Mikoto memperhatikan gerak-gerik Kushina yang berbeda dan Naruto yang selalu menundukkan kepalanya saat melihat Kushina. Mikoto menarik sudut bibirnya ke atas, tatapan matanya seakan menyimpan sejuta teka-teki.
Mikoto melirik Kushina yang ada di sampingnya tampak sangat tidak nyaman lalu bergantian melirik Naruto, tangannya gemetar memegang buku catatan pesanan lewat ekor matanya terus seperti itu.
Suasana jadi terasa tegang. Keheningan terjadi cukup lama, tak ada suara sedikit pun dari bibir mereka. Mikoto menghela napas panjang.
"Ehem..." Mikoto berdehem untuk mencairkan suasana yang sangat membuang-buang waktu baginya.
"Naruto, aku pesan seperti biasa, dua, ya." Mikoto mulai memesan dengan lembut dengan senyum yang menawan.
Naruto mengangkat dagunya. Rasanya kegundahan yang ia rasakan dan gemetar tangannya mulai berkurang melihat senyum Mikoto yang menenangkan. Naruto mengangguk dan mencatatnya lalu pamit untuk pergi.
Melirik Naruto yang sudah pergi, Kushina bernapas lega. Kushina langsung memakai tasnya dan akan beranjak pergi.
Mikoto menyadari sikap Kushina yang sangat aneh hari ini. Dugaannya semakin mantap jika Kushina menyembunyikan sesuatu darinya. Dan lagi Kushina yang terlihat sangat buru-buru pergi.
"Kau ingin ke mana, Kushina?" Tanya Mikoto.
"Aku harus pergi, Mikoto. Ada sesuatu yang harus kulakukan sekarang. Maaf, tak bisa menemanimu." Jawab Kushina tanpa menunggu jawaban dari Mikoto. Kushina berjalan sangat cepat meninggalkan kafe.
Tatapan mata Mikoto yang tampak khawatir kini pudar menatap datar punggung Kushina yang semakin hilang dari jangkauan matanya.
Naruto datang membawa pesanan Mikoto. Sampai di meja Mikoto dan Kushina, Naruto tak melihat keberadaan Kushina. Yang tersisa hanyalah Mikoto.
"I... i...ini pesanannya." Naruto meletakkan dua cangkir itu pada meja Mikoto.
Mikoto tersenyum kecil sebagai tanda terima kasih. Setelah itu Naruto pergi, dan senyum yang terpampang pada Mikoto hilang seketika selepas kepergian Naruto. Matanya memperhatikan Naruto pergi sambil memainkan gagang cangkir dan menggenggam dengan kuat seakan menahan emosi yang akan meledak dalam dirinya
.
.Hari telah berganti malam. Suasana yang tadinya ramai oleh orang-orang yang berlalu lalang dan suara bising kendaraan yang cukup mengganggu menjadi malam yang sepi dan tenang. Walaupun masih ada beberapa orang yang masih beraktivitas di luar.
Pukul delapan malam, di rumah, keluarga kecil Naruto sedang berkumpul di ruang televisi untuk menonton bersama atau sekadar berbincang bersama. Walaupun Jiraya, ayah mereka, sudah tidak ada, mereka tetap akan melakukan yang namanya berkumpul, bercengkerama dan bercanda. Biarpun waktu Naruto habis untuk sekolah dan bekerja, ia tetap menyempatkan waktunya untuk adik-adiknya seperti Jiraya. Apa pun yang terjadi ia akan selalu berusaha untuk bersama keluarganya, menanyakan hal yang telah terjadi selama seharian. Karena baginya keluarga yang paling utama.
Naruto dan adik-adiknya sedang menyaksikan tayangan kartun kesukaan mereka, terutama Ryuu, tapi tidak dengan Kyuubi yang hanya menontonnya tanpa minat.
Mereka duduk berjejer menatap televisi yang beralaskan karpet usang. Naruto duduk di tengah mereka dengan senyum kecil sambil melingkarkan tangannya di pinggang Ryuu yang ada di samping kanannya, Moegi dan Shiori tertawa pelan duduk di samping kanan Ryuu, Konohamaru dan Udon tertawa sampai terpingkal-pingkal di samping kiri Naruto, Inoe hanya tersenyum di samping kanan Shiori sedangkan Kyuubi duduk paling pojok samping kanan Inoe hanya diam menatap jenuh pada layar televisi yang episode kartunnya diulang-ulang padahal mereka pernah menonton episode itu tapi mereka masih bisa tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let This Be A Secret [ SasuNaru ] ✓
FanfictionKedua orang tua Naruto tak bisa menerima keadaannya. Sehingga Minato dan Kushina mengambil jalan pintas agar Naruto tidak mempermalukan nama besar Keluarga Namikaze. Lalu Naruto bertemu dengan Jiraya, dan saat itulah Naruto tinggal dengan anak-anak...