Agni keluar dari kelasnya dengan beban sedikit berkurang, beban yang terjadi karena pemikiran negatifnya beberapa hari ini, yang selalu menebak - nebak, alasan Agnes menghindari dirinya, meskipun hubungannya belum benar - benar kembali seperti semula, setidaknya Agnes sudah berjanji padanya. Dan Agni tahu Agnes adalah orang yang selalu menepati janjinya.
"kalau lagi jalan, jangan melamun. Di depan ada tiang tuh." bisik seseorang di telinga Agni.
Agni tersentak kaget, dia menoleh kepalanya ke arah belakang, mencari keberadaan pemilik suara, namun dia tak menumukan seseorang yang dia yakini membisikannya tadi.
Agni menghela nafasnya kesal, merasa di kerjai. Dia memutuskan kembali melanjutkan langkahnya.
"aduhh.."
Pekik Agni mengusap jidatnya yang terasa sakit karena terbentur sesuatu yang keras di hadapannya.
"kan udah di bilang di depan kamu ada tiang."
Agni mengangkat kepalanya cepat menatap si pelaku dengan tatapan kesal. Dia mengangkat tangannya memukul lengan cowok itu dengan beringas.
"tiang gundulmu, ngapain berdiri di depan aku, jidat aku jadi sakit nih." marah Agni, dia mengusap keningnya.
"emang benar kan, ada tiang."
"tiang apanya!"
"tiang kehidupan kamu." goda Dion menaik turunkan alisnya.
Agni menganga tak percaya, dia kira Dion tak bisa mengeluarkan gombalan sereceh itu.
"udah Ag, nggak perlu speecless gitu."
"Dion kalau kamu kayak gini, aku jadi takut tau. Kamu benaran Dion kan?"
Agni menatap ngeri ke arah Dion, dia mengangkat tangannya dan meletakannya di kening Dion, memastikan apakah Dion sedang sakit atau tidak.
Dion memutar matanya malas melihat tingkah Agni.
Wajah Dion berubah menjadi serius, dia menatap lekat kearah Agni. "bukan Ag, aku penunggu pohon belakang sekolah."
Dion mendekatkan wajahnya ke arah Agni, membuat gadis itu memundurkan langkahnya menatap ngeri ke arah Dion.
Dion tak dapat menahan tawanya menatap reaksi Agni. "HAHAHA..... Ternyata kamu masih gampang banget ya di bodohin." ejek Dion memegang perutnya yang terasa sakit karena menertawakan kebodohan Agni.
"ternyata kamu masih sama ya, nyebelin." balas Agni tak mau kalah, dia menatap Dion dengan tajam dan di balas tatapan tajam juga dari Dion, namun itu tak berlangsung lama, Agni dengan cepat mengalihkan tatapannya dari Dion, dia tak mampu untuk memandang Dion terlalu lama lagi, karena rasa gugup langsung menguasai dirinya.
Belum hilang rasa gugupnya, Agni merasakan ada tangan yang mengenggam erat jemarinya.
"kita jalan yuk, udah lama kita nggak jalan berdua."
"ta..tapi a...ku be...be..lum bi....bilang mama."
"mode gugup kamu udah balik lagi ya." ejek Dion. "tenang aja aku udah bilang mama kamu kok."
"ta...tapi uang aku tinggal sedikit."
"kan aku yang ajak, jadi aku yang bayar."
"ta....tapi.."
"udanh jangan banyak tapi - tapian."
Dion melangkahkan kakinya, tanpa melepaskan genggaman tangannya dari tangan Agni, membuat gadis itu tersenyum - senyum sendiri menatap kearah tangannya.
"Dion." panggil Agni.
Dion menaikan alisnya menatap ke arah Agni bertanya.
"aku suka tangan kamu, hangat."
Sambung Agni.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dion
Roman pour AdolescentsKarna pilihanku adalah kamu, jadi kamu juga harus memilih ku.