." Alana mencengkram kuat tangannya yang berada diatas pangkuannya tanpa sepengetahuan David maupun Syifa.

Syifa masih diam mencermati kata demi kata yang diucapkan Alana. Sungguh, rasa rindunya pada pria tersebut begitu besar, namun rasa sakit hatinya justru lebih besar saat ini.

"Kenapa, kenapa kamu gak ngomong sama aku, Vid?" Syifa bertanya dengan pandangan mata yang tak menentu lalu berhenti tepat di manik hitam milik David.

"Aku mau ngomong sama kamu, tapi ponsel kamu sangat sulit dihubungi, Syifa. Aku tahu kamu sibuk, segala macam cara aku dan Alana lakukan buat batalin perjodohan tersebut, tapi hasilnya tetap sama." Syifa menutup matanya perlahan bulir-bulir kristal tersebut jatuh membelai pipi putihnya. Alana memilih memalingkan wajahnya ketika David berpindah posisi memeluk Syifa dengan erat.

Gue kenapa sih? Maki pikirannya.

"Sorry banget, Fa." Lirih Alana seraya menunduk. Perasaan bersalah kini menjalari hatinya begitu melihat Syifa menangis sesenggukan. Untung saja mereka memilih tempat duduk di pojok jadi tidak terlalu membahayakan bila ada yang melihat adegan tersebut.

"Kalian harus cerai!" Syifa berkata dengan tegas setelah melepaskan diri dari pelukan David lalu menatap Alana dan pria di sampingnya itu dengan datar.

"Syifa!" Bentak David tanpa sadar sedangkan Alana segera menoleh ke arah sepasang insan tersebut.

"Apa? Kamu kok bentak aku? Seharusnya kamu iyain aja permintaan aku!" Teriak Syifa namun masih dalam volume yang wajar.

"Oh aku tahu, kamu gak mau cerain dia kan? Hayo ngaku!" David memejamkan matanya mengatur emosinya agar tidak meledak sekarang juga.

"Syifa benar, Vid. Ceraikan gue dan kalian bisa bersama." Lirih Alana tersenyum masam. David tidak habis pikir dengan jalan pikir kedua perempuan tersebut.

"Alana jangan gegabah!"

"Ini jalan terbaik, David. Gue gak bisa merebut kebahagiaan Syifa dan lo terutama. Lo udah cukup sulit masuk ke dalam lingkaran kehidupan gue. Gue gak mau buat beban lagi buat lo." Bahkan Alana sudah tidak memanggilnya dengan panggilan biasanya, Dapid.

"Kamu gak mau ceraikan dia, David?" Alana menatap keduanya bergantian lalu beranjak dari kursinya.

"David, gue harap lo segera ceraikan gue. Kasihan Syifa, Vid. Kalau begitu, gue pamit duluan ya. Pokoknya lo berdua harus bareng-bareng, selesain urusan kalian dulu. Pid, jagain Syifa." Setelah mengucapkan hal tersebut Alana mengerling jahil ke arah pasangan tersebut dan mulai meninggalkan keduanya dalam suasana canggung.

***

Disinilah mereka, Incheon Airport dengan beberapa orang yang berlalu lalang memasuki bandara tersebut. David semalam pulang sudah pukul 11 malam dan Alana juga yang menunggunya. Dan sekarang ia harus kembali ke Jakarta mengikuti keinginan Syifa untuk pulang bersama karena waktunya di negeri yang banyak idola ini sudah habis.

Semalam juga David sempat mengatakan hal tersebut pada Alana dan gadis tersebut menanggapinya dengan reaksi bahagia tetapi entah kenapa David malah merasakan sebaliknya.

Kunci HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang