"Ali pulang!!"
Prilly yang sedang beberes rumah pun menengok ke arah pintu. Terlihat Ali sedang tersenyum kepadanya.
"Aku ada kejutan buat kamu!"
"Kejutan apa?"
Ali membawa Prilly keluar rumah. Diputarnya tuas dekat lampu dan muncul beberapa bunga mawar yang kelopaknya sudah dibentuk gambar hati.
"Maksudnya?"
Ali menggenggam tangan Prilly. Tatapan elangnya berubah menjadi sendu.
"Aku tau, ini terlalu cepat, tapi aku gamau nunda-nunda lagi. Will you be my wife? Kamu bebas jawab apa dan kapan aja. Kalo kamu gamau jawab pun gapapa."
"Ali, kamu panas? Kita baru pacaran 1 minggu." Ucapan Prilly mampu membuat Ali murung seketika.
"Kita emang baru pacaran seminggu, tapi aku udah naksir kamu dari dulu. Dari awal-awal kamu kerja di cafe Kak Nad, aku sering mantau gerak-gerik kamu. Untuk saat ini, gapapa kamu nolak. Tapi aku janji, setelah aku lulus, aku akan bawa rombongan keluarga aku untuk melamar kamu." Ucap Ali tegas.
"Kamu serius sama keputusan kamu? Aku barista, dan kamu anak pemilik perusahaan terkenal. Kita beda, Li." Ucap Prilly lirih.
"Emang kenapa kalo kamu barista? Cinta ga mandang kasta. Cinta juga menyatukan perbedaan. Terus kenapa kamu mau jadi pacar aku kalo kamu ga yakin gini?" Balas Ali dengan lembut. Prilly menunduk.
"Sayang, jawab."
"Ok, aku mau kita putus." Ali menganga lebar. Prilly tega memutuskan jalinan asmara mereka?
♡♡♡
"Oh.. jadi gitu ceritanya? Lagian lo juga sih, masa baru seminggu udah ngelamar aja. Sok nabur bunga biar romantis ujung-ujungnya putus." Ucap Kak Nad sambil menggonta-ganti channel tv apartment Ali.
Sejak kejadian waktu itu, Prilly memutuskan untuk kembali ke rumah Kak Fero. Mereka tidak saling marah apalagi benci. Mereka hanya ingin menetralkan keadaan.
"Ish lo mah, bukannya ngasih saran malah bikin gue down lagi. Nyesel gue ngundang lo ke sini." Sesal Ali. Nadia pun menoyor kepala adik laki-lakinya.
"Heh, ucapan gue tuh bener. Lo harusnya nunggu waktu yang tepat, jangan asal lamar anak orang aja! Liat akibatnya sekarang, she's gone! Bahkan dia ngundurin diri dari pekerjaannya. Bukan cuma lo yang kehilangan dia, tapi gue juga!"
"Gue juga gatau akibatnya jadi kayak gini! Lo pikir gue seneng dia pergi? Ga! Gue pun ngasih waktu ke dia buat jawab, tapi dianya aja yang dramatis!" Ucap Ali tak kalah kesal.
"Tadi lo bilang apa? Dia dramatis? Prilly dramatis?! Lo buta apa gimana sih?! Gue ga pernah ya ngajarin lo untuk terburu-buru dengan perbuatan! Prilly cuma takut! Dia takut kalo perbedaan kalian bikin masalah baru! Itu wajar, Li. Itu wajar! Lo seharusnya bisa yakinin dia, bukan kayak gini! Prilly juga ga bakal mutusin lo kalo lo ga terburu-buru dengan suatu hubungan! Lo pikir ngelamar trus nikahin anak orang cuma modal suka? Cinta juga ada disitu, Li! Sekarang gue tanya sama lo, lo cinta atau ga sama Prilly? Jawab!"
Ali diam seribu bahasa. Sebenarnya ia juga masih ragu akan perasaannya. Cinta kah atau hanya sebatas rasa suka. "Gue suka sama dia."
"Yang gue tanya, lo cinta atau ga sama Prilly? Hm? Ga bisa jawab kan lo? Ngeyel sih dibilangin!"
Ali tertunduk lemas. Ucapan kakaknya tadi berhasil membuatnya bingung tak karuan.
"Gue peringatin sekali lagi, jangan suka terburu-buru! Lebih cepat emang lebih baik, tapi bukan berarti seminggu udah cukup. Lo harus nunggu juga, Li. Kalian belum terlalu kenal satu sama lain, itu masalahnya. Gue kakak lo. Gue sayang sama lo. Gue bukan marahin lo, tapi gue cuma arahin lo ke arah yang benar. Prilly udah gue anggep kayak adek gue sendiri. Siapapun yang berani nyakitin dia, akan langsung berhadapan sama gue. Tak terkecuali adek laki-laki gue."
"Lo sadar ga? Lo udah bikin Prilly jauh dari kakaknya dengan perjanjian itu. Ga cuma itu, Prilly juga pasti capek harus ngeladenin lo kayak pembantu. Gue ngasih kesempatan sama lo, tapi lo sia-siain."
"Udah ya, gue balik ke cafe dulu. Pikirin semua ucapan gue baik-baik. Gue yakin, lo pasti bisa dewasa kali ini."
Nadia pun keluar dari apartment Ali. Ali kehabisan akal. Ia tak tau harus berbuat apa sekarang.
"Niat gue baik, tapi caranya salah. Gue malah memperkeruh keadaan."
Tiba-tiba Ali mendapatkan ide. Ia menyambar jaket dan kunci mobilnya.
"Semoga kali ini berhasil."
♡♡♡
Ting nong!
Fero membuka pintu. Ketika ia melihat Ali, ia pun menutup kembali pintu itu.
"Bang! Gue cuma mau ngomong sebentar aja. Please kasih gue kesempatan." Ucap Ali sambil menahan tangan Fero yang hampir berhasil menutup pintu kembali.
"Sorry, bro. Gue cuma ngelakuin apa yang adek gue minta. Gue gamau bersikap kasar sama lo, sekarang lo mendingan pulang. Prilly belum mau ketemu sama lo."
Ali terduduk lemas depan pintu yang sudah ditutup rapat oleh Fero. Tanpa sadar, airmatanya menetes.
"Gue cuma mau memperbaiki semuanya. Apa itu salah?" Gumam Ali. Ia pun bangkit dan bergegas pergi sesuai perintah Fero.
Tanpa Ali sadari, Prilly memandangnya sedari tadi lewat jendela. Ia pun tak kalah kusutnya dengan Ali.
"Maaf." Hanya itu yang bisa Prilly ucapkan ketika melihat mobil Ali menghilang dari pekarangan rumah kakaknya.
Sekalinya publish, melow begini:v
Sorry alur melow nya agak aneh:v
*bukan agak. Emang aneh*Dan maaf juga kalo terkesan lebay. Tapi vote nya tetep ya:v
![](https://img.wattpad.com/cover/107499287-288-k664430.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Caffe Love Story
FanfictionPrilly Agnesia Latuconsina adalah sebuah barista di salah satu cafe langganan Ali Leonard Syarief. Cantik, baik, dan pintar adalah 3 kata yang cocok untuk Prilly. Tak jarang banyak pelanggannya yang meminta untuk dijadikan pacar. Namun Prilly selalu...