Part 10

7.5K 827 67
                                    

"Tandri!" Panggilan dari suara yang sedikit nggak asing membuat gue mau nggak mau menoleh ke sumber suara.

"Hm?"

Ini gue nggak salah denger kan? Seorang Bagas manggil gue? Apa mungkin kuping gue yang sedikit congek yah?

"Makasih yah." Ucapan Bagas yang sekaligus menyodorkan jas hujan sekaligus payung ke gue membuat gue mengernyitkan dahi gue.

Maksudnya apa yah?

Gue pun di landa dengan kebingungan...

"Sori, waktu itu gue nggak langsung balikin soalnya gue lupa mau balikin ke lo."

Dan secara nggak langsung gue mengingat kejadian dimana waktu gue ngasih jas hujan beserta payung gue ke nih makhluk irit ngomong seantero yang sebelumnya sedikit di warnai drama nyeleneh tersebut.

Kirain jas hujan sama payung gue di buang begitu aja, ternyata di gunakan toh.

Syukur deh, kalau begitu kan gue nggak bakalan kena marah ibu gue...

"Tan?"

"Ah, iya sama-sama, Gas."

Gue pun tersenyum canggung sekaligus mengambil jas hujan beserta payung yang di sodorkan oleh Bagas.

"Oh iya, sebelumnya ada yang mau gue tanyain sama lo. Boleh?"

Gue lagi-lagi mengernyitkan dahi, "boleh aja, mengenai apa?"

"Mengenai lo sa-"

"Tandriii!!!" Suara cempreng yang nggak asing lagi membuat ucapan Bagas mau nggak mau terpotong begitu aja. Alhasil baik gue maupun Bagas menoleh dengan muka bete ke arah Evanto.

Yaelah, kenapa Evanto harus merusak moment yang jarang terjadi gini sih? Kan kali aja Bagas mau menanyakan mengenai hal yang penting. Misalnya, mengenai gue sama Gesha yang ternyata masih ada kesempatan buat jadian.

Ya ampun! Gue nggak boleh berharap lagi ah, sakit euy! Ckck.

Sadar Tandri!

Move on!

Gue pun sedikit berdehem guna menetralkan suasana yang sedikit suram ini...

"Apaan sih lo teriak-teriak gitu? Gue nggak bolot tau!" Omel gue ke Evan seraya memasang muka bete gue, sementara si Evanto kunyuk malah senyum-senyum menjijikan lalu dengan seenaknya merangkul bahu gue.

Kan fakyuin banget nih anak setan satu!

"Abisnya tumbenan lo dateng pagi banget." cibirnya yang masih aja merangkul bahu gue, padahal udah berkali-kali gue menepis tangan laknatnya tersebut.

Lagian yah, bukannya dia udah tau kalau belakangan ini gue dateng ke sekolahnya pagian yah? Nggak kaya dulu-dulu tuh kalau dateng mepet-mepet jam masuk sekolah nahkan malahan telat. Elah, basa-basi banget sih!

"Ya ampun manis banget sih kalo lagi manyun gitu." Dan dengan kurang ajarnya Evanto malah mencubit pipi gue.

Sialaaaan!!!

"Aduh!" Keluh Evanto, seraya mengusap dahinya yang gue jitak sayang.

Rasain! Semoga aja dengan di jitak sayang si Evanto sadar dari sifat anehnya belakangan ini.

"Ehem." Entah kenapa deheman Bagas menghentikan aksi konyol gue sama Evanto. Dan mendadak membuat gue memasang muka nggak enak ke Bagas, lantaran jadi mengabaikannya gegara kedatangan anak kunyuk satu ini. Beda halnya sama si Evanto yang mukanya santai aja kaya di pantai.

Nyebelin!

"Eh Bagas, tumben datengnya siangan?"

Bagas mengabaikan basa-basinya Evanto, yang kemudian menatap Evanto sinis yang sulit di artikan, dan berlalu jalan begitu aja meninggalkan gue dan Evanto ke dalam kelas.

Yes? No? Maybe [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang