Aku berdiri dengan punggung menyandar di salah satu pohon dengan tinggi dua meter setelah berjalan dengan langkah terseret untuk mencari tanah kering. Warna batangnya senada dengan warna gaunku, begitu pekat dan kelam. Telingaku berdengung dan kepalaku terasa pening seakan-akan dunia berputar. Pohon-pohon di sekitarku masih aktif bergerak acak dengan bunyi gemerutuknya. Atmosfir di tempat ini begitu menyesakkan dada di tambah kabut pekat yang semakin menebal, membuyarkan seluruh pandanganku yang semakin kabur. Udara dinginnya membuat kulitku berembun dan aku mulai terkulai lemah. Perasanku terasa hampa dan pikiranku seperti di kosongkan secara paksa.
"Tolong," pekikku lemah. "Siapa saja."
Tubuhku ambruk dan aku terlentang di tanah lembab namun tak berair. Aku menatap langit dengan hampa dengan udara yang membelai lembut setiap inci kulitku dan menimbulkan efek sedingin es. Aku memejamkan mata dan mulai menyerah di tempat ini.
"Ririn!"
Aku mendengar suara dalam pikiranku namun otakku mengabaikannya.
"Felix," balasku bergumam secara lisan.
"Ririn jawab aku! Apa kau baik-baik saja?" Suara Felix terdengar panik. "Ririn apa yang terjadi? Aku bisa merasakan tubuhmu melemah."
Pikiranku terlalu hampa hingga tak mampu untuk menjawabnya.
"Ririn!"
"Felix maafkan aku," gumamku lagi dengan lisan.
Suara Felix menghilang dari pikiranku dan kini di gantikan oleh sentuhan lembut sebuah tangan yang membawaku melayang ke udara. Aku membuka mataku dengan lemah dengan tatapan redup. Aku sedang menyusuri pepohonan yang berbaris rapi. Pemandangan di sekitarku begitu kelam di mana-mana seperti hutan subur yang mengalami kebakaran hebat hingga semua pohonnya menghitam. Aku memejamkan mataku lagi dan membiarkan diriku di bawa oleh tangan yang tak ku kenal ini.
Tubuhku mendarat dengan lembut dan sebuah tangan lain mendekap tubuhku dari belakang dan membiarkanku terkulai dalam pelukannya. Tubuhnya di penuhi aroma terapi dan tanaman herbal namun samar-samar aku juga mencium aroma bunga yang harum dari tubuhnya.
Karena kau langkahkan kakimu saat kau melintasinya.. Alunan anginpun sesakan berucap dan menghembuskan nada keindahan di dalamnya..
Kata-kata itu terucap dengan jelas di telingaku hingga aku ingin membuka mataku untuk melihat sosok pemilik suara lembut yang sedang merengkuhku saat ini, namun mataku enggan untuk terbuka, seperti merekat kuat dan memaksaku untuk tetap terpejam.
"Terimakasih sudah datang untukku," ucapku tulus.
Saat kau mambuka matamu, kau akan melihatku seperti sinar Matahari.. Wahai hati yang selalu menatap malam, jangan biarkan dirimu di penuhi kegelapan hingga kau tak bisa melihat surya yang terang..
"Loizh," gumamku
"Kau mengenaliku cukup baik," sahutnya.
"Saat kau menggumamkan syair itu, aku tahu itu adalah kau."
"Aku menyaksikan setiap perjalananmu dan semua yang terjadi padamu di sini akupun tahu. Kau bersikap seolah-olah ini adalah duniamu sendiri, apa yang kau inginkan dariku?"
Aku terdiam sejenak mendengar penuturannya. "Aku tidak menginginkan apapun, aku hanya ingin menyelesaikan masalah yang sudah kubuat selama ini."
"Masalahmu sudah selesai saat kau kembali ke dimensimu. Kenapa kau datang lagi kemari? Apa yang membuatmu datang kemari?"
"Untuk kali ini aku—harus menyelamatkan temanku,"
"Masalah yang terjadi di tempat ini bukanlah urusanmu," ucapnya lembut namun dengan nada tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loizh III : Reinkarnasi
FantasySangat disarankan untuk membaca book 1 ( Loizh ) & book 2 ( Loizh II : Arey ) agar tidak menimbulkan kebingungan dalam seri ini.. ^_^ Ririn Allyson, selama hidupnya selalu dihantui bayangan seorang gadis yang sangat mirip dengannya. Ketika ia menco...