Gue dan Calum berjalan beriringan menuju dapur. Gue mendongak melewati pundak Calum dan menemukan Mama dan Papanya yang lagi mengobrol santai sambil sesekali tertawa kecil. Gue menelan ludah kuat-kuat dan kembali merapikan seragam serta menyisir rambut gue dengan jari-jari tangan.
Tante Joy menoleh ketika bunyi langkah kaki kami memasuki pendengarannya. Karena merasa enggak diperhatikan, Om David mengikuti pandangan sang istri dan ikut menemukan kami yang sedang berjalan canggung ke arah mereka.
Mereka sempat menatap gue bingung selama beberapa detik sebelum keduanya menunjukkan senyum menyambutnya. Tanpa sadar, gue menghembuskan napas lega melihat penyambutan sehangat itu, "Lagi pada ngapain di kamar?" Tanya Papanya dengan nada super santai.
Gue melotot dan seketika kehilangan kemampuan untuk bicara. Gue menoleh ke arah Calum, memintanya menjawab. Calum memandangi gue dengan eskpresi seperti sedang berusaha keras memutar otak, lalu perlahan cengiran canggung muncul di wajahnya.
Dia menatap kedua orang tuanya dan memaksakan nada bicara yang biasa aja, "Belajar Matematika, Pa," Calum menarik satu kursi buat gue dan mendudukkan dirinya persis di kursi sebelahnya, "Natania ngajarin Calum buat UTS. Dia ini juara umum, loh."
"Oh ya?" Mama Calum memandangi gue dengan pandangan penuh terimakasih, "Nama kamu Natania?"
Gue mengangguk dan tersenyum, "Iya, Tante."
"Temen sekelasnya Calum?" Tanyanya lagi.
"Nggg..., iya...," Ucap gue ragu sambil melirik Calum, yang seperti sedang menghindari tatapan gue, "Temen sekelas...," Dia enggak meralat jawaban itu, jadi gue rasa hubungan kami masih menjadi semacam rahasia buat keluarganya. Gue enggak menuntut dia buat ngasih pengumuman ke semua orang kalo gue pacarnya, apalagi ke orang tuanya. Tapi, rasanya nyesek juga. Kayak ada pait-paitnya gitu.
"Banyak-banyak deh kamu bergaul sama Natania, biar ketularan pinter, kamu main terus sih kerjanya," gue memaksakan kekehan halus ketika mendengar ocehan Tante Joy. Gue bener-bener enggak mau berpikiran negatif, tapi gue sepenuhnya yakin kalo Calum lagi nunjukkin gelagat bersalah, "Ini kalian udah pada makan belum?"
Calum menggeleng, dia jadi lebih diam dari sebelumnya. Sumpah, gue enggak masalah sebenernya kalo dia enggak mau memperkenalkan gue sekarang, tapi tingkah dia membuat gue jadi kepikiran. Apa ada yang salah?
Dulu hal ini juga udah pernah kejadian waktu Velda menanyai dia dengan pertanyaan serupa dan respon Calum tetap sama; dia cuma diam, enggak menyalahkan, dan enggak juga membenarkan. Dia membiarkan pertanyaan itu melayang, enggak terjawab sama sekali.
•
Gue berusaha mengalihkan perhatian gue ke arah bahan-bahan makanan yang sekarang lagi gue potong-potong, meskipun suasana canggung antara gue dan Calum semakin terasa. Calum dan Papanya duduk berhadapan di meja makan sambil sesekali mengobrol tentang tim futsal sekolah yang bakal ngelawan SMA Percontohan di pertandingan yang akan datang.
Gue memilih buat menyibukkan diri dengan berdiri di samping konter dapur sambil memandangi Tante Joy yang lagi nyiapin makan, "Rumah kamu jauh dari sini, Nat?" tanyanya yang sekarang sudah memasukkan bahan-bahan makanan yang sudah dibumbui tadi ke dalam oven.
"Lumayan kok, Tante."
Tante Joy menoleh ke arah gue dan tersenyum lagi, "Kamu punya saudara?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayaflu | 5SOS
FanfictionCOMPLETED - #122 in Fanfiction (03.08.17) "Cium dulu." Dan dengan dua kalimat itu, satu pukulan melayang ke arah lengan pria yang mengucapkannya, tapi pria itu bertindak lebih gesit, ia dengan cepat menangkup kedua tangan sang gadis, menarik gadis i...