Akhir Perjalanan Panjang

6.8K 696 85
                                    

Kulihat awan menggumpal dari arah di mana Syaira melengking, gumpalan itu bukan awan biasa melainkan tubuh Syaira yang menguap seperti asap. Aku masih terduduk di bahu Felix yang masih berlari. Rasa takut sekaligus cemas melandaku bertubi-tubi. Aku berharap Felix segera kembali namun ia tetap menolak dan ingin selalu bersamaku. Apa yang harus kulakukan? Sementara itu kelebatan masa depan yang telah kulihat kembali terekam dalam ingatanku layaknya pemutaran film secara berulang dan aku hanya menangis dalam diam.

"Felix kumohon kembalilah ke Bumi sekarang juga!" kataku dengan bersimbah air mata.

"Sudah kubilang aku tidak akan meninggalkanmu," sahutnya dingin.

"Hey kau!"

Kami menoleh kearah sumber suara yang tak jauh dari kami. Dibawah pohon seorang gadis terduduk sambil memegangi lengannya. Butuh waktu untuk menyadari bahwa gadis itu adalah Axcel. Aku bisa melihat wajahnya yang menahan rasa sakit. Felix langsung melesat kearahnya dan segera memberi pertolongan.

Felix menyentuh lengan Axcel dengan sedikit pancaran cahaya yang berwarna putih kebiruan sementara Axcel mengernyit kesakitan.

"Sepertinya kita akan kalah," gumamnya terdengar pasrah. "Aku tidak mengira jumlah mereka akan sebanyak itu dan mereka terus berdatangan seperti tidak ada batasnya."

"Aku yakin pasti ada cara untuk mengalahkan mereka. Tapi—" Felix terdiam sejenak. "Loizh sudah turun tangan dalam hal ini."

"Apa maksudmu?" Axcel terlihat shock seketika. "Apa peristiwa itu akan terjadi lagi? Apa tanah ini juga akan di kutuk seperti hutan Strix."

"Entahlah, mungkin lebih dari itu."

"Apa dia benar-benar marah dan menghancurkan dirinya sendiri?"

Felix terdiam cukup lama sambil menatapku. "Mungkin dia hanya ingin membersihkan dirinya dari penghuninya yang kotor."

Suara ledakan kembali terdengar dan membuat tanah berguncang. Aku tidak tahu apa yang terjadi disana tapi aku merasakan sesuatu yang buruk terjadi. Setelah kondisi Axcel membaik, kami bertiga menuju tempat terjadinya ledakan.

"Kau yakin ini akan baik-baik saja?" tanya Axcel khawatir.

"Kita tidak akan tahu jika tidak melihatnya langsung," sahut Felix.

"Oh ngomong-ngomong dimana Ririn?"

"Dia baik-baik saja saat ini."

"Apa kau membawanya ke tempat yang aman?"

"Tidak. Tapi aku tahu saat ini dia baik-baik saja."

Axcel mendengus. "Yakin sekali kau."

Kami melesat dengan kecepatan mencapai seratus dua puluh lima kilometer perjam. Sebuah gumpalan asap hitam membumbung tingga layaknya terjadi kebakaran hebat. Aroma tanaman herbal menguar dari segala penjuru hingga nafasku terasa sesak untuk menghirupnya.

"Lihat?" Axcel menunjuk kearah dimana sebuah gelombang awan hitam bertebaran di iringi dengan hembusan angin yang membentuk cerobong setinggi awan. "Aku sering melihatnya di Bumi dan aku baru pertama kali melihat angin mengamuk seperti itu di sini."

"Felix pergilah dari sini sekarang sebelum badai itu sampai di sini!" teriakku dengan cemas.

"Apa itu yang kau khawatirkan? Bukankah lebih baik kita berlari dan menghindari badai itu saja?"

"Tapi nyatanya tidak sesederhana itu!" ucapku semakin kalap. "Cepat pergi sebelum gebang dimensi tertutup!"

"Sudah kubilang aku tidak akan pergi sampai tubuhmu kembali!" ujarnya tak kalah. "Aku tidak akan meninggalkanmu." Suaranya mulai memelan namun sedikit terisak. "Aku tidak bisa kehilangan dirimu lagi."

Loizh III : ReinkarnasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang