17. P3 (Part B)

4.8K 679 1K
                                    

Gue mengerjapkan mata lalu memijit belakang leher gue. Gue seketika bangkit dari posisi telungkup buat melihat jam dinding di belakang kelas. Bagus, ternyata gue ketiduran sekitar lima belas menit dan kelas udah kosong aja. Enggak ada orang sama sekali kecuali gue. Padahal belum masuk jam istirahat.

Gue menguap lebar lalu menempelkan pipi gue ke atas meja sambil menerawang. Perkataan Gacy sukses membuat gue keluar dari ruang imajinasi yang gue buat-buat sendiri selama ini.

Siapa sih gue? Pede banget kalo Calum sampai sayang beneran sama gue. Ngelirik gue pun, bakal jadi suatu hal yang enggak mungkin kalo emang dia enggak lagi mengincar sesuatu dari gue.

Gue sedikit banyaknya menyesali semua ini. Seharusnya gue enggak usah sekelas sama Calum. Enggak usah kenal sama dia. Enggak usah suka sama dia. Enggak usah pacaran sama dia. Seharusnya, Calum enggak usah pake muncul di kehidupan gue segala.

Intinya; gue nyesel memilih pacaran.

Gara-gara pacaran ini, waktu belajar gue jadi kurang. Karena setiap malam, gue bakal chat atau telponan dengan topik yang kadang enggak jelas. Gue pulang sore karena jalan-jalan atau makan dulu di luar. Gue jarang nonton Spongebob karena gue dijemputnya selalu kepagian. Pokoknya, waktu gue buat ngumpul sama keluarga jadi sedikit karena gue lebih banyak menghabiskan waktu bareng Calum.

Gue menelungkupkan kepala gue lalu menggebuki meja karena kesal. Ternyata, banyak momen penting lain di hidup gue yang gue lewatkan semenjak gue mengenal pacaran. Padahal, pacar gue yang gue nomor satukan itupun, enggak menganggap gue sepenting itu.

"Banguuun!" Gue menengadah dan mengedip beberapa kali karena pandangan gue buram, "Tatan! Bangun! Kring-kring!" Gue enggak begitu jelas melihat wajah Michael, tapi gue yakin itu dia, "Lagi enggak sibuk kan lo?"

Gue mengangguk, masih agak heran kenapa tiba-tiba Michael bisa berdiri di samping meja gue, padahal tadi gue enggak mendengar langkah kaki siapapun memasuki kelas, "Kenapa, Mike?"

"Lo ke kantor guru ya, tolong, temenin Bu Sonia ngoreksi ulangan MTK," pintanya, "Gue sama yang lain disuruh bantu bersih-bersih buat adiwiyata sama Pak Agus."

Dia menghempaskan dirinya ke kursi Calum, lalu memiringkan tubuhnya menghadap gue, "Tadi udah gue bilangin ke dia kalo lo sakit, takutnya dia ke sini buat ngecek. Daripada nanti gue ketahuan boong dan lo disuruh ngangkat pot, mending lo ngadem ke ruang guru sana."

Gue mengucek-ngucek sebelah mata lalu kembali menguap lebar. Michael mengernyit jijik seraya menutupi mulut gue dengan telapak tangannya, "Gue enggak sakit, kok, padahal."

"Iyeee, Pak, gue tahu," Michael mengibaskan tangannya itu ke muka gue, "Udah, nurut aja apa kata gue. Samper cepetan si Sonia, keburu si Agus dateng."

"Sopan dikit, Bego. Mereka guru lo."

"Jangan bacot lo ya, mulai keluar nih adat lo," dia menarik lengan gue pelan, "Udah bangun. Tidur mulu lo, ntar beneran badan lo bengkak kayak Tatan."

Dengan susah payah melawan tekanan gravitasi, gue akhirnya berhasil bangkit dari kursi bermagnet ajaib gue itu, "Iya iya, makasih ya bantuan bolosnya."

"Sante, Pak," Michael juga bangkit dari duduknya, lalu berjalan berdampingan dengan gue menuju pintu keluar, "Oh iya, nanti lo ke ruang gurunya muter lewat kantin, soalnya Pak Agusnya tadi di depan taman, bisa ketahuan kalo lo enggak bantu-"

"Astaga, Mike," potong gue, "You talk too much. Makasih loh infonya, tapi gue bisa sendiri. Gue enggak akan bikin lo kena masalah."

Ayaflu | 5SOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang