Aku membuka mata perlahan, butuh waktu lama untuk menyadari bahwa aku tergeletak di atas akar pohon raksasa yang lembab. Aku terbangun menatap langit temaram yang menunjukan bahwa aku masih di Loizh. Ku edarkan pandangan dengan bingung beserta kepala yang berdenyut. Aku berdiri di tengah kumpulan pohon raksasa berwarna hitam layaknya pohon yang hangus terbakar dan juga tidak ada sehelai daun pun di rantingnya membuat hutan ini terlihat tandus. Selain itu aroma herbal yang menyengat benar-benar menusuk penciumanku seperti lumut basah yang terkubur begitu lama. Tanah di hutan ini begitu lunak seperti lumpur dan juga berair layaknya rawa. Tinggi airnya hanya selututku namun aku sudah kesulitan untuk berjalan. Aku mengibaskan tangan untuk menyingkirkan kabut yang membatasi penglihatanku.
Aku melangkah perlahan ke sembarang arah sambil mengamati sekitar. Hanya gemericik air dari kakiku yang memecah kesunyian. Udara di tempat ini begitu dingin dan membuat kulitku sedikit berembun.
"Halo," teriaku. "Adakah seseorang di sini?"
Tidak ada jawaban yang menyahut sama sekali selain suaraku sendiri yang menggema. Aku tidak tahu aku berada di mana. Di tambah lagi, Ulqiku tidak bereaksi di tempat ini. Semua kekuatanku seperti di kunci bahkan untuk membersihkan diriku sendiri dari gumpalan tanah di wajahku.
"Felix," gumamku tanpa sadar.
Aku ingat sekali, ia pernah bilang padaku bahwa ia tidak akan membiarkanku sendiri di tempat ini tapi aku benar-benar sendirian. Hal itu membuat hatiku tersayat. Aku tidak tahu kenapa rasanya begitu menyakitkan mengingat hal itu, padahal seharusnya aku tidak boleh terlalu terbawa perasaan di tempat seperti ini.
Aku menggelengkan kepala dengan cepat agar segala kegelisahan dan kesedihanku menepi. Aku menajamkan penglihatanku untuk mengalihkan pikiranku dengan terus mengawasi keadaan sekitar dan akhirnya aku menemukan sosok yang kucari. Felix, ia berdiri di bawah salah satu pohon. Aku mendekatinya penuh semangat walau aku harus melangkah dengan kaki terseret.
"Felix." Aku terus berlari menghampirinya.
Felix menatapku saat kupanggil, namun ekspresinya tidak terbaca. Aku terdiam sejenak namun masih tersenyum.
"Pergilah ke Bumi. Ini bukan tempatmu," ucapnya datar.
"Felix kau tahu aku tidak bisa melakukannya bukan, kita akan menghadapinya bersama dan kita akan pulang bersama."
"Tidak. Kau bukan bagian dari Loizh jadi pulanglah. Tinggalkan tempat ini dan juga tinggalkan aku."
Keningku berkerut seketika. "Mana mungkin aku meninggalkanmu."
"Kau harus meninggalkanku. Atau kau akan mati di tempat ini."
Aku menggeleng cepat. "Tidak. Aku tidak mau."
"Kalau begitu menjauhlah dariku. Kau sumber masalah di sini. Asal kau tahu, aku menyesal."
"Apa maksudmu?"
"Aku menyesal telah melibatkanmu dalam semua urusanku, kau sudah memberikan banyak sekali penderitaan padaku bahkan perasaan ini telah menghancurkan sebagian hidupku. Aku menyesal bertemu denganmu dan yang lebih kusesalkan lagi, aku menyesal telah mencintaimu."
Hatiku semakin tersayat dengan ucapannya hingga tanpa sadar air mataku menetes.
"Lihat dirimu! Sama sekali tidak pantas. Aku tidak habis pikir kau melepas kehidupan Manusiamu untuk menjadi Una. Kau pikir dengan berubah seperti itu, kau akan menjadi bagian dari kami?" Felix menggeleng sambil tersenyum masam. "Tidak akan."
Aku mengepalkan tanganku. "Kenapa kau baru mengatakannya sekarang?"
"Aku sudah berusaha untuk menghentikanmu tapi kau tetap keras kepala."
KAMU SEDANG MEMBACA
Loizh III : Reinkarnasi
FantasySangat disarankan untuk membaca book 1 ( Loizh ) & book 2 ( Loizh II : Arey ) agar tidak menimbulkan kebingungan dalam seri ini.. ^_^ Ririn Allyson, selama hidupnya selalu dihantui bayangan seorang gadis yang sangat mirip dengannya. Ketika ia menco...