"emm," Agni mengetuk - ngetuk dagunya berpikir. "kamu kan nggak suka aku, terus kenapa kamu harus marah waktu liat isi diary itu?" Agni menaik turunkan alisnya. "kamu udah mulai suka aku ya." goda Agni.
"iya, gue suka lo." wajah Agni seketika berubah menjadi kaku, melihat tak ada raut bercanda di wajah Dion.
Agni memalingkan wajahnya, karena merasakan hawa panas yang menjalar pada pipinya, juga degup bunyi jantungnya yang menggebu - gebu.
Dion terkekeh melihat reaksi Agni, menurutnya malu - malu bukan merupakan gaya Agni.
"Ag, gue baru tau lo bisa malu juga, tuh liat pipi lo." Dion menusuk - nusuk pipi Agni gemas, dengan cepat Agni menyingkirkan tangan Dion dari pipinya, kemudian dia menutup kedua pipinya itu dengan tangan, karena merasa wajahnya semakin memerah.
"Ag, kenapa diam aja. Mulut lo lagi sariawan ya?" ejek Dion.
"Dion udah dong, kamu jangan begitu. Cuman lihat kamu aja detak jantung aku udah nggak normal, sekarang di tambah sama sikap kamu yang manis, kamu pengen aku mati muda ya." sungut Agni dengan pipi yang mengembung.
Dion kembali terkekeh melihat tingkah Agni. Tangannya terangkat menyingkirkan kedua tangan Agni dari pipi gadis itu, kemudian dia mencubit pipi Agni dengan gemas.
"lo tau, pipi lo yang merah begini, bakal jadi hal yang gue sukain dari lo. Soalnya lo jadi tambah imut." Dion menguatkan cubitannya, membuat Agni mengaduh kesakitan.
Dion melepaskan cubitannya dan mengelus bagian pipi Agni yang di cubitnya.
"sorry, sakit ya?" tanya Dion khawatir.
Agni menatap terperangah ke arah tangan Dion yang masih berada di pipinya.
"Dion kamu tadi pagi salah minum obat ya?"
"iya." Dion menjawab dengan senyum lebarnya.
Berbanding terbalik dengan Dion, Agni menatap Dion sendu, merasa sikap baik Dion karena ada maksud tertentu.
"apa karna tante Clara, kamu jadi baik sama aku?" tanya Agni hati - hati.
Dion menatap Agni kecewa, membuat gadis itu jadi merasa bersalah.
"apa lo nggak bisa lihat keseriusan gue buat minta maaf sama lo? Atau karna sikap gue udah terlanjur jelek di mata lo? "
"nggak, bukan itu maksud gue." jawab Agni panik.
"iya gue paham kok, semuanya terlalu membingungkan buat lo, buat percaya kalau gue serius."
Agni meremas kedua tangannya, bingung pada dirinya sendiri. Dia senang Dion membalas perasaannya, tetapi ada kegelisahan tersendiri dalam hatinya, yang tidak dapat menerima kebenaran dari ucapan Dion.
"udah jangan di pikirkan." Dion menepuk - nepuk kepala Agni lembut. "lebih baik lo mikirin gue aja ya." perasaan gelisahnya seketika sedikit hilang, mendapat perlakuan dan tatapan lembuat dari Dion.
"tanpa kamu minta pun, kamu selalu ada dalam pikiran aku."
"Ag, di sini yang cowok, gue atau lo sih, kok lo lebih jago gombalnya."
"gue nggak gombal, gue jujur tau. Dion pipi kamu kenapa merah, kamu demam ya." ucap Agni khawatir, tangannya terangkat memegang dahi Dion. "nggak panas, terus kenapa pipi kamu merah?"
"emmm, karena matahatarinya terik banget."
"ohhh, tapi kan disini teduh, atau mungkin..."
"terserah lo deh." potong Dion cepat, "Eh ngomong - ngomong sekarang jam berapa? Gue nggak pakai jam tangan." Dion berusaha mengalihkan pembicaraannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Dion
Dla nastolatkówKarna pilihanku adalah kamu, jadi kamu juga harus memilih ku.