Part 1

7.2K 489 3
                                    

"1 cappucino untuk meja nomor 5!" Teriak salah satu barista cantik yang bekerja di bar itu. Prilly Agnesia Latuconsina. Siapa pelanggan yang tak kenal dengan dia? Oh mungkin tidak ada.

Prilly sudah bekerja di cafe selama 3 tahun. Ia tak memiliki gelar sarjana. Ia hanya gadis lulusan SMA. Sebenarnya ia bisa saja melanjutkan kuliah dengan beasiswa yang didapat. Namun ia tak mau melakukan itu. Orang tuanya sudah lama meninggal. Kini ia hanya tinggal dengan kakak sepupunya. Dia tinggal dirumah yang cukup mewah milik kakaknya itu. Tapi bukan Prilly namanya jika terus merepotkan kakak sepupunya. Ia akhirnya bekerja di cafe ini untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Sekarang pun ia masih tinggal dirumah kakaknya. Awalnya Prilly menolak, tapi kakaknya terus memaksanya untuk tinggal dirumah mewah itu karena kakaknya tak mau melihat Prilly bingung mencari kost-an.

"Hai, Prill. Apa kabar?" Ucap Nadira, sahabat baik Prilly sejak 3 tahun yang lalu. Nadira adalah pemilik cafe yang menerima Prilly untuk bekerja disini. Nadira kuliah di Jerman dan baru hari ini dia balik ke Indonesia.

"Hai, Nad. Baru pulang?" Tanya Prilly ramah.

"Iya nih, Prill. Tadi sih aku maunya langsung ke apart adik aku. Tapi seketika aku kangen banget sama kamu. Jadilah aku kesini." Jawab Nadira sambil tersenyum. Ya, umur Nadira terpaut 2 tahun diatas Prilly. Nadira pun sudah menganggap Prilly seperti adiknya sendiri. Maklum, adik Nadira cowok. Jadi Nadira sangat menginginkan kehadiran adik perempuan dihidupnya. Sejak Prilly hadir, Nadira sudah seperti kakak untuk Prilly.

"Oh gitu.. Nad mau minum apa? Biar aku bikinin." Ucap Prilly.

"Gausah repot-repot, Prill. Kakak cuma mau ketemu kamu aja. Ga lebih." Ucap Nadira sangat ramah.

"Kak! Cepetan ngobrolnya! Gue mau rebahan di kasur!" Teriak seorang cowok berwajah Arab. Ali Leonard Syarief. Itu namanya. Selain menjadi pelanggan setia cafe, rupanya Ali juga adik dari Nadira Lyora Syarief, pemilik cafe.

"Ya bentar dong, Li. Kakak udah lama ga ketemu Prilly. Kamu duluan aja deh ke apartnya. Ntar kakak nyusul." Ucap Nadira. Prilly yang melihatnya pun hanya geleng-geleng tidak menyangka sifat kedua saudara ini sangat berbeda. Nadira adalah pribadi yang pendiam, kalem, dan sopan. Sedangkan adiknya, memiliki sifat kasar dan sombong kepada siapapun. Prilly akui, Ali memiliki wajah yang tampan. Darah Arab lebih melekat pada Ali ketimbang Nadira. Namun untuk sifat, Prilly lebih mengunggulkan Nadira.

"Gapapa kok, Nad. Kak Nad pulang aja dulu. Kasian adiknya daritadi nungguin. Kan besok juga bisa ke sini lagi." Ucap Prilly pengertian.

"Yaudah, deh. Prill aku pulang dulu, ya. Kalo ada pelanggan yang gangguim kamu lagi, sebut nama kakak 3×!" Prilly dan Nadira pun terkekeh bersama mendengarnya.

"Yaudah hati-hati ya, Kak!" Ucap Prilly sambil melambaikan tangannya pada Nadira yang sudah melangkahkan kaki menuju pintu keluar cafe.

Tepat disebelah Nadira, Ali menperhatikan Prilly dari ujung kaki sampai ujung rambut. 'Cantik' batinnya.

                                 ***

"Hah?! Kamu suka sama Prilly?!" Teriak Nadira kaget mendengar ucapan dari adiknya.

"Kenapa kaget gitu? Ada yang salah kalo aku suka sama dia?" Nadira pun hanya diam mematung mendengarnya.

"Ya gimana kakak ga kaget. Kamu kan jarang banget bilang suka sama cewek. Tuh cabe-cabean yang badannya kayak lidi aja kamu diemin." Ucap Nadira kelewat jujur.

"Kakak kan tau. Itu cuma buat jadi pelampiasan kekesalan Ali aja." Ucap Ali.

"Ga! Kakak ga setuju kalo kamu nembak dia. Kakak gamau ya orang yang sudah kakak anggap sebagai adik sendiri jadi sasaran kamu selanjutnya! Kasian Prilly, Li. Dia udah ga punya orang tua lagi. Dia cuma punya kakak sepupu yang sangat menyayanginya. Pokoknya kakak ga setuju! Prilly berhak bahagia tanpa perilaku kasar kamu!" Kesal Nadira yang langsung lari ke kamar khusus untuk dia jika menginap di apart Ali. Ali tau, kakaknya sangat sayang pada barista cantik itu.

"Siapa lagi yang mau jadiin Prilly pelampiasan." Ucap Ali dengan volume yang sangat kecil.

                                 ***

Keesokan harinya, Nadia datang ke cafe miliknya ditemani oleh Ali. Ali memaksa meminta untuk ikut meskipun Nadira melarangnya. Ali harus kuliah hari ini. Oleh karena itu Nadira sangat keras melarang Ali untuk ikut mengecek cafe. Tapi bukan Ali namanya jika tak bisa membuat hati kakaknya luluh.

"Selamat pagi, mbak." Ucap beberapa barista yang dibalas anggukan ramah oleh Nadira. Ali? Dia tak pernah disapa sama sekali oleh barista-barista itu. Mengingat betapa kasarnya Ali dalam bertingkah maupun berucap.

Ali hanya menatap cafe kakaknya bingung. Mana orang yang ia cari? Apakah hari ini orang itu tak masuk kerja? Oh batin Ali memang tepat.

"Prilly lagi izin ga kerja hari ini. Sakit katanya." Ucap Nadira seakan tau apa yang ada di fikiran adiknya itu.

"Rumahnya dimana, kak?" Tanya Ali. Nadira mengerutkan dahinya heran.

"Buat apa?"

"Ya buat jenguk dia, lah. Masa buat main karambol."

Nadira terkekeh mendengar jawaban Ali. Akhirnya, Nadira pun menuliskan sebuah kata dikertas kecil dan memberikannya pada Ali.

"Nih. Tapi jangan macem-macem, ya. Dia butuh istirahat." Tegas Nadira. Nadira tau, Ali pasti akan membuat keonaran jika tidak diberi tau sebelumnya.

"Sip kak!" Ali pun segera berlari keluar dari cafe dan mulai melajukan mobil sport nya ke tempat yang tertera dikertas.

                               ***

Haii!! Welcome back to Raniya disini! Kali ini aku bakal membuat story yang berhubungan dengan Ali Prilly lagi! Sedih ya sekarang mereka udah jauh2an gitu. Kangen kan pastinya?? Makanya aku bikin story ini untuk mengurangi rasa kangen kalian sama couple! Kalo menurut kalian ceritanya bagus, vote ya. Dan bila ada yang menurut kalian kurang, silahkan komen. Ga butuh 2 abad kok buat vote nya. Jadilah orang yang bisa menghargai karya orang lain, ya!
شكرا لكم جميعا!

Caffe Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang