Ilusi

5.9K 664 50
                                    

"Syaira jangan!"

Teriakan Felix menyadarkanku namun aku terlambat. Aku terlempar menembus dinding dengan benturan yang luar biasa. Sayapku patah dan aku tersungkur di antara akar pohon yang ukurannya lebih besar dari tubuhku. Punggungku terasa ngilu efek dari sayapu yang cidera, aku bahkan tidak bisa menggerakannya untuk terbang.

Suara dentuman berasal dari dalam bangunan, aku tahu mereka sedang bertarung. Aku ingin sekali melesat ke dalam tapi aku tak berdaya dan hanya terduduk sambil menatap bangunan yang berdiri kokoh di hadapanku. Aku berharap Felix baik-baik saja di sana.

Satu pikiran terlintas dalam kepalaku, di dalam tubuh ini aku bisa melakukan apapun dalam hal membaca situasi hanya dengan menyentuhnya. Aku meletakkan tanganku di tanah dan memejamkan mata, pikiranku melesat ke dalam bangunan yang berisi kilatan-kilatan cahaya putih terang namun sedikit kebiruan dan juga kelebatan aura hitam milik Syaira. Aura itu seperti ingin, menguasai Felix yang masih menangkis serangan aura hitam itu.

Serangan Syaira sama seperti yang kulihat dalam ingatannya, brutal dan membabi buta seakan-akan ada banyak sekali perasaan yang terpendam dan ia tumpahkan melalui serangannya juga—tatapan Syaira yang penuh kebencian dan cinta beserta kesedihan di dalamnya, membuatku mulai di gelayuti sedikit kecemburuan yang pedih.

Aku masih terus mengamati pertarungan di dalam sana. Syaira masih mendesak Felix dengan hasrat untuk membunuhnya, seolah-olah ia tidak mengizinkan siapapun memilikinya selain dirinya. Felix terus menghindari serangan Syaira sambil mengambil kesempatan untuk menyerangnya.

"Apa yang terjadi padamu sampai kau menjadi seperti ini?"

Syaira menahan serangannya sejenak, tatapannya berubah menjadi sendu seketika. "Kau menanyakan hal yang seharusnya kau sudah tau jawabannya Alex. Dan setelah aku melihat sosokmu yang telah berubah, aku semakin hancur karena batas yang selalu kuagungkan di antara kalian terbuka begitu saja setelah kau lenyap dan terlahir kembali bersamanya." Air mata hitamnya menetes satu butir. "Kalian—tak terpisahkan kecuali—" Syaira menyeringai di antara tangisannya. "Salah satu di antara kalian mati."

Serangan yang sedari tadi di tahannya di lepaskan dengan kuat. Felix menghindar namun kecepatan aura Syaira melebihi kecepatan Felix. Felix mengerang sambil memegangi bahunya yang terluka sementara Syaira masih melesatkan aura-aura hitamnya tanpa celah dan Felix tidak bisa lolos darinya.

"Felix!" gumamku setengah berteriak.

Aku tersentak saat tanganku terangkat dari tanah. Aku segera berlari dengan kedua kaki mungilku yang tampak payah. Kastil yang berjarak lima puluh meter terasa jauh bagiku yang berlari manual dengan sayap cidera.

Aku mencari lubang dinding agar bisa masuk dan memanjatnya dengan sekuat tenaga. Suara dentuman membuat dnding yang kupanjat bergetar dan aku kembali terjatuh di tanah. Aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana dan itu membuatku khawatir.

Aku memanjat dinding sekali lagi dengan cengkeraman yang lebih kuat sambil berharap bisa melihat Felix dalam kondisi baik-baik saja. Dentuman tadi menimbulkan kabut hitam mengelilingku sepeti asap yang setipis kapas.

'Cahaya bisa menghapus kegelapan namun kegelapan juga bisa menelan cahaya. Menurutmu cahaya dan kegelapan mana yang akan menang?'

Aku terdiam sejenak mendengar hembusan angin yang berbisik di antara kabut, begitu lembut namun jelas.

"Tentu saja cahaya," jawabku entah pada siapa.

'Di tempat yang di penuhi kegelapan, cahaya akan tertelan oleh kegelapan kecuali—jika cahaya itu kuat dan mempu menghapus semua kegelapan yang ada di sekitarnya.'

Aku masih terdiam sambil memikirkan apa maksud dari ucapan itu, namun pikiran itu segera ku tangkis dan kini aku fokus untuk tetap memanjat dinding.

Loizh III : ReinkarnasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang