Part 5

214 12 3
                                    

Agni menggebrak meja Agnes berniat ingin mengagetkan Agnes yang tengah serius membaca novel, tapi bukan kekagetan Agnes yang Agni dapatkan, ia malah merasakan sakit pada kedua telapak tangannya.

"makanya jangan jahil, kena batunya kan." ucap Agnes menutup novelnya dan melihat ke arah kedua tangan Agni yang tampak memerah.

"maaf - maaf, nggak lagi - lagi deh. Sumpah ini sakit banget." Agni meringis menahan sakit di kedua tangannya.

"mau ke uks?" tanya Agnes.

"nggak usah deh cuman gini doang masa harus ke uks, khawatir ya, hayo ngaku." ucap Agni menaik turunkan kedua alisnya.

"yaudah kalau nggak mau ke uks." Agnes kembali membuka novelnya dan melanjutkan bacaannya tadi.

"lo ngambek Nes?"

"iya." jawab Agnes dengan singkat, padat dan jelas.

"kenapa?"

"pengen aja, emang cuma lo aja yang pengen ngambek gue juga pengen kali."

"padahal tadi gue pengen nunjukin lo sesuatu, tapi kayaknya nanti aja deh, lo harus banyak - banyak istirahat" ucap Agni lesu.

"ngapain lo nyuruh gue banyak - banyak istirahat?" tanya Agnes bingung.

"karena lo udah ketularan virus gue." ucap Agni prihatin karena Agnes sudah bertingkah aneh seperti dirinya, padahal waktu pertama kali Agni bertemu Agnes, Agnes adalah sosok yang sangat pendiam, bahkan Agni harus berusaha sekuat tenaga agar Agnes mau berbicara padanya. Alasan Agni menjadikan Agnes temannya, karena menurut Agni sikap pendiam Agnes itu keren.

"gue udah lama tau ketularan virus lo, masa nggak nyadar."

"oh iya ya, lo kan udah lama anehnya, yang dulunya pendiam banget sekarang mulutnya nggak bisa diam." Agni menjawab dengan santai dan mendengus geli mengingat sikap Agnes dulu.

"setidaknya kewarasan gue masih diatas lo, oh iya tadi lo mau nunjukin apa?"

Agni tersenyum mendengar pertanyaan Agnes, ia segara mengambil handphonenya.

"nih lo dengerin baik - baik ya, jangan sampai ada satu kalimat yang terlewatkan." Agnes menyipitkan matanya perasaannya mulai tidak enak.

Suara yang keluar dari handphone Agni cukup membuat Agnes tak dapat menutup mulutnya. Agni yang melihat reaksi Agnes tersenyum dengan puas.

"ini suara siapa Ag?" tanya agnes.

"suara Ray." agni menjawab dengan bangga.

"oh." Agnes kembali membaca bukunya mengabaikan Agni.

"cuman oh, bukannya tadi lo nggak bisa mingkem waktu denger Ray bilang gue cantik."

"tadi gue pengen buka mulut aja, bukan kaget karena lo di bilang cantik, nanti gue bakal anterin Ray ke dokter mata, meriksain matanya. Mungkin waktu Ray bilang lo cantik matanya lagi kemasukan sesuatu, jadi dia nggak bisa ngebedain mana yang cantik atau jelek." kata Agnes dengan santai tanpa memperhatikan Agni yang sudah menahan kesal.

"lo itu ngeselin banget sih, gue lebih suka lo yang pendiam tau nggak dari pada lo yang banyak omong begini."

"oh."

"ihhh lo itu ngeselin banget, ngerusak mood gue aja."

"oh."

"ihhhh."

"kalian berdua berisik banget sih, gue lagi sakit gigi nih." teriak Rahmi yang duduk di belakang bangku Agni dan Agnes.

Agni terlonjak kaget mendengar teriakan rahmi begitu pula Agnes, karena Rahmi adalah salah satu murid yang pendiam, dan susah banget buat di ajak ngomong sebelas dua belas sama sifat Agnes dulu.

My DionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang