SEMBILAN BELAS

2.1K 174 4
                                    

Agatha terbangun dari tidurnya setelah merasakan ada tangan yang lembut membelai rambutnya. Di pelupuk matanya terasa bekas tangisan yang ia cucurkan juga saat tertidur.

Agatha mengerjapkan matanya, mencoba menyesuaikan matanya dengan ruangan kamarnya yang hanya diterangi cahaya matahari yang meyusup melalui jendela. Menolehkan wajahnya untuk melihat siapa yang sedang mengelus kepalanya dari sisi satunya.

Dilihatnya sosok yang paling enggan ia temui saat ini. Agatha bangkit dari posisi tidurnya, duduk menjauh dari orang itu. Dilihatnya pintu kamarnya tertutup.

"Ngapain di sini? Keluar sana, saya gak mau ibu dan Abigail berpikir macam-macam. Ah, tapi kalau buat anda, nanti Hani yang mikir macam-macam", ucap Agatha sinis.

"Kamu sudah enakkan Tha?", tanya Ferdinan dengan raut wajah khawatir.

"ngapain tanya-tanya?"

Ferdinan menghela napas panjang saat mendengar jawaban Agatha. Ia nekat duduk di atas tempat tidur Agatha. Duduk tepat di sampingnya. Berusaha tidak peduli dengan tatapan tajam yang diberikan Agatha.

"Kata ibu, kamu sudah seharian gak makan. Kamu demam dari semalam sampai mengigau.", ucap Ferdinan sambil mengelus kepala Agatha. Membuat Agatha harus mengelak enggan disentuh oleh Ferdinan.

"Ibu mikirnya kamu demam karena lagi bertengkar sama aku. Sampai mikir kenapa aku gak datang ke rumah semalam. Makanya sekarang ibu ngijinin kita berdua di sini. Buat menyelesaikan masalah kita. Padahal aku cuma pingin kamu tenangan dulu semalem. Maafin aku yah sayang, gara-gara aku kamu jadi begini.", ucap Ferdinan menggenggam kedua tangan Agatha yang diletakkan di atas pahanya. Yang tentunya segera dilepaskan oleh Agatha.

"Sayang?", Agatha mendengus kemudian menggaruk telinganya yang tidak gatal.

"Gak salah dengar tuh? Mending pergi aja deh sana. Jangan kepedean. Saya demam bukan karena anda. Saya rasa anda juga tidak ada urusan di sini, jadi selagi saya masih bersikap sopan, mohon anda pergi dari sini.", ucap Agatha kemudian merebahkan tubuh kembali di atas tempat tidur memunggungi Ferdinan.

"Aku akan buktiin tuduhan kamu ke aku salah Tha. Kamu tenangin diri kamu dulu dan banyak istirahat yah. Aku cinta kamu.", Ferdinan mengecup lembut pucuk kepala Agatha yang membelakanginya kemudian beranjak dari sana, meninggalkan Agatha yang kembali mengucurkan air matanya.

***

Namanya sudah terbiasa. Ketika kebiasaan itu tidak terjadi, maka kehilangan lah yang akan dirasakan. Secara kebiasaan itu sudah dijalankan selama hampir satu tahun.

Jujur Agatha merasa kehilangan sosok Ferdinan. Tapi mau bagaimana, hubungan mereka berdua tidak mungkin diteruskan. Toh Ferdinan mungkin saat ini sudah resmi menjalin hubungan secara terang-terangan dengan Hani.

Setidaknya keberuntungan masih berpihak pada Agatha. Meski dengan cara yang tak diduga. Pasalnya keberuntungan datang dari ketidakberuntungan sepupunya sendiri.

Ibu dan Abigail curiga dengan Agatha yang selalu pergi pulang kerja sendiri. Malam minggu dan hari Minggu Ferdinan datang, namun Agatha menghindarinya dengan mengurung diri di dalam kamar. Akhirnya Agatha jujur bahwa dirinya sudah putus dengan Ferdinan, namun enggan memberitahukan penyebabnya.

Sebenarnya Abigail mendesak untuk mengetahui alasannya, begitu pula dengan sang ibu yang sangat menginginkan Ferdinan kelak menjadi pendamping Agatha seumur hidup.

Bodohnya, Agatha enggan memberitahukannya kepada mereka berdua. Membiarkan kedua orang itu berasumsi putusnya jalinan kasih mereka karena kelabilan Agatha. Bukankah itu pertanda Agatha masih mencintai Ferdinan. Agatha akui iya. Hatinya masih merindukan dan menginginkan Ferdinan. Tapi logikanya masih mampu menghentikannya sementara ini.

unpredictable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang