Part 17

2.7K 275 15
                                    

"Morning, adek ipar!"

Prilly tersenyum manis ketika Nadia menyapanya di pagi yang cukup mendung ini.

"Too, Kak Nad." Jawabnya.

"Kamu emang gamau dilamar sama Ali?"

Prilly menghentikan kegiatannya sejenak. Pertanyaan Nadia membuatnya bingung.

"Ga sekarang, Kak."

Nadia tersenyum mengerti. Ia menggenggam tangan Prilly.

"Kalo dia maksa ngelamar kamu, bilang kakak. Biar Kak Nad sleding." Sontak, Prilly tertawa mendengar ucapan Nadia.

Semenit kemudian pintu kafe terbuka menandakan ada yang masuk. Awalnya Prilly tidak memperhatikan karena ia yakin itu pelanggan, namun dugaannya salah.

"Hai, sweetheart!"

"Jangan keras-keras ngomongnya! Ga enak sama pelanggan." Bisik Prilly. Ali pun melihat sekitar. Benar, sebagian pelanggan menatap Prilly dan Ali dengan tatapan bingung.

"Kamu gaada niatan tinggal dirumah aku lagi?" Tanya Ali.

"Apartemen kamu gimana nasibnya? Sebulan lebih kosong."

"Apartemen bisa aku urus. Yang penting kamu tinggal lagi dirumah aku, temenin aku." Bujuk Ali.

Rupanya Nadia mendengar percakapan mereka berdua. Ia tak mengira adiknya akan semanja ini.

"Eh gaada! Apa apaan! Lo sama Prilly belum sah secara agama dan negara. Gaboleh tinggal serumah." Tegas Nadia. Ali cemberut.

"Yaelah Kak, kan ga ngapa-ngapain. Masa ga boleh."

"Etdah pake nawar segala.. ga ga ga! Sekali ga tetep ga!"

"Prill.." Ali memohon pada Prilly. Namun sepertinya Prilly berada dipihak Nadia.

"Kak Nad bener, Li. Aku sama kamu gaboleh tinggal serumah. Lagian kalo ada warga yang tau kita bisa kena resiko."

"Terus kenapa waktu itu lo ngebolehin gue tinggal berdua sama Prilly?" Tanya Ali pada kakaknya.

"Udah deh, nawar mulu! Sana ngampus! Telat sejam lo!"

Ali menyalahkan diri sendiri karena datang ke kafe saat jam kuliah. Ia pun keluar kafe dalam keadaan kecewa.

"Kak.."

"Ya, Prill?"

"Aku kasian sama Ali."

Nadia tersenyum lalu mengusap bahu Prilly.

"Tunggu sah dulu, baru boleh serumah. Seharusnya Kakak ga bolehin kamu tinggal sama dia waktu itu. Jadi gini deh."

"Yaudah kak, aku lanjut kerja ya. Ga enak sama yang lain."

Nadia mengangguk, "Jangan terlalu cape ya, Prill."

                                  ♡♡♡

"Gabut?"

Ali menoleh. Ternyata kakaknya sudah pulang dari kafe. Setidaknya ia tak terlalu gabut sekarang.

"Gue emang gatau isi hati lo. Tapi gue yakin, lo pengen banget Prilly disamping lo terus. ABG.."

Ali menghembuskan napasnya kasar, "Gue udah kuliah, bukan ABG lagi."

Nadia terkekeh, "Gaada bedanya lo mah. Mau SMA, kuliah, tetap aja alay."

Ali tak tersinggung sama sekali dengan ucapan kakaknya. Sebab, ia tau bahwa gaya bicara kakaknya memang begitu. Nyelekit di hati.

"Kalo kehadiran lo disini cuma buat bikin gue naik darah, mending pulang. Tempatin apart gue."

Nadia tersenyum geli. Adiknya lagi sensitif ternyata.

"Ga malu sama Prilly?" Ali mengeryitkan dahinya.

"Maksudnya?"

"Jangan pura-pura gatau. Prilly dewasa banget anaknya. Meskipun umurnya sama kayak lo, sifatnya jauh beda. Bahkan lebih dewasa dari gue."

"Terus?"

"Ya pikir aja, cowok kan harus lebih dewasa pemikirannya dari cewek. Sedangkan lo?"

"Gue tau arah pembicaraan lo."

Nadia tersenyum, "Lo harus lebih dewasa sekarang. Jangan bertingkah kayak anak SMP baru dapet cewek."

"Omongan lo nyelekit, tapi ada benarnya juga sih."

"Itu semua karena gue sayang sama lo. Lo adek gue satu-satunya. Apalagi lo cowok. Gue cuma mau lo bisa lebih dewasa lagi. Bentar lagi lo lulus, dan lo bakal jadi suami dan ayah. Jangan sampai lo rebutan mobil-mobilan nanti sama anak lo sendiri." 

Ali terkekeh pelan, "Gaada niatan ngenalin cowok ke gue?"

Wajah Nadia memerah.

"Gue aja udah punya Prilly, masa lo jomblo?"

"Kok nyambungnya jadi kesini sih?"

"Kan gue cuma nanya, kakakku paling cantik.."

Nadia mengambil tasnya di meja dan pamit pulang. Tak lain tak bukan adalah untuk menghindari pertanyaan menjebak lainnya.

"Gue balik dulu, udah malem."

"Gaada niatan nginep disini? Ini kan juga rumah lo."

"Please, Li. Malam banget ini."

"Yaudah gue anterin sampe apart."

"No!"

Ali tersenyum geli, "why?"

"Lo pasti kecapekan karna hampir seharian di kampus. Lo istirahat aja, biar gue pulang sendiri."

"Tap..."

"Bye! Assalamulaikum!"

Ali tertawa kencang ketika kakaknya sudah keluar rumah. Begitulah Nadia jika ditanya soal kekasih. Alih-alih menjawab, ia justru menghindar. Namun Ali yakin, kakaknya bisa menemukan pria terbaik. Yang bisa membimbingnya ke arah yang lebih baik.





















Makin hari makin ga jelas, maaf ya..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Caffe Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang