Part 2

482 13 0
                                    

"Henry, aku ingin minta maaf," ucap Luna.

"Minta maaf karena apa?" tanya Henry sambil memegang taco.

"Sebenarnya, aku berniat untuk mengejutkanmu. Aku memenangkan dua lembar tiket konser Sungha Jung untuk Sabtu minggu ini. Tapi, tiba-tiba manager Takuya memintaku untuk mengosongkan Sabtu sore nanti. Jadi, ambilah dua lembar tiket ini. Perigilah dengan wanita yang kamu cintai," ucap Luna.

Henry menatap dua lembar tiket itu dengan sedih. Henry tidak melanjutkan taconya setelah menelan potongan sebelumnya.

Henry dan Luna telah berjanji untuk pergi ke konser Sungha Jung jika Sungha Jung mengadakan konser di Los Angeles. Tahun lalu, mereka batal pergi karena sudah kehabisan tiket. Tahun ini, mereka batal pergi karena tidak ada salah satu diantara mereka yang memesan tiketnya. Terlebih, karena sang atasan meminta Luna untuk mengosongkan Sabtu sore berharganya.

Yang ada di dalam pikiran Henry hanyalah Luna. Luna tidak tahu bahwa Henry punya perasaan terhadapanya. Begitu Luna memintanya untuk pergi bersama dengan wanita yang dicintainya, hatinya luluh dan hancur. Berbagai cara sudah dilakukan untuk memberi kode kepada Luna untuk memberitahu kalau dia menyukai Luna. Namun, Luna tidak pernah sekalipun menyadarinya. Gadis itu terlalu lugu dan polos.

"Tidak apa-apa," ucap Henry dengan berat.

"Lain kali kita bisa pergi ke konser orang lain," ucap Luna.

"Iya, mungkin kita tidak pernah ditakdirkan untuk menghadiri konser Sungha Jung," ucap Henry.

Setelah Henry dan Luna selesai menyantap taco pesanan mereka, saatnya bagi mereka untuk pulang ke tempat tinggal mereka masing-masing. Henry tinggal di sebuah apartemen, sedangkan Luna tinggal di sebuah rumah. Untungnya, tempat tinggal mereka searah.

Henry dan Luna pulang dengan menaiki bus kota. Hanya butuh waktu sekitar 10-15 menit untuk menuju ke tempat tinggal mereka.

"Henry, kenapa kamu masih sama seperti Henry yang aku kenal beberapa tahun lalu?" tanya Luna.

"Apakah salah kalau aku belum berubah?" tanya Henry.

"Kamu masih sering mengantarku pulang seperti ini. Henry, aku ini sudah besar. Sudah berusia 24 tahun. Kita bukan lagi teman sekolah yang sering berlari bersama di tengah hujan," ucap Luna.

"Aku tahu kalau kita sudah semakin dewasa. Tapi, aku tidak bisa mengubah apa yang sudah menjadi kebiasaanku. Inilah diriku apa adanya," ucap Henry.

"Maaf, tetapi apakah kamu bisa bersikap biasa saja? Kamu tidak perlu sampai mengantarku ke depan pagar rumahku. Bukannya aku tidak mau pulang kerja bersamamu. Hanya saja, kamu tidak perlu ikut turun dari bus di halte yang sama denganku. Apartemenmu lebih dekat dari halte bus selanjutnya," ucap Luna.

"Anggap saja aku sedang olahraga. Aku jalan kaki setiap hari dari rumahmu menuju ke apartemenku," ucap Henry.

"Baiklah, aku masuk ke dalam rumah dulu. Hati-hati ya!" ucapku.

"Sampai bertemu lagi!" ucap Henry.

***

Hari ini adalah hari Sabtu. Luna sudah mandi sore dan memakai salah satu pakaian yang ada di dalam lemarinya. Luna memakai gaun selutut berwarna peach kesukaannya.

Setelah berpamitan kepada kakak Luna, Luna berjalan menuju persimpangan dekat rumahnya. Luna berdiri selama dua menit. Sekarang, di hadapannya sudah ada sebuah mobil sedan berwarna hitam yang berhenti tepat di hadapannya.

"Ayo masuk!" ucap Takuya.

Luna masuk ke dalam mobil itu. Luna duduk di kursi sebelah kanan, tepatnya di sebelah kursi pengemudi. Takuya duduk pada kursi kemudi setelah membukakan pintu sebelah kanan untuk Luna. Luna langsung memakai sabuk pengaman. Begitu juga dengan Takuya yang memakai sabuk pengaman terlebih dahulu sebelum ia mengemudi.

"Jadi, sebenarnya kita mau pergi kemana?" tanya Luna.

"Luna, bisa tidak kita bicara dengan bahasa informal saja?" tanya Takuya.

"I...ya... Bi...sa..." ucap Luna.

"Hari ini adalah pesta pernikahan dari teman kuliahku, Dulu, aku kuliah di USA juga," ucap Takuya.

"Jadi, apakah manager, eh maksudku Takuya ingin agar aku datang menemanimu menghadiri pesta pernikahan temanmu ?" tanya Luna.

"Yup! Anggap saja ini sebagai hadiah atas kinerjamu yang terus meninggkat. Kemarin, waktu hari Kamis, aku hanya sedang mengujimu saja. Aku sengaja memintamu untuk menyelesaikan laporan penggajian yang seharusnya diselesaikan sampai hari Jumat," ucap Takuya.

Setelah Takuya memarkirkan mobilnya di basement sebuah hotel, Takuya dan Luna turun bersama dari dalam mobil. Mereka menaiki lift untuk menuju ke lantai dua, tempat ball room terletak. Pasangan yang menikah hari ini tidak mengundang tamu sampai beribu-ribu orang. Tamu yang diundang hanya 150 orang saja.

"Takuya!" panggil Kenji, teman kuliahnya yang juga berasal dari Tokyo.

"Kenji! Apa kabar?" tanya Takuya.

"Aku baik-baik saja. Kamu sendiri?" tanya Kenji.

"Baik," jawab Takuya.

"Apakah kamu masih suka memerintah juniormu?" tanya Kenji.

"Hahaha..." ucap Takuya.

Baru kali ini aku melihat Takuya yang tertawa terbahak-bahak. Selama ini, yang Luna kenal adalah sosok Takuya yang keras, tegas, dan tidak suka bercanda. Berbeda sekali antara Takuya di dalam kantor dengan Takuya di luar kantor. Tidak seperti Henry yang selalu ceria dimanapun dia berasa.

"Takuya, siapa gadis bergaun peach itu? Kenapa kamu tidak pernah mengenalkan kepadamu kalau kamu punya pacar?" tanya Kenji.

"Hei, Luna!" panggil Takuya.

Luna berjalan ke arah Takuya sambil memegang gelas minumnya. Takuya menunjukan Luna kepada temannya dan memperkenalkannya.

"Kenalkan, namanya adalah Luna Cornell," ucap Takuya.

"Luna," ucap Luna sambil mengulurkan tangan kanannya.

"Kenji Fujikawa," ucap Kenji sambil menjabat tangan Luna.

"Eh, kita belum memberi selamat kepada Michael," ucap Takuya.

"Ayo kita memberi salam kepadanya sebelum kita mengambil makan malam kita!" ucap Kenji.

"Ayo Luna!" ucap Takuya.

Setelah Luna, Takuya, dan Kenji memberi selamat kepada Michael, mereka bertiga mengantri untuk makan malam bersama. Mereka bertiga duduk di meja bundar, lalu disusul dengan kehadiran Michael dan Ashley, istri baru Michael yang juga ikut duduk di meja bundar yang sama.

"Takuya, Kenji, kapan kalian berdua akan menyusul kami?" tanya Michael.

"Pacar saja tidak punya," ucap Kenji.

"Luna, kapan giliran kita?" goda Takuya.

"Apa?" tanya Luna dengan bingung.

Luna sangat bingung. Luna tidak mengerti apa maksud dari perkataan Takuya. Apakah Takuya sedang melamarnya? Apakah Takuya sedang memintanya untuk menjadi pacarnya? Atau apakah Takuya hanya iseng untuk bertanya seperti itu?

"Sudah, sudah! Lupakan saja pertanyaanku. Anggap saja tadi aku tidak sedang berbicara denganmu," ucap Takuya.

Luna merasa lega. Ternyata Takuya sedang bercanda. Dia tidak serius untuk bertanya seperti itu. Kalau seandainya Takuya bertanya seperti itu dengan serius, mungkin Luna akan lebih terkejut dan tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Jadi, apakah Luna punya perasaan terhadap atasannya?

He is My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang