"Kau yakin bisa mengendarai ini?"
Jimin mengangguk.
"Memangnya kau pernah berkeliaran naik motor di Korea?"
Jimin mengangguk.
"Apakah kau sudah punya SIM?"
Jimin mengagguk lagi.
"Aku tidak ingin mati muda, Jim. Aku masih belum menikah."
"Kang Seulgi, bisakah kau sedikit percaya padaku dan naik saja tanpa berpikir apa-apa? Aku memang pengemudi terburuk di Bangtan, tapi aku tidak akan menecelakaimu, percayalah." Jimin menyodorkan helmet retro pada Seulgi yang masih ragu untuk duduk di belakang Jimin.
Jimin mengantar Seulgi menemui pelukis kenalannya di art studionya. Letaknya tidak jauh dari resort sekaligus tempat wisata favorit di Pulau Dewata. Keduanya berniat menyamar menjadi warga korea biasa hari ini, sehingga memtuskan untuk pergi kesana dengan motor sejenis vespa yang mereka sewa dari salah satu staff resort disana. Meskipun awalya ragu, akhirnya Seulgi menyetujui ide itu dan kini ia sedang berada diatas motor yang sedang melaju, bersama Jimin.
"Seul?" panggil Jimin setengah berteriak dari dalam helm nya.
"Ya?" Seulgi yang sedari tadi menutup matanya menikmati udara dan sinar matahari pun terbangun.
"Diem aja?"
"Ha?" Seulgi memajukan badan dan kepalanya demi mendengar suara Jimin yang terdengar sayup-sayup ditempa angin.
Merasakan tubuh Seulgi menempel padanya dan wajah Seulgi yang hanya berjarak beberapa centimeter darinya membuat Jimin gugup. "Kau kenapa diam saja?" Jimin mengulangi perkataannya.
Seulgi tidak mengurangi jarak mereka dan mereka pun mengobrol sepanjang perjalanan.
***
"Anyeong haseo" Begitu Seugi turun dari motornya, pemilik studio sudah terlihat. Seulgi langsung membungkuk untuk menyapa, diikuti Jimin yang masih struggling melepaskan helmnya.
"Ah! Seulgi-ssi. Senang bertemu denganmu. Akhirnya kau kesini juga!" Dengan ramah laki-laki korea gondrong yang sudah cukup berumur itu merangkul Seulgi, meberikan tepukan hangat pada punggungnya, seperti seorang ayah.
"Ini pacarmu?" tanyanya lagi saat melihat sosok Jimin di belakang Seulgi.
"Ah itu.. kami tidak-"
"Astaga! Kau Park Jimin, kan? BTS?" sesok wanita muncul dengan menggunakan celemeknya. Berbeda dengan pria tua sebelumnya, wanita ini tidak terlihat seperti orang Korea, melainkan seperti wanita lokal, warga Indonesia.
"Istriku mengikuti dunia hiburan Korea, tolong maklumi dia." Ujar pria itu sambil memperkenalkan istrinya.
"Ah iya, maaf ya kalau membuatmu tidak nyaman. Aku jamin aku akan merahasiakan kedatangan kalian dan aku juga akan menjamin kenyamanan dan keselamatan kalian selama berlibur disini." Ujarnya dengan basaha korea yang fasih. "Tapi, nanti sebelum pulang, kita foto bersama dulu, ya." tambah wanita itu diikuti gelak tawa ketiga orang lainnya.
"Terimkasih sudah mau menerimaku berkunjung kesini, ahjussi. Aku sangat mengagumi karya-karya anda. Aku ingin belajar banyak. Aku berharap disini aku bisa menghasilkan sesuatu untuk dipajang di pameranku nanti." Seulgi berucap penuh keyakinan.
"Ah tentu, kalian anggaplah ini sebagai rumah sendiri. Aku sengaja menutup art studio ini untuk hari ini khusus untukmu, Seulgi. Hari ini kita bersenang-senang bersama ya. Kau juga, Jimin-ssi." kata pria korea yang sudah lama tinggal di Bali itu.
Nama pria itu adalah Kim Su Hoon. Sudah 10 tahun ia menetap di Bali. Ia memutuskan untu tinggal di Bali setelah bertemu dengan tambatan hatinya yang merupakan warga asli Bali, Anggi. Ia adalah seniman yang tidak begitu terkenal di Korea, namun beberapa karyanya sudah diakui di ranah seni rupa. Ia juga cukup terkenal di Bali karena barangkali ia adalah satu-satunya seniman Bali yang merupakan warga Korea. Su Hoon bertemu Seulgi secara tidak sengaja di sebuah pameran lukisan di Seoul. Ia tidak terlalu mengerti dunia hiburan di Korea, sehingga tentu ia tidak mengenal Seulgi sebagai seorang idol pada awalnya. Ia melihat Seulgi sebagai seorang seniman muda yang memiliki passion, dan ia menganggap Seulgi seperti anaknya sendiri karena ia dan Anggi tidak dikaruniai anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Flash
FanfictionSeulgi tidak pernah menyangka bahwa dirinya resmi menjadi trainee di agensi no.1 di Korea, SM. Entertainment. Ia juga tidak pernah menyangka bahwa menjadi artis tidak semudah ia bayangkan. Banyak hal yang ia dapatkan, banyak juga yang harus dikorba...