3. Aahh!

8.2K 930 473
                                    

Salah satu aktivitas yang tiba-tiba menjadi menarik buat murid sekolahan - terutama saat jam pelajaran terakhir pada hari Senin yang pengap dan membosankan - adalah memandangi jam dinding, atau jam tangan, atau jam digital di hape lalu menghitung waktu yang tersisa untuk bel pulang.

Mata pelajaran Matematika yang dijadwalkan di tiga jam terakhir pada hari Senin (setelah sebelumnya ada dua jam pelajaran Fisika) adalah definisi baru dari yang namanya neraka. Pak Gilbert memberikan kami 15 soal latihan tentang limit fungsi, beliau sedikit meringankan beban kami dengan mengizinkan dibentuknya kelompok belajar yang terdiri dari 4 orang.

Karena Pak Gilbert enggak mau ribet, kelompok dibagi berdasarkan tempat duduk. Karena gue dan Ashton duduk di belakang Calum dan Stephanie, akhirnya kami berempat masuk dalam kelompok yang sama - dengan gue yang menjadi ketua kelompok - karena katanya gue yang paling ngerti masalah Matematika.

Gue sedari tadi cuman mencoret-coret kertas hitungan, menuliskan angka yang menunjukkan menit-menit terakhir sebelum bel pulang berbunyi. Calum yang duduk berhadapan dengan gue pun udah ngorok dari lima belas menit yang lalu, Ashton sibuk chat sama pacarnya dan Stephanie lagi asik baca smut. Enggak ada satupun yang niat untuk nyelesein tugas laknat ini.

"Oke anak-anak," kata Pak Gilbert. Gue nendang kecil kaki Calum, ngebuat dia terperanjat dan dengan cepat mengusap sisi bibirnya dengan telapak tangan, padahal sih enggak ada iler, "Berhubung 5 menit lagi udah bel pulang, tugas yang belum selesai kalian selesaikan di rumah aja. Kita akan bahas semua soal di pertemuan selanjutnya. Selamat siang semua."

"Selamat siang, paaaak," ucap kami serempak. Seketika itu juga kelas jadi ricuh, ada yang masukin buku-buku sembarangan, ada yang teriak-teriak kesenengan, dan ada juga yang desek-desekan untuk rebutan keluar kelas.

"Mau ngerjain kapan?" Tanya gue seraya menyandang tas ransel gue ke bahu, "Gue kalo besok ada les."

"Hari ini gue sama Ashton free, enggak ada futsal," jawab Calum yang lagi ngeluarin seragamnya dari celana, lalu ngeberantakin rambutnya. Serius, gue enggak ngerti tujuannya apa.

"Berarti hari ini aja, biar bisa kumpul semua," timpal Stephanie, "Mau di rumah siapa?"

"Di rumah gue aja," jawab Ashton yang udah siap mau pulang sambil muter-muterin kunci mobilnya, "Rumah gue lagi kosong. Gue disuruh jaga rumah sama nyokap."

Calum dan Stephanie langsung menyetujui, "Tapi gue enggak tau rumah lo di mana. Kalo di rumah gue aja, mau enggak?" Tanya gue.

"Tapi gue enggak tahu rumah lo di mana," jawab Ashton sambil nyengir.

"Gue juga enggak tahu, Tan," kata Stephanie menimpali.

Karena kalah jumlah, akhirnya gue mengalah. Setelah memastikan jam janjian, kita semua pisah arah. Stephanie langsung menuju gerbang sekolah karena dia dijemput, Ashton menuju parkiran mobil, sedangkan gue dan Calum menuju parkiran motor.

Di sepanjang jalan menuju parkiran, gue bertanya-tanya kenapa Calum jalannya di belakang gue terus, enggak sebelahan aja. Gue tiba-tiba jadi insecure sama cara jalan gue. Apa langkah gue terlalu lebar? Apa jalan gue kayak cowok? Apa gue terlihat enggak anggun dari belakang?

Setelah pemikiran-pemikiran negatif itu memenuhi otak gue, gue memilih buat jalan lebih cepet. Pas gue udah duduk di atas motor gue, gue menoleh ke arah dia yang jalan santai ke motornya. Dia juga menoleh ke gue, lalu dia senyum. Gue senyum sekilas sebelum masang helm buat nutupin muka gue. Malunya.

Ayaflu | 5SOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang