Satu

38 7 0
                                    


Fajar sudah benar-benar menggantikan malam. Pukul 8 waktu Korea, Mia tengah bersiap-siap untuk memulai harinya. Ia dan teman-temannya akan menghadiri acara seminar. Ia mengenakan baju rancangannya sendiri berupa dress selutut dengan lengan panjang, perpaduan warna pink dan putih membuatnya terlihat girly. Dilengkapi dengan sepatu wedges warna putih. Rambutnya ia biarkan tergerai menutupi leher dan bahunya.

Ia langsung mengambil ransel coklat dan kamera SLR dimeja, kemudian turun menemui teman-temannya. Seminar kali ini akan dihadiri banyak desainer muda dan berbakat dari berbagai negara.

Beberapa saat kemudian, mereka dijemput sebuah bis yang mungkin berasal dari seminar yang akan mereka hadiri karna seluruh penumpang tidak lain adalah peserta seminar. Mia menuju bangku dekat jendela, ia memilih tempat yang berdekatan dengan jendela karna ingin menikmati pemandangan dan suasana kota Seoul itu. Selama ini, ia hanya bisa melihat dari drama-drama yang ditontonnya dan sekarang ia benar-benar melihatnya langsung. Dihari pertama ini, yang ia sadari adalah meskipun matahari sangat cerah namun suhu udaranya sangat dingin. Sangat berbeda dengan Jakarta, tentu saja.

Sesampainya di seminar, mereka disuguhkan berbagai rancangan dari para desainer terkenal, metode pembelajaran, dan juga cerita pengalaman yang dapat memotivasi para desainer baru seperti mereka. Mia tak melewatkan satu pun dari acara seminar itu. Ia selalu memasang telinga dan matanya yang tajam. Menurutnya, setiap detik adalah pembelajaran.

Seminar itu selesai pukul 3 waktu Korea. Karna waktu yang belum terlalu gelap untuk kembali ke hotel, Mia dan teman-temannya memilih berjalan-jalan sebentar di sekitar gedung seminar. Yang kebetulan, disebelah barat gedung terdapat sebuah sungai dan deretan cafe yang terlihat cukup ramai.

Mereka mengambil beberapa foto kemudian pergi menuju salah satu cafe. Cafe itu memiliki dua lantai dan menyajikan makanan Korea yang dapat diterima oleh perut orang Indonesia. Mereka memilih duduk dilantai dua cafe itu. Setelah memesan makanan dan minuman, mereka mulai bergosip.

"Hei Mia! Apa kau tidak tertarik dengan para cowok disini?" tanya Riska.

"Tidak sama sekali, lagi pula kenapa kau bertanya seperti itu dihari pertama kita di Korea?" jawab Mia.

"Kita disini hanya seminggu, apa menurutmu itu tidak terlalu cepat? umurku 28 tahun dan ibuku selalu bertanya kapan aku akan menikah, kalau dapat orang Korea dia pasti senang" katanya lagi. Yang lainnya menggeleng mendengar penuturan Riska, antara kasian dan geli.

"Yang menikah itu kamu bukan ibumu" Mia terkekeh melihat Riska.

"Umurmu baru 20 tahun, tentu saja keluarga mu tidak menuntutmu untuk segera menikah" Riska mencoba membela dirinya sendiri.

"Ya ya, terserah kau saja" Mia berdiri dan menuju balkon cafe. Setidaknya disini dia bisa sendiri sekaligus bisa melihat pemandangan kota. Mia duduk disalah satu bangku dan mengambil buku desain serta alat tulis dari ranselnya. Disaat seperti ini, Mia tidak akan melewatkan inspirasinya menghilang begitu saja. Ia mulai menggambar desain baru.

"Mia, kita harus segera kembali sebelum tertinggal bis" teriak temannya dari dalam, sontak membuat Mia panik.

"Ya sebentar !" Mia bergegas berdiri dan menyusul teman-temannya. Namun, tanpa sengaja ia tergelincir. Tangan nya dengan gesit mencengkeram pagar besi dibalkon. Tapi, kamera SLR digenggamannya terjatuh kebawah. Mia berlari menuruni tangga cafe. Bagaimana mungkin hari pertamanya di Korea, ia harus kehilangan kamera kesayangannya itu.

Sesampainya di depan cafe, Mia mencari-cari kameranya. Kemudian, seorang pria menyodorkan tangannya.
"Kamu mencari ini?"

"Kamera ku!" Mia langsung menyambar kameranya dan memeriksa keadaannya. Hanya sedikit tergores. Kemudian Mia mengamati pria tadi, badannya tinggi, memakai topi hitam berkacamata dan memiliki kumis. Yang Mia sadari adalah kumis palsu. Penampilannya memakai jaket tebal berwarna hijau tua selutut serta syal yang membelit lehernya. Ia yakin orang ini sedang menyamar, entah apa tujuannya.

Mia mundur selangkah kebelakang. Ia berniat untuk segera berterima kasih dan pergi dari sana. Belum sempat mengucapkan terima kasih, pria itu mencengkeram lengan Mia. Mia hampir menjerit karna ketakutan. Banyak hal yang terlintas dipikirannya tentang niat buruk yang mungkin direncanakan pria didepannya itu. Tubuh Mia menegang. Tangan dan kakinya berusaha ia kuatkan untuk menahan posisinya agak jauh dari pria itu meskipun kini tangannya sedang di cengkeram dengan kuat.

"Apa yang anda lakukan?" tanya Mia mencoba memberanikan diri. Belum ada jawaban dari pria tersebut.
"Meskipun anda menculik saya dan meminta tebusan, anda tidak akan mendapatkan apa-apa karna saya berasal dari keluarga sederhana, d-dan.. dan jika anda berniat menjual organ tubuh saya, saya yakin anda akan rugi karna.. karna sa-saya punya beberapa jenis penyakit yang saya derita" kata-kata dalam bahasa inggris itu keluar dari mulut Mia begitu saja. Melihat reaksi pria itu tidak bergeming. Mia menjadi sangat takut.

"Lepaskan saya! Apa mau anda?" pria itu sedikit melonggarkan cengkramannya pada lengan Mia. Mia menggunakan kesempatan itu untuk kabur. Ia segera berlari menjauh meninggalkan pria itu.

Mia berhenti tepat disamping pintu masuk bis yang membawanya pulang. Dari tempatnya berdiri, Mia kembali melihat ke arah pria itu. Mia masih bisa melihatnya meskipun dari kejauhan. Dan ia sangat yakin jika pria itu tengah tersenyum kearahnya.

*
*

Akhirnya, Mia memilih menghabiskan sisa harinya di hotel. Ia tidak ingin mengingat kembali kejadian siang tadi.

TBC

*****

Jangan lupa votment !

With you [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang