BAB 18

4K 155 0
                                    

Tidak seperti biasanya suasana kantornya begitu ramai. Hal ini sudah terjadi dua kali, yang pertama saat Dea datang menjemputnya untuk makan siang lalu yang kedua, hari ini. Ia pun mengambil kesimpulan mungkin saja pria yang Dea maksud adalah David dan penyebab keramaian kantor tempat ia bekerja adalah kedatangan CEO muda alias David sendiri. Kenapa dia tahu? Karna kantor tempat ia bekerja adalah salah satu cabang dari perusahaan milik keluarga David. Ayah David memasukkan ia untuk bekerja di kantor tersebut tanpa sepengetahuan David dan juga ia terlalu malas untuk memberitahukan pada pria tersebut.

"Lo kok biasa aja sih, Na? Kan yang datang tuh CEO dari kantor kita, jadi mesti dikasih sambutan yang hangat dong. Malah CEO-nya masih muda terus tampan pula. Gue jamin kalo lo liat pasti bakalan jatuh hati deh." Seru Sri, teman divisinya bersemangat.

"Lo nggak taunya aja CEO kita kaya gimana sebenarnya" dingin dan cuek. Kalo gue suka sama dia bakalan berpikir dua kali dah gue, batinnya berbicara.

"Lah emang lo udah kenal sama CEO kita?"

"Nggak. Udah ah gue mau makan dulu. Lo mau ikut nggak, Sri?" Ajaknya seraya merapikan cepolan rambutnya dari cermin yang selalu ia bawa ke dalam tas punggung kecilnya. Ah ya, Alana memang tipe cewek yang tidak suka memakai tas tangan ketika ke kantor. Katanya terlalu terlihat tua, padahal jika dia yang memakainya sangat terlihat pas.

Ia melirik sekilas ke meja Andre yang berada di seberang kirinya. Ia menyipitkan matanya ketika melihat kelakukan teman se-timnya itu.

"Nonton bokep jangan di kantor bego! Noh cctv, inget." Ia melemparkan gulungan kertas ke arah pria 3 tahun diatasnya itu. Andre menggerutu namun akhirnya menutup aplikasi yang menayangkan video tersebut. Bukan karna apa, cctv di ruangan mereka memang langsung menghadap ke arah komputer milik Andre sehingga mau tak mau ia harus mendengarkan nasihat Alana.

"Ganggu banget sih, bocah."

"Yee, dikasih tau juga malah bawel."

"Udah, udah. Kok lo berdua malah ribut sih. Na, jadi makan nggak nih?" Sri memang yang menjadi penengah mereka berdua. Jika tidak ada Sri bisa dipastikan keduanya akan beradu mulut hingga malam nanti.

"Jadi kok jadi. Heh bangkotan, jaga ruangan ye. Gue mau makan dulu bareng Sri. Awas aja kalo data gue ada yang ilang."

"Anjir! Udah bangkotan, disuruh jagain ruangan. Lo kira gue babu? Males gua, mau makan juga nih. Mending ikut lo berdua aja dah." Seru Andre dengan nada protesnya.

"Jadi yang jagain ruangan siapa?" Tanya Sri dengan muka khawatirnya. Masalahnya data penting kantor pusat ada di ruangan mereka karna ruangan tempat mereka bekerja adalah ruangan khusus bagi programmer.

"Lah iya, Bang Ayub mana?" Alana menatap meja yang berada di samping meja Andre lalu menatap kedua rekan se-timnya itu.

"Dia tadi dipanggil sama Pak Direktur."

"Belum balik sampai sekarang?" Andre dan Sri serempak menggeleng bersama.

"Kalian mau kemana?" Sontak ketiga orang yang berada di dalam ruangan itu menoleh ke arah pintu dimana orang yang mereka cari akhirnya memunculkan wujudnya.

"Bang, kita izin mau makan siang. Boleh ya?" Seru Alana menampilkan puppy eyes-nya, jurus yang selalu ia gunakan untuk merayu kedua abangnya dan sekarang kepada Ayub, ketua tim divisi mereka.

Ayub tersedak ketika melihat ekspresi yang jarang diperlihatkan Alana di kantor, begitu pula Andre yang terperangah sedangkan Sri tertawa kecil.

"Ka-kalian mau pergi se-semua?" Ayub mengutuk dirinya karna gugup sendiri ditatap seperti itu oleh Alana sedangkan Andre yang menyadari perubahan nada bicara Ayub tertawa diikuti Sri.

Kunci HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang