Part 8

207 9 0
                                    

Dion memacu motornya dengan emosi yang di tahannya, Dia mulai menaikan laju motornya untuk melampiaskan emosinya.

Dion menurunkan laju motornya dan menepi di pinggir jalan, deru nafas Dion terdengar tidak teratur. Ia mencoba mengenyahkan bayangan tentang kejadian yang terjadi di cafe tadi dari pikirannya.

Setelah merasa emosinya sedikit berkurang, Dion kembali menjalankan motornya, dan memutuskan untuk langsung pulang ke rumah.

Dion menghempaskan tubuhnya di kasur setibanya ia di rumah, dia memijit pelan kedua pelipisnya yang terasa begitu pusing. Pandangan Dion kemudian beralih pada buku yang terletak di atas meja, tak jauh dari kasurnya.

Dion bangun dan mengambil buku itu, melemparkan nya ke dinding, membuat beberapa kertas berhamburan keluar.

"ARGHH." teriak Dion mengacak - acak rambutnya frustasi.

****

Agni menegakan tubuhnya setelah merasakan air matanya tidak terjatuh lagi, ia mengelap sisa - sisi air mata yang masih tersisa di pipinya, pandangannya kemudian beralih pada cowok yang berada di hadapannya.

"maaf, karena gue baju lo jadi basah." Agni menatap Ray dengan rasa bersalah.

"nggak masalah."

"dan makasih, karena lo udah mau nemenin gue." ucap Agni.

"kan gue sahabat lo." Ray mengusap lembut rambut Agni. "kita pulang yuk, muka lo udah nggak enak dipandang." ajak Ray merangkul pundak Agni menggiringnya berjalan keluar cafe.

"Ag, misi kita waktu itu udah lo laksanakan?"

Agni mengerutkan keningnya, memikirkan misi apa yang ia lakukan bersama Ray.

"misi apa?" tanya Agni karena ia tak dapat mengingatnya.

"misi yang berhubungan dengan diary." jawab Ray.

"diary," Agni mencoba untuk mengingat. "oh iya gue ingat." ucap Agni dengan keras, tetapi raut wajahnya berubah kembali berpikir, seakan ada yang ia lupakan "tapi kok tadi gue nggak ada liat diary nya di rumah ya."

"oh syukur deh, berarti udah lo simpan di dalam tas dia kan?" tanya Ray bernafas lega.

"mungkin, tapi gue ngerasa belum ada masukin diary itu, kedalam tas dia deh." Agni mengetuk - ngetuk dagunya.

Ray melototkan matanya pada Agni.

"maksud lo diary nya hilang?" tanya Ray memastikan.

"nggak, gue nggak bilang hilang. Mungkin masih ada di rumah gue." ucapan Agni membuat Ray sedikit rileks.

"ya udah ayo cepat ke rumah lo, gue bantuin cari." Ray mempercepat langkahnya menuju tempat motornya di parkirkan.

Sesampainya di tempat motor Ray diparkirkan, Ray langsung menaiki motor dan memasang halmnya, ia juga menyodorkan halm pada Agni.

"Ag." ucapan Ray menghentikan aktivitas Agni yang sedang memasang halmnya.

"kenapa Ray?"

"lo udah nggak apa - apakan."

Ucapan Ray membuat wajah Agni kembali muram, karena mengingat kembali kejadian yang terjadi di cafe.

Ray yang menyadari perubahan wajah Agni, merutuki kebodohannya dan menjadi merasa bersalah.

"eh Ag, ayo cepat nanti keburu hilang benaran diary nya." ucap Ray menarik tangan Agni untuk segera naik ke motornya.

Motor Ray mulai meninggalkan cafe, tetapi tidak dengan pikiran Agni. seakan seperti kaset, kejadian itu terus mengulang dalam pikiran Agni, dan membuatnya menjadi bertanya apa yang terjadi pada Dion, apakah Dion cemburu padanya karena ia bersama Ray, tetapi otaknya langsung menepis, 'Dion nggak mungkin cemburu, jangankan cemburu. Cinta aja, mungkin Dion nggak ada buat aku.' benak Agni menepis.

My DionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang