Aku mendorong pintu berwarna coklat yang pudar dan berlumut hingga pintu terbuka. Pemandangan yang gelap gulita sudah terpampang dihadapanku sementara Axcel masih terpaku dengan tatapan enggan. Aku mulai melangkahkan kaki saat aroma mawar yang lembap mulai merasuki penciumanku dengan lembut. Dari pertama kali aku menginjakan kaki ditempat ini, aroma Flou tidak berubah. Kuat namun tidak menyengat. Axcel mulai memberanikan diri untuk melangkah masuk. Pintu dibelakangku tertutup otomatis saat aku membayangkan pintu itu tertutup. Aku membalikan tubuh seketika dan merasa heran dengan apa yang kulihat. Aku mendekati pintu yang tertutup perlahan sambil mengamatinya. Aku kembali membayangkan pintu itu terbuka dengan fokus dan pintu dihadapanku benar-benar terbuka dan aku melakukannya berulang kali dengan rasa tak percaya. Aku ingin sekali melompat saking senangnya, akhirnya aku—bisa Telekinesis.
"Apa yang kau lakukan?" Axcel mengerutkan kening melihat tingkahku. "Kenapa kau membuka tutup pintunya?"
Aku yang menyadari tatapan aneh dari Axcel menjadi kaku seketika dan tersenyum malu. "Tidak apa-apa."
"Sungguh tidak apa-apa?" Axcel memiringkan kepalanya. "Kau terlihat seperti—baru menyadari kalau kau bisa Telekinesis."
Yap, tepat sasaran sekali dan membuatku tersodok. "Apa aku terlihat seperti itu?"
"Hu'uhh." Axcel mengangguk sambil menatapku curiga. "Jadi kau benar-benar baru menyadarinya? Itu—konyol sekali. Hampir semua Una yang sempurna bisa menyadari kemampuanya."
Aku menghela nafas dan aku lupa bahwa aku tak bernafas layaknya Manusia. Udara masuk begitu ringan dan lansung mengalir ke tubuhku. "Yah, mungkin karena aku sudah lama tidak menggunakan kemampuanku." Aku kembali membelakangi pintu dan berjalan dua langkah menjauhi pintu. "Kau bilang ingin melihat Ulqiku bukan?"
Aku mengangkat tanganku dan mengumpulkan energi di telapak tanganku. Cahaya putih mulai berpendar halus layaknya kabut. Semakin lama semakin terang seperti asap tebal dan semakin bercahaya. Aku melepaskan energiku dengan pikiran hingga cahaya itu melayang dan menggantung diatap bangunan. Aku mengamati keadaan disekitarku yang sudah dikelilingi banyak sekali bunga Flou dengan cahaya yang membuat keadaan menjadi temaram bak cahaya malam menambah keindahannya
"Itu benar-benar Ulqimu?" Axcel masih terpaku dengan bola cahaya yang menggantung diatap. "Jadi—kau benar-benar Karin."
Aku berjongkok dan memetik satu bunga hitam yang merekah tepat dihadapanku. Aku menghirup aromanya yang cukup menenangkan pikiranku meskipun bayangan Azhra terus berkelebat dalam kepalaku.
"Jadi mulai sekarang aku harus memanggilmu apa? Ririn atau Karin?" Axcel merunduk dan memetik bunga yang berada disampingnya.
"Terserah kau saja. Seperti katamu, bukan hanya Karin yang hidup, tapi Ririn juga hidup dalam tubuh ini." Aku kembali menghirup aroma Flou. "Memang terkesan seperti seseorang berkepribadian ganda, tapi kali ini aku benar-benar menyadari aku adalah Karin dan juga Ririn. Aku memiliki kehidupanku dimasa lalu meskipun tidak sepenuhnya dan aku juga memiliki kehidupan dimasa sekarang."
"Jadi kau benar-benar Reinkarnasinya yah." Axcel menghirup bunga yang ada ditangannya. "Tidak kusangka aku memiliki bibi yang tampak belia dariku."
Aku mengangkat sebelah alisku. "Bibi?"
Axcel mengangguk. "Kau kekasih Raja Alex bukan? Tidak ada salahnya jika aku memanggilmu seperti itu." Axcel terkekeh.
"Jangan begitu. Dunia akan terasa terbalik jika kau memanggilku bibi."
Axcel tertawa. "Aku tahu, kau pasti malu. Tapi—memang benar, aku juga merasa geli jika aku harus memanggilmu seperti itu."
"Itu kau tahu," umpatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loizh III : Reinkarnasi
FantasySangat disarankan untuk membaca book 1 ( Loizh ) & book 2 ( Loizh II : Arey ) agar tidak menimbulkan kebingungan dalam seri ini.. ^_^ Ririn Allyson, selama hidupnya selalu dihantui bayangan seorang gadis yang sangat mirip dengannya. Ketika ia menco...